Akselerasi lewat Stimulus PEN 2021
Momentum pemulihan ekonomi sudah terasa, jadi harus dijaga apinya. PEN 2021 harus menciptakan rasa kepercayaan tinggi pada pemulihan ekonomi nasional agar mendorong kenaikan permintaan domestik.

Tahun 2020 adalah tahun yang teramat sulit bagi peradaban umat manusia. Pandemi Covid-19 sungguh tidak terduga dan tidak terukur daya rusaknya secara ekonomi, sosial, dan politik.
Secara umum, umat manusia dan negara di dunia tidak siap menghadapi pandemi ini. Seluruh sendi perekonomian luluh lantak tidak berkutik. Perilaku manusia harus berubah drastis kalau ingin bertahan dan jadi pemenang dalam pandemi ini.
Dunia dipaksa meninggalkan pola kehidupan lama, dunia harus beradaptasi dengan lincah dan dinamis. Perekonomian dan perilaku agen ekonomi akan menuju pada keseimbangan normal baru yang tak kita bayangkan sebelumnya atau sudah terbayangkan, tetapi dikarbit prosesnya.
Pandemi Covid-19 menyebabkan krisis ekonomi di seantero penjuru dunia dan tidak mengenal kasta ekonomi, kaya-miskin sama-sama menderita dan kesulitan. Sebagian besar negara maju teperangkap dalam resesi ekonomi yang cukup dalam, begitu juga negara berkembang, apalagi negara miskin.
Hanya segelintir negara yang bisa bertahan, itu pun dengan pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah, seperti China, Vietnam, dan Taiwan. China, dan Vietnam yang biasanya tumbuh 6-7 persen diperkirakan hanya tumbuh seperempat dari kapasitasnya, berkisar 1,5-2,0 persen tahun 2020.
Kesuksesan negara-negara ini bisa tumbuh positif karena mampu mengendalikan Covid-19 secara sigap dan tuntas dengan tingkat kedisiplinan tingkat dewa dari pemerintah dan masyarakatnya.
Indonesia termasuk negara yang cukup beruntung dibandingkan banyak negara lain.
Indonesia termasuk negara yang cukup beruntung dibandingkan banyak negara lain. Resesi ekonominya tidak separah atau sedalam negara maju, negara-negara di Asia, dan Asia Tenggara. Rasanya kondisi terburuk perekonomian sudah berhasil kita lewati bersama walaupun berat dan ngilu rasanya.
Dasar optimisme di 2021
Ada beberapa fakta yang seharusnya memberikan energi positif dan optimisme bahwa Indonesia bisa segera bangkit pada 2021 ini.
Pertama, kontraksi terdalam pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah kita tinggalkan pada kuartal II-2020. Pertumbuhan ekonominya sempat mencapai titik kritis terendah, yaitu minus 5,3 persen, tetapi kemudian membaik dengan kontraksi yang lebih kecil, yaitu minus 3,5 persen kuartal III-2020.
Kedua, berdasarkan riset BRI, indeks aktivitas bisnis (IAB) Usaha Mikro Kecil dan Menengah/UMKM (BRI Micro & SME Index) menunjukkan tren kenaikan aktivitas usahanya. Titik terendahnya terjadi pada kuartal II-2020, hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin berkurang kontraksinya. IAB pada kuartal I-2020 tercatat 70,8, kemudian memburuk (terendah) ke 65,5 di kuartal II.
Namun, indeks ini membaik dan meningkat menjadi 84,2 kuartal III. Indeks ini diperkirakan meningkat lagi secara signifikan ke 109,3 pada kuartal IV-2020. Indeks ekspektasi sebesar 109,3 (di atas 100), secara sederhana artinya adalah persepsi debitor UMKM terhadap kondisi usahanya semakin membaik sekitar 9,3 persen lebih tinggi dari kondisi UMKM yang memburuk pada kuartal IV dibandingkan kuartal III-2020.

Investor mengamati pergerakan indeks menjelang penutupan perdagangan Bursa Efek Indonnesia tahun 2020 di Jakarta, Rabu (30/12/2020). Sepanjang tahun 2020, jumlah investor di pasar modal Indonesia yang terdiri atas investor saham, obligasi, maupun reksadana, mengalami peningkatan sebesar 56 persen mencapai 3,87 juta single investor indentification (SID) sampai dengan 29 Desember 2020. Kenaikan investor ini empat kali lipat lebih tinggi sejak 4 tahun terakhir dari 894.000 investor pada 2016.
Ketiga, dashboard makroekonomi yang dihitung BRI juga menunjukkan tren perekonomian yang semakin baik. Kondisi terburuk perekonomian terjadi pada Mei 2020 dengan nilai Z-score minus 1,88 (skor terendah sepanjang 2020). Namun, secara perlahan Z-score terus membaik dan nilai negatifnya semakin mengecil ke minus 0,67 pada November 2020 walaupun kondisi sektor riilnya masih lemah.
Sebagai informasi, Z-score dashboard makroekonomi BRI dihitung berdasarkan 28 variabel makroekonomi, yang dibagi ke dalam lima kelompok, yaitu (1) sektor riil, (2) sektor finansial, (3) sektor perbankan, (4) sektor eksternal, dan (5) sektor komoditas. Nilai Z-score yang tinggi menunjukkan perekonomian Indonesia dalam kondisi baik, sebaliknya Z-score rendah menunjukkan perekonomian kurang baik/memburuk.
Keempat, inflasi sudah mulai naik dalam dua bulan terakhir. Tercatat inflasi November 0,10 persen (month on month/mom). Hal ini merupakan inflasi bulanan tertinggi sepanjang semester II-2020. Hal ini sedikit memberikan harapan sinyal bahwa permintaan sudah mulai sedikit meningkat.
Kelima, mobilitas/aktivitas masyarakat mulai sedikit meningkat atau paling tidak tren penurunan mobilitasnya sudah tidak terjadi lagi, baik ke tempat perdagangan ritel dan rekreasi, ke tempat belanja kebutuhan sehari-hari, dan penggunaan transportasi umum.
Keenam, pasar finansial global lebih tenang dan sangat berdampak positif ke pasar finansial domestik (saham dan obligasi) dan valas. Akibatnya, arus modal asing mulai masuk kembali ke perekonomian nasional, terutama ke obligasi sejak Oktober 2020, yakni 2.666 juta dollar AS (1 Oktober-17 Desember 2020) dan di saham sekitar 245 juta dollar AS (November 2010), walaupun keluar lagi sekitar 115 juta dollar AS (1-17 Desember 2020).
Optimisme ini mengerek kenaikan indeks harga saham ke 6.095 per 18 Desember 2020 dari 5.131 per 27 Oktober 2020 dan imbal hasil obligasi RI tenor 10 tahun ke 5,97 persen per 18 Desember 2020 dari 6,62 persen per 30 Oktober 2020, serta penguatan ke Rp 14.080 per dollar AS per 18 Desember 2020 atau menguat sekitar 3,6 persen dalam satu setengah bulan terakhir.
Stimulus dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2020 sudah terbukti memberikan dampak positif ke perekonomian nasional.
Stimulus PEN 2021
Stimulus dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2020 sudah terbukti memberikan dampak positif ke perekonomian nasional. Tanpa dana PEN 2020, kemungkinan besar resesi ekonomi Indonesia bisa jauh lebih dalam. Stimulus dana PEN 2020 terbukti bisa jadi pengungkit atau jump start perekonomian nasional untuk keluar dari kesulitan karena pandemi Covid-19.
Hasil riset kami terhadap aktivitas bisnis UMKM juga menunjukkan betapa pentingnya stimulus pemerintah ini terhadap keberlangsungan UMKM. Restrukturisasi nasabah yang terimbas Covid-19 dan subsidi bunga membuat UMKM yang bisa bertahan sekitar 56 persen, bahkan ada yang meningkat usahanya 12 persen. Saya kira ini capaian luar biasa karena tekanan pandemi Covid-19 ini sungguh dahsyat dan tajam.
Restrukturisasi dan subsidi bunga adalah syarat perlu agar UMKM bisa bertahan, tetapi belum cukup agar usaha UMKM segera bangkit. Untuk meningkatkan usahanya kembali, hampir bisa dipastikan dibutuhkan tambahan modal baru untuk menyambut dorongan permintaan melalui stimulus fiskal pemerintah.
Nasabah UMKM yang dapat tambahan modal baru melalui PMK 70 dan perbankan sudah merasakan manis madunya. Mayoritas UMKM yang mendapat pinjaman baru menyatakan 54 persen usahanya tetap bisa bertahan dan di luar dugaan adalah 31 persen menyatakan usaha mulai ada peningkatan, walaupun mungkin terbatas.

Petugas dengan mengenakan kostum Sinterklas mengelilingi setiap lantai di Senayan City, Jakarta, untuk menyapa dan menghibur pengunjung, Jumat (25/12/2020). Pusat perbelanjaan memanfaatkan momentum hari raya Natal untuk menjaring konsumen dengan berbagai kegiatan dan promosi yang menarik di tengah pandemi yang membuat daya beli masyarakat turun.
Untuk keluar dari resesi ekonomi Indonesia, langkah yang diambil pemerintah dengan berbagai insentif sudah tepat dan seharusnya ekonomi kita dapat pulih lebih cepat dari negara lain. Perekonomian Indonesia ditopang permintaan domestik, terutama konsumsi rumah tangga.
Setiap Indonesia mengalami krisis ekonomi, obat mujarabnya adalah bagaimana mempertahankan daya beli masyarakat miskin dan rentan miskin sehingga konsumsinya bisa bertahan dan tidak tergerus signifikan.
Pengalaman resesi ekonomi dan politik 1998 membuktikan hal ini. Bantuan sosial, bantuan langsung tunai, dan program padat karya adalah jalan terbaik, cepat, dan relatif mudah implementasinya di lapangan. Hal ini cukup efektif mendorong kembali belanja masyarakat level bawah karena marginal propensity to consume (MPC)-nya tinggi. Masyarakat level bawah, jika mendapatkan uang, langsung membelanjakannya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Penghitungan kami dari model ekonometrika, MPC meningkat signifikan ketika perekonomian nasional resesi. Pada saat pertumbuhan ekonomi terkontraksi 5,3 persen pada kuartal II-2020, dari sebelumnya tumbuh positif 3,0 persen di kuartal I-2020, ternyata MPC-nya naik dari 0,54 ke 0,66 pada kuartal II-2020. MPC ini terus meningkat ke 0,88 pada kuartal III-2020 pada saat Indonesia secara teknikal resesi, di mana pertumbuhan ekonominya kembali negatif 3,5 persen.
MPC 0,88 pada kuartal III-2020 berarti jika pendapatan yang siap dibelanjakan naik Rp 100, maka konsumsi rumah tangga naik Rp 88. MPC yang kami hitung adalah MPC total nasional. Jadi, bisa dibayangkan kalau kita hitung MPC khusus rakyat miskin dan rentan miskin, pasti angkanya akan lebih tinggi dari ini.
Oleh karena itu, bantuan sosial (bansos) dan sejenisnya akan memberikan dampak yang sangat besar mendorong kenaikan konsumsi rumah tangga, terutama masyarakat level bawah.
Jika memungkinkan makin diperluas penerimanya, bahkan besarannya.
Untuk itu, stimulus dana PEN 2021 sebaiknya kembali didorong melalui bansos dan sejenisnya untuk segera mengungkit permintaan masyarakat. Jika memungkinkan makin diperluas penerimanya, bahkan besarannya. Stimulus dana PEN 2021 sebaiknya disalurkan sejak dini dan lebih tepat sasaran obyek dan sektornya.
Pengalaman tahun 2020 menjadi pelajaran berharga agar realisasi dana PEN 2021 lebih baik dibandingkan 2020. PEN 2021 harus bisa mengakselerasi permintaan yang relatif lemah di tahun 2020. Realokasi anggaran ke sektor yang terbukti ampuh mendorong permintaan domestik menjadi hal yang tidak bisa ditawar lagi.
Sinergi dan kesiapan antarkementerian/lembaga dalam menyalurkan dana PEN 2021 suatu hal yang mutlak agar perekonomian Indonesia bisa segera balik seperti sebelum pandemi Covid-19. Sosialisasi dan komunikasi dari berbagai program PEN harus dipikirkan secara detail, sistematis, dan masif agar bisa menyasar dan sampai informasinya ke seluruh lapisan masyarakat.
PEN 2021 harus menciptakan rasa kepercayaan tinggi pada pemulihan ekonomi nasional. Pulihnya kepercayaan dan meningkatnya aktivitas masyarakat akan mendorong kenaikan permintaan domestik. Ini kemudian akan disambut dengan menggeliatnya kegiatan produksi dan penciptaan lapangan kerja. Momentum pemulihan ekonomi sudah terasa, jadi harus dijaga apinya, dikuatkan, dan diakselerasi agar terjadi percepatan pemulihan ekonomi nasional.
(Anton Hendranata, Ekonom PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk)