Keindahan, Seni, dan Sains
Melihat dampak positif yang dihasilkan dari pengenalan nilai estetik dan kekuatan bernalar, kita perlu lebih banyak memberikan dukungan untuk menjamin semakin luas, kaya, dan berkualitas.

Aurora Borealis (Cahaya Utara) terlihat melintasi langit di dekat Rovaniemi, di Lapland, Finlandia, Minggu (7/10/2018).
Indah adalah ajektif yang memikat semua, siapa pun mereka. Namun, apa yang orang persepsikan sebagai indah ternyata amat beranekaragam dan luas sehingga mungkin tak salah jika kita katakan indah adalah notion yang subyektif.
Terlalu sedikit kosakata untuk menggambarkan keindahan, tetapi bolehlah kita pinjam beberapa kualitas untuk mewakili: harmonis, seimbang, simetrik, jernih, kaya, dalam, halus, elegan, dan lain-lain; yang mewujud dalam komposisi rupa, warna, bentuk, suara, ritme, gerakan, untaian kata, dan masih banyak lagi, termasuk keheningan. Masing-masing kualitas memayungi spektrum yang lebar.
Pertanyaannya adalah apa yang menggiring kita untuk memilih kualitas-kualitas tersebut sebagai kriteria indah. Bagaimanakah korelasi antara kehalusan akal budi seseorang dan kepekaannya pada kualitas keindahan? Apa yang ada di antara menikmati atau menghargai keindahan secara pasif dan menciptakan keindahan?
Segala pemikiran dan aspirasi tentang keindahan dikelola dalam estetika.
Segala pemikiran dan aspirasi tentang keindahan dikelola dalam estetika. Tak jarang, orang merujuk kompilasi ide estetika terkini sebagai panduan dalam mempersepsi dan menilai keindahan, dalam mengidentifikasi dan memilah elemen-elemen dalam keindahan, untuk kemudian menciptakan keindahan.
Sebagai olahan ide manusia, estetika sedinamis peradaban. Pemahaman dan penerimaannya memerlukan nurture (asuhan) yang antara lain berupa eksposur, pendidikan, pelatihan, dan pembentukan. Estetika senantiasa mengalami penghalusan, yang menjadikan refleksi suatu keharusan, dan karena itu perlu perluasan pandangan.
Keterbukaan akal budi menjadi esensial dalam pembinaan estetika, individual, ataupun komunal. Di dalam diri individu, estetika dapat dibentuk, dihaluskan, tetapi juga dapat didekonstruksi. Konsekuensinya mewujud pada persepsi dan aspirasinya yang berevolusi tentang keindahan.

Titik Api Diam Gunung Merapi - Titik api diam Gunung Merapi terlihat dari Dusun Bendosari, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Senin (1/11). Gunung Merapi mengeluarkan awan panas pada siang harinya dan mengakibatkan kepanikan pengungsi yang sedang berada di sejumlah barak pengungsian.
Nilai estetik bukan hanya merupakan bahan pertimbangan individu secara personal atau komunitas seniman saja. Semua sektor kehidupan memerlukannya demi kualitas hidup yang holistik walau mungkin dengan kriteria prioritas yang berbeda.
Pertanyaan lain: bagaimana dalam diri manusia kualitas indah berinteraksi dengan agen lain yang bekerja dalam akal budinya, seperti rasio (nalar).
Apa pun yang secara sadar orang indera akan terdaftar dalam ’ruang penyimpan data’ di otaknya. Berikutnya, apabila ia merespons terhadap hasil inderanya itu, proses berlanjut dengan pemilahan dan penataan data ke dalam ’kotak-kotak’ yang teridentifikasi, yang diikuti oleh terbentuknya jejaring relasi antarkotak.
Semakin banyak seseorang membuka dirinya dengan penuh sadar terhadap dunia luar, semakin kaya koleksi data dan semakin hidup jejaring relasinya. Semakin sering ia melatih dan mengasah relasi-relasi tersebut, bukan hanya akan membuatnya semakin perseptif, melainkan juga semakin ia berpotensi untuk menciptakan keindahan yang termanifestasikan dalam berbagai domain yang tengah menjadi perhatiannya, sementara wawasannya terus meluas.
Menyusun kalimat adalah berkarya.
Struktur di otak seperti ini menjadi terbuka dan siap untuk relasi-relasi baru yang menjembatani tatanan logika rasional dengan tatanan rasa yang mempersepsi keindahan secara lebih analitik. Dengan ini, otak sanggup berkreasi, mengonstruksi logika-logika baru, seperti halnya ketika orang mempelajari bahasa asing.
Ia tidak hanya mempelajari kosakata dan tata bahasa; tetapi ia juga mempelajari tatanan logika yang mengatur bagaimana gagasan dikomunikasikan, yang menyiratkan tradisi mental bangsa yang memakai bahasa tersebut sebagai bahasa ibu.
Menyusun kalimat adalah berkarya. Dengan pemahaman akan logika berbahasa, orang akan dapat mengonstruksi kalimat yang efektif, artinya gagasannya dapat dipahami. Namun, untuk menyusun kalimat yang efektif dan efisien, apalagi indah dan menyentuh hati, memerlukan logika tadi dilengkapi dengan elemen estetik.
Itu sebabnya paparan terhadap kualitas estetik menjadi krusial. Pelajaran seni menawarkan esensi estetik ini dalam pelbagai manifestasi dan jenjang, mulai dari persepsi pasif hingga berkarya aktif. Jika pengembangan kognitif rasional dan kognitif estetik berjalan berdampingan sejak usia dini, keduanya akan saling bahu-membahu membentuk akal budi yang mumpuni dan halus.
Orang dengan akal budi seperti ini akan mempersepsi dunia dan dirinya, lalu merespons dengan pemahaman relasi kausal yang jernih, menjadikan keindahan, seperti harmoni dan seimbang, sebagai obyektif hidupnya.

Sains dan keindahan
Menarik untuk meninjau bagaimana sains memandang keindahan dan mengenkorporasikannya dalam upaya membangun pengetahuan tentang alam. Agar produk sains universal validitasnya (keberlakuannya), amat penting dalam sains untuk berlaku obyektif dalam semua langkah kerjanya.
Sains senantiasa berstatus tentatif. Artinya, produk sains harus senantiasa terbuka pada perbaikan, penghalusan deskripsi, dan penajaman domain validitasnya. Sifat sains yang evolutif ini paralel dengan estetika.
Dalam dunia modern, semakin jelas bagaimana sains dan estetika saling memengaruhi dalam upaya manusia memahami kerja alam dan mendeskripsikannya, yang acap kali dimulai dari ranah imajinasi yang diinspirasi oleh gagasan indah.
Sains dan estetika menjadi perangkat sekaligus rambu-rambu tidak hanya dalam upaya manusia merespons alam untuk berbagai keperluan hidup, tetapi juga dalam mengekspresikan citra alam yang dipahaminya, dan relasi dirinya dengan alam yang ia duga dan ia harap.
Alam yang teramati, dari partikel atau makhluk terkecil hingga tebaran galaksi dalam alam semesta yang maha luas, begitu menakjubkan bagi manusia.
Alam yang teramati, dari partikel atau makhluk terkecil hingga tebaran galaksi dalam semesta yang maha luas, begitu menakjubkan bagi manusia. Alam menampilkan obyek-obyek dan fenomena yang indah, tak jarang dahsyat, dan keteraturan yang sungguh bisa diandalkan; semua pada skala begitu lebar yang menyadarkan manusia betapa sempitnya ruang waktu tempatnya berdiri.
Dorongan estetis dalam mental saintis membuatnya percaya bahwa deskripsi saintifik tentang alam yang indah mestilah indah juga. Ini bukan semata-mata inspirasi puitis, melainkan juga diwujudkan dalam pemeriksaan simetri, keseimbangan, harmoni yang dapat ditangkap dari berbagai kondisi dan proses fisis yang mungkin ada. Deskripsi saintifik tentang suatu hukum alam dinilai indah apabila dapat dituangkan dalam formulasi matematis yang ringkas, elegan, dan universal.
Contoh karya istimewa adalah dari Leonardo da Vinci. Inklinasinya sebagai ilmuwan yang selalu ingin tahu, ditambah observasinya yang jeli dan terarah, serta kemampuan artistiknya yang superior menghasilkan, di antaranya, gambar-gambar anatomi dan fisiologis manusia yang detail, yang hingga kini belum tertandingi kecuali oleh teknik fotografi. Manusia menggambar manusia. Obyektif sekaligus artistik.

Replika lukisan mahakarya Leonardo da Vinci dengan skala sesuai ukuran aslinya dipamerkan dalam pameran bertajuk Leonardo Opera Omnia di Museum Bank Mandiri, Jakarta, Jumat (7/2/2020).
Tak semua dalam realitas itu indah. Pernyataan cliche memang. Namun, realitas perlu dipahami, dihadapi, sebagian bahkan perlu ditanggulangi dan dicarikan solusinya. Sebut saja pandemi Covid-19, perubahan iklim global, berbagai dan disparitas sosial, sebagai contohnya.
Mereka yang perseptif dan tangguh akan mengupas dan menguras realitas sampai tampak sudut-sudut dan dasarnya yang indah. Dan yang indah inilah yang akan mempertahankan (sustain) ketertarikan kita pada realitas yang utuh sehingga kita mau bersabar mendengarkan narasi ilmiah penting (walau mungkin mengerikan) tentangnya, dan lalu mengelolanya dalam alam rasional kita.
Pembinaan kemampuan estetik dan rasio dapat dirancang agar terintegrasi dan kontekstual dalam aktivitas yang selain mengasah keterampilan juga mengasah sikap dan perilaku. Bagaimana pentingnya menjaga disiplin, bekerja secara profesional, dan bekerja sama dalam mencapai tujuan yang telah disepakati. Attitude ini adalah upaya menjamin kualitas karya, karya seni ataupun karya saintifik, sekaligus menghaluskan akal budi yang mengokohkan jati diri sang manusianya.
Kita bayangkan indahnya masyarakat yang tersusun atas individu-individu seperti ini. Melihat dampak positif yang dihasilkan dari pengenalan nilai estetik dan kekuatan bernalar, kita perlu lebih banyak memberikan dukungan untuk menjamin semakin meluas, kaya, dan berkualitas pengalaman mempelajari kedua esensi unik yang menjadikan kita manusia.
(Premana W Premadi, Kosmolog, Observatorium Bosscha, ITB)