Pendekatan Baru Penanganan Covid-19
Kita pasti bisa mengendalikan penyebaran Covid-19 apabila semua mau peduli kepada kehidupan rakyatnya. Penurunan kurva penularan merupakan kunci keberhasilan kita melakukan program vaksinasi Covid-19.
Tahun telah berganti, tetapi tantangan yang harus kita hadapi belum berubah. Kita masih harus berjuang untuk menangani wabah Covid-19. Semua negara masih harus berkonsentrasi untuk menurunkan kurva penularan sebelum berharap bisa memulihkan kehidupan masyarakatnya.
Harapan untuk lebih bisa mengendalikan wabah Covid-19 memang semakin membesar. Sejak Desember, penyuntikan pertama vaksin Covid-19 sudah mulai dilakukan di Eropa dan Amerika Serikat. Di Asia, vaksinasi di luar China sudah mulai dilakukan di Singapura.
Vaksinasi menyeluruh memang masih membutuhkan waktu yang lama. Negara seperti Singapura, yang penduduknya hanya sekitar 5,6 juta jiwa, membutuhkan waktu hingga akhir 2021 untuk bisa memvaksinasi seluruh warganya.
Kita di Indonesia akan memulai vaksinasi pada awal Januari ini. Para dokter dan petugas medis yang berada di garis terdepan menjadi pihak pertama yang akan menjalani vaksinasi. Setelah itu baru petugas keamanan, seperti polisi, dan kemudian prajurit Tentara Nasional Indonesia.
Dengan jumlah warga lebih dari 188 juta jiwa yang harus divaksinasi, tentu bukan perjuangan yang mudah untuk bisa melaksanakannya.
Dengan jumlah warga lebih dari 188 juta jiwa yang harus divaksinasi, tentu bukan perjuangan yang mudah untuk bisa melaksanakannya. Belum lagi bentuk negara kepulauan yang tersebar menjadi 17.000 pulau serta karakteristik penanganan jenis vaksin yang tidak seragam sehingga membutuhkan suhu penyimpanan yang berbeda-beda.
Satu yang perlu menjadi pemahaman kita bersama, vaksin bukanlah obat yang mematikan Covid-19. Mereka yang sudah divaksin bukan berarti akan kebal dari virus. Vaksin hanya merangsang tumbuhnya antibodi di dalam tubuh sehingga fatalitas bagi mereka yang terinfeksi bisa dikurangi.
Mereka yang sudah menjalani vaksinasi bukan berarti juga tidak bisa menulari orang lain. Ia tetap berpotensi untuk menulari apabila terinfeksi oleh Covid-19. Oleh karena itu, program vaksinasi yang akan kita jalani tidak boleh menanggalkan kewajiban kita untuk menerapkan protokol kesehatan. Tetap menggunakan masker, jaga jarak dan hindari kerumunan, serta cuci tangan dengan menggunakan sabun di air yang mengalir.
Berlomba dengan waktu
Di tengah program vaksinasi yang terus dipersiapkan secara matang oleh pemerintah, kita harus meneruskan upaya untuk menurunkan kurva penularan. Kita tidak bisa taken for granted, tidak perlu lagi memedulikan protokol kesehatan karena kita sedang berlomba antara kecepatan terjadinya penularan di tengah masyarakat dan program vaksinasi untuk memunculkan antibodi.
Upaya untuk mendisiplinkan masyarakat dengan bersama-sama berupaya menurunkan kurva penularan diperlukan karena akan sangat berbahaya apabila penyebaran Covid-19 berlangsung cepat seperti sekarang. Jangan sampai masyarakat telanjur terinfeksi sebelum mendapatkan vaksinasi karena akan membuat program itu menjadi mubasir.
Sekarang ini, ketika penularan berlangsung dengan cepat, yang paling kita khawatirkan adalah kepanikan. Seperti di awal penetapan darurat kesehatan pada Maret 2020, bukan hanya masyarakat panik untuk mendapatkan perawatan dan mencari fasilitas kesehatan, tetapi tim dokter pun kewalahan untuk menangani pasien.
Praktis sangat kecil penularan yang terjadi di antara masyarakat Singapura sekarang ini.
Singapura pantas menjadi rujukan dalam penanganan Covid-19 dan program vaksinasi karena mereka berhasil untuk terlebih dahulu menurunkan kurva penularan dan mengendalikan penyebaran. Praktis sangat kecil penularan yang terjadi di antara masyarakat Singapura sekarang ini.
Kalaupun ada muncul kasus penularan dengan cepat dilakukan pengendalian penyebaran dengan melakukan karantina kepada mereka yang diduga melakukan kontak langsung dengan orang yang terinfeksi Covid-19.
Dengan itu, masyarakat Singapura tidak terlalu heboh dalam menghadapi program vaksinasi. Mereka tidak merasa harus buru-buru untuk divaksinasi karena rendahnya kasus penularan yang ada sehingga membuat masyarakat tidak terlalu khawatir terinfeksi Covid-19.
Di samping menegakkan aturan penerapan protokol kesehatan yang ketat dan konsisten, Singapura mampu mengendalikan penyebaran Covid-19 karena dibantu oleh penerapan teknologi yang tepat guna. Teknologi pengawasan untuk mereka yang harus menjalani isolasi dan contact tracing berjalan sangat efektif.
Semua kegiatan masyarakat di Singapura sekarang ini ditopang oleh teknologi safe entry. Dengan alat yang dinamakan Trace Together ataupun Bluepass, masyarakat bisa merasa lebih terjamin. Kalaupun muncul kasus, dengan cepat biasa diketahui orang-orang yang perlu menjalani tes polymerase chain reaction sehingga bisa ditekan potensi menularkan kepada orang yang lebih banyak.
Kerja sama
Singapura tidak menutup diri kepada keberhasilan mereka mengendalikan penyebaran Covid-19. Pemerintah Singapura bahkan terbuka bagi dilakukannya kerja sama penanganan Covid-19 karena untuk mengakhiri pandemi harus semua negara berhasil mengendalikan penyebaran penyakit menular ini.
Baik Kementerian Dalam Negeri Singapura, Badan Imigrasi dan Checkpoints, bahkan Temasek Foundation langsung menyatakan kesediaannya ketika Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura meminta dilakukan rapat jarak jauh dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Setidaknya tiga kali pertemuan telah dilakukan untuk membahas secara teknis teknologi yang dikembangkan oleh Singapura dalam mengawasi semua orang yang hendak masuk ke Singapura dan diharuskan menjalani isolasi 14 hari ataupun untuk contact tracing.
Bahkan, ketika BPPT menilai teknologi yang dipakai Singapura bisa dipercaya dan memiliki keakuratan yang tinggi, pihak Temasek Foundation memberikan alat yang mereka kembangkan untuk diuji coba. Akhir Desember lalu, alat itu telah diujicobakan di Kantor KBRI Singapura dan awal Januari ini akan diujicobakan di Kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Memang dengan jumlah penduduk yang besar seperti Indonesia, tantangannya ada pada proses produksi alat contact tracing tersebut.
Dengan teknologi berbasis bluetooth itu, uji coba yang dilakukan di Kantor KBRI Singapura dengan cepat mendapatkan data orang-orang yang melakukan kontak dengan seseorang yang diduga terinfeksi Covid-19. Bluepass bisa menyimpan data sampai 360.000 orang yang melakukan kontak dengan seseorang yang positif Covid-19.
Teknologi ini bisa membantu pemerintah untuk bisa melakukan pengujian secara agresif, tetapi tertarget pada orang-orang yang memang memiliki riwayat berdekatan dengan mereka yang positif Covid-19. Hal ini bukan hanya akan menghemat anggaran, melainkan juga orang yang berpotensi menyebarkan Covid-19 bisa dibatasi pergerakannya.
Memang, dengan jumlah penduduk yang besar seperti Indonesia, tantangannya ada pada proses produksi alat contact tracing tersebut. Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo setuju bahwa penerapannya dilakukan secara bertahap, seperti di Pulau Bintan atau Pulau Bali terlebih dahulu.
Dua keuntungan bisa dipetik apabila uji coba di Bintan atau Bali bisa efektif. Pertama, tentu bisa bermanfaat untuk mengendalikan penyebaran Covid-19 dan, kedua, bisa membantu percepatan pemulihan kehidupan warga. Sebagai daerah tujuan wisata, wisatawan pun bisa lebih percaya kalau ada teknologi yang bisa mengendalikan potensi penyebaran virus yang sangat menular ini.
Per wilayah
Belajar dari pengalaman 10 bulan penanganan Covid-19 di Tanah Air, perlu ada perubahan dalam manajemen penanganan wabah penyakit ini. Pemerintah kabupaten dan kota harus lebih aktif memegang kendali penanganan Covid-19 di daerahnya.
Apabila 514 Kabupaten/Kota bertanggung jawab kepada daerahnya, pengendalian akan relatif lebih mudah. Ibaratnya, Indonesia kita bagi menjadi 514 ”Singapura” dan itu akan lebih mudah dimonitor daripada semua harus dikendalikan dari Jakarta atau ibu kota provinsi.
Tinggal bupati dan wali kota didampingi untuk membuat aturan pengendalian penyakit dan aturan itu harus diterapkan secara tegas dan konsisten. Selanjutnya, teknologi dipakai untuk membantu pengawasan penyebaran Covid-19 seperti yang sudah berhasil diaplikasikan oleh Singapura.
Kita pasti bisa mengendalikan penyebaran Covid-19 apabila semua mau peduli kepada kehidupan rakyatnya. Penurunan kurva penularan merupakan kunci bagi keberhasilan kita melakukan program vaksinasi Covid-19 dan sekaligus membawa rakyat ke kehidupan yang jauh dari sikap khawatir.
(Suryopratomo, Duta Besar Indonesia untuk Singapura)