Menjaga keberadaan hutan bukan saja untuk melindungi manusia, tetapi juga melindungi bumi dan seluruh makhluk hidup di dalamnya, baik di masa kini maupun juga di masa mendatang.
Oleh
RAHMAH AULIA ZAHRA
·4 menit baca
DOKUMEN SAVE OUR BORNEO
Masyarakat dari Komunitas Adat Laman Kinipan berunjuk rasa di lokasi tempat pembukaan lahan PT SML di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, akhir November 2019. Menurut mereka, hutan yang dibuka merupakan hutan adatnya.
Selama beberapa bulan terakhir ini, hutan dan penyakit menular menjadi topik hangat pemberitaan media massa di seluruh dunia. Dimulai dari kebakaran hutan besar-besaran di beberapa negara selama tahun 2019-2020 hingga munculnya pandemi Covid-19 yang menggemparkan masyarakat di seluruh dunia.
Hutan merupakan salah satu ekosistem penting dalam kehidupan. Namun, sejak beberapa tahun terakhir, keberadaan hutan semakin terancam. Menurut laporan The States of the World Forests 2020 (FAO and UNEP, 2020) sejak 1990, diperkirakan terdapat 420 juta hektar hutan telah hilang akibat deforestasi.
Laju deforestasi pada tahun 2015-2020 diperkirakan 10 juta hektar per tahun, turun dari 16 juta hektar per tahun pada 1990-an. Meskipun menurun secara substansial sejak 1990-2000, hilangnya hutan akibat deforestasi tetap menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan.
Hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, dari manfaat langsung ataupun tidak langsung.
Luas hutan sebagai proporsi dari total luas lahan, yang berfungsi sebagai indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, menurun dari 32,5 persen menjadi 30,8 persen dalam tiga dekade antara tahun 1990 dan 2020. Hal ini menunjukkan hilangnya 178 juta hektar hutan, area seukuran Libya.
Hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, dari manfaat langsung ataupun tidak langsung. Manfaat hutan secara langsung, contohnya daun, akar, buah, kayu, dan berbagai sumber jenis barang lain yang dapat dijadikan berbagai jenis bahan baku.
Di samping itu, manfaat hutan secara tidak langsung contohnya tempat keanekaragaman hayati atau habitat bagi berbagai tumbuhan dan hewan, penyerap CO2 dan penghasil oksigen, sumber obat-obatan, fungsi hidrologi dan plasma nutfah, dan lain sebagainya (Sumargo W, dkk. Forest Watch Indonesia, 2011).
Hilangnya atau rusaknya hutan dapat menimbulkan berbagai ancaman bagi kehidupan manusia. Rusaknya hutan dapat mendorong terjadinya perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, serta meningkatkan angka kemiskinan. Selain itu, hilangnya habitat karena deforestasi dapat menyebabkan meningkatknya persinggungan antara manusia dan satwa liar.
DOKUMENTASI GREENPEACE
Hasil investigasi Greenpeace yang menemukan deforestasi di Papua yang dijadikan kebun kelapa sawit.
Hal ini dapat menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan timbulnya penyakit baru bagi manusia. Terjadinya interaksi di antara hewan-manusia yang sebelumnya tidak pernah terjadi memungkinkan patogen yang semula hanya ditemukan pada hewan, kemudian membuat manusia terjangkit dan berfungsi sebaga inang (Interfaithforest, 2020).
Menurut sebuah studi literatur terbaru dalam ”Host Range and Emerging and Reemerging Pathogens” mengidentifikasi bahwa terdapat 1.407 spesies patogen manusia yang dikenali 58 persen di antaranya adalah zoonosis (Woolhouse M, Sequeria S, 2005).
Penyakit zoonotik yang muncul ataupun muncul kembali sering kali dikaitkan oleh berbagai hal, utamanya dikarenakan perubahan dalam penggunaan lahan dan pertanian serta perubahan demografis dan sosial.
Penyakit zoonotik adalah penyakit menular yang berpindah dari hewan ke manusia. Penyakit ini menimbulkan ancaman yang serius bagi manusia, dan lebih dari 60 persen semua jenis penyakit menular merupakan jenis penyakit zoonotik.
Hilangnya hutan tropis dihubungkan dengan penyakit zoonotik dalam beberapa hal, termasuk hilangnya jasa lingkungan, fragmentasi hutan dan habitat, hilangnya keanekaragaman hayati, perdagangan satwa liar, dan kebakaran hutan.
Hilangnya habitat hewan karena deforestasi hutan meningkatkan potensi interaksi antara hewan dan manusia.
Contoh dari penyakit zoonotik di antaranya SARS, ebola, malaria, dan Covid-19. Covid- 19 merupakan salah satu contoh nyata penyakit zoonotik yang baru. Seperti kita ketahui, Covid-19 dicurigai berasal dari kelelawar. Hilangnya habitat hewan karena deforestasi hutan meningkatkan potensi interaksi antara hewan dan manusia.
Virus baru yang dikenal sebagai SARS-CoV-2 yang awalnya diindikasi hanya pada hewan mulai teridentifikasi juga pada manusia akibat adanya penularan dari hewan ke manusia. Bahkan dari penularan tersebut, Covid-19 kini telah menjadi pandemi yang meresahkan masyarakat dunia. Di samping itu, hilangnya hutan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan ekosistem dan perubahan iklim, hal ini diduga dapat menyebabkan terjadinya mutasi pada patogen penyakit.
Lingkungan yang rusak cenderung mendorong suatu patogen menyesuaikan keadaannya dengan lingkungannya agar mereka dapat bertahan hidup. Maka dari itu, hilangnya hutan dapat meningkatkan potensi timbulnya banyak penyakit baru di masa mendatang.
Selain penyakit baru, hilangnya hutan juga dapat menimbulkan kembali penyakit yang sudah ada sebelumnya, seperti malaria. Timbulnya kembali penyakit malaria sering kali dikaitkan oleh perubahan fungsi hutan atau lahan yang menyebabkan hilangnya habitat nyamuk yang biasanya menjadi vektor penyakit malaria.
Khususnya apabila perubahan lahan berubah menjadi permukiman, maka hal tersebut dapat menyebabkan peningkatan jumlah masyarakat yang berisiko tergigit oleh nyamuk pembawa parasit Plasmodium penyebab penyakit malaria.
Dari uraian tersebut dapat kita ketahui bahwa manfaat hutan sebagai jasa lingkungan, khususnya terkait tata laksana penyakit, sangatlah besar. Dengan menjaga dan melestarikan keberadaan hutan, kita dapat mengendalikan berbagai ancaman penyebaran penyakit, khususnya yang diakibatkan oleh penyakit zoonotik.
Maka dari itu, pentingnya pengendalian laju deforestasi dan penguatan undang-undang terkait analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) menjadi sangatlah penting. Kekuatan dari hukum yang berlaku terhadap orang-orang yang melakukan deforestasi secara ilegal juga memberikan pengaruh yang kuat terhadap pelestarian hutan.
Menjaga keberadaan hutan bukan saja untuk melindungi manusia, melainkan juga melindungi bumi dan seluruh mahluk hidup di dalamnya, baik di masa kini maupun di masa mendatang.
(Rahmah Aulia Zahra, Mahasiswa Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia)