Berpacu dalam Perubahan Perilaku
Edukasi pencegahan harus diupayakan tanpa lelah, di tengah pandemi yang belum tahu kapan berakhir. Apalagi kita akan menghadapi tantangan libur panjang akhir tahun di mana kepatuhan terhadap 3M cenderung turun.
Akhir Juli lalu, Presiden Jokowi menginstruksikan jajarannya termasuk ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 untuk segera melakukan sosialisasi dan komunikasi yang efektif, mengubah perilaku masyarakat guna menekan kasus Covid-19.
Sejak organisasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 beralih jadi Satgas Penanganan Covid-19 awal September lalu, strategi penanganan Covid-19 berubah. Dari darurat kesehatan masyarakat menjadi ketahanan kesehatan masyarakat. Dengan sumber daya kesehatan terbatas, kita harus mengedepankan upaya pencegahan dan perubahan perilaku masyarakat sebagai ujung tombak penanganan Covid-19.
Baca juga: Mengapa Masyarakat Anggap Enteng Covid-19
Penanganan Covid-19 tak dapat hanya bergantung pada upaya kesehatan (vaksinasi dan pengobatan). Masyarakat harus merespons Covid-19 dengan tepat, melalui perilaku pencegahan penularan yang kita kenal 3M (memakai masker, menjaga jarak dan menghindari kerumunan, serta mencuci tangan pakai sabun di air mengalir).
Perilaku ini secara ilmiah terbukti efektif menekan risiko penularan hingga 99 persen. Disiplin kolektif 3M yang dibarengi upaya penanganan kesehatan 3T (tes, telusur, tindak lanjut) diharapkan mampu hentikan pandemi secepatnya.
Perilaku patuh 3M perlu diimbangi perilaku iman dan menjaga daya tahan (imunitas) tubuh.
Perilaku patuh 3M perlu diimbangi perilaku iman dan menjaga daya tahan (imunitas) tubuh. Oleh karena itu, Satgas mengembangkan narasi 3 wajib, yaitu wajib iman, aman, dan imun.
Baca juga: Pandemi dan Kesadaran Menjaga Kesehatan
Iman dimaknai beribadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Aman dengan cara patuh protokol kesehatan 3M. Dan imun adalah upaya masyarakat menjaga daya tahan tubuh dengan makanan bergizi, kesehatan mental yang baik, rajin berolahraga, istirahat cukup dan sebagainya.
Meskipun sadar perubahan perilaku butuh proses panjang, tetapi kita berpacu dengan waktu. Angka penularan masih tinggi sehingga perilaku 3M harus segera terwujud.
Penyusunan strategi bidang perubahan perilaku yang melibatkan 50 pakar multidisiplin, menetapkan empat jenis intervensi perubahan perilaku: nasihat (the sermon), dorongan (the nudge), insentif (the carrot) dan hukuman (the whip).
Strategi sermon melalui diseminasi informasi masif, memberi tahu masyarakat perilaku apa yang harus dilakukan dalam situasi wabah. Strategi nudge dengan mendorong perilaku yang diharapkan menjadi pilihan mudah untuk dilakukan. Kemudahan mengakses masker, tempat cuci tangan, tanda untuk jaga jarak dan sebagainya.
Satgas melalui berbagai media komunikasi juga mengulang-ulang pesan 3M dan bahaya Covid-19, termasuk menggunakan lagu. Mengutip ungkapan latin, repetitio est mater studiorum (pengulangan adalah inti dari pembelajaran), sehingga pesan 3M harus diulang-ulang agar jadi perilaku.
Baca juga: Evaluasi Komunikasi Pandemi
Strategi carrot melalui pemberian insentif bagi yang patuh. Strategi whip melalui pembebanan kewajiban atau larangan atas perilaku tak diinginkan sebagai perbuatan melawan aturan atau norma berlaku.
Sasaran intervensi dibagi jadi lima: individu, keluarga, komunitas, wilayah, institusi. Setiap sasaran menggunakan strategi berbeda. Sasaran individu menggunakan cohort analysis yang membedakan strategi menurut kelompok umur. Untuk membangun kesamaan pemahaman disusun buku pedoman perubahan perilaku. Disajikan dalam bahasa ringan dan ilustrasi menarik.
Satgas menggunakan tagline ”ingat pesan ibu” dengan harapan mudah diingat dan dapat diterima seluruh strata sosial.
Selanjutnya, Satgas bekerja sama dengan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud menerjemahkan buku itu dalam 78 bahasa daerah. Penggunaan bahasa yang mudah dipahami masyarakat akan menghasilkan komunikasi efektif dan berdampak positif terhadap perubahan perilaku. Satgas menggunakan slogan ”ingat pesan ibu” dengan harapan mudah diingat dan dapat diterima seluruh strata sosial.
Satgas menggandeng Kemendikbud untuk program edukasi perubahan perilaku melalui seluruh satuan pendidikan, mulai dari PAUD hingga perguruan tinggi. Guru dan dosen diminta mengedukasi peserta didik tentang bahaya Covid-19 dan pencegahannya, di setiap kegiatan belajar-mengajar. Satgas didukung BKKBN melakukan sosialisasi perubahan perilaku dengan mengerahkan petugas lini lapangan door to door mengedukasi keluarga.
Baca juga: Pandemi, Resesi, dan Mitigasi
Upaya mitigasi perubahan perilaku dilakukan dengan dukungan TNI melalui pembentukan kelompok penggerak di tingkat RT/RW, prioritas di wilayah dengan tingkat kepatuhan protokol kesehatan rendah.
Kampanye masif dibantu tim komunikasi publik melalui berbagai media, baik elektronik, cetak, daring, maupun medsos, terus dilakukan. ”Serangan udara” ini juga harus didukung ”serangan darat”. Untuk itu, dilakukan perekrutan duta perubahan perilaku, menggandeng berbagai elemen masyarakat seperti penyuluh lapangan, Satpol PP, Pramuka, perguruan tinggi, tokoh masyarakat, penyandang disabilitas, tokoh agama, pegawai, pemilik toko kelontong.
Selama pertengahan Oktober hingga 20 Desember 2020, jumlah duta mencapai 52.031 orang, tersebar di 33 provinsi dan 269 kabupaten/kota. Tugasnya menjadi teladan kepatuhan terhadap 3M, mengedukasi masyarakat tentang Covid-19, 3M dan iman-aman-imun, serta melaporkan kegiatannya melalui aplikasi monitoring perubahan perilaku. Dalam dua bulan terakhir, sudah diedukasi lebih dari 32 juta orang dan secara swadaya membagikan 10 juta masker kepada masyarakat.
Duta ini mengedukasi dari rumah ke rumah (50 persen), di jalan raya (12,5 persen), di pasar (8 persen), dan tempat umum seperti mal, restoran, kantor, sekolah, stasiun, tempat wisata. Masih ada penolakan sosialisasi oleh lebih dari 200.000 orang. Penolakan umumnya terjadi di bandara, stasiun dan terminal.
Baca juga: Pandemi di Puncak Bonus Demografi
Hal menggembirakan bahwa 35 persen dari 32 juta orang yang diedukasi berkomitmen melaksanakan 3M dan mengedukasi orang lain. Jika diasumsikan setiap orang tadi akan mengedukasi lima orang lainnya, ada tambahan 55 juta orang yang diedukasi.
Tantangan saat ini
Hasil survei BPS pada 7-14 September 2020 menunjukkan 17 persen responden yakin dirinya sangat tak mungkin tertular Covid-19. Keyakinan tertinggi ada di Maluku (29,18 persen) dan terendah di Yogyakarta (11,75 persen). Keyakinan tersebut tentu berdampak terhadap kepatuhan 3M. Padahal, Indonesia butuh kedisplinan kolektif, bukan hanya kedisiplinan personal sehingga kita harus membalikkan keyakinan mereka agar patuh 3M.
Kebiasaan 3M belum menjadi perilaku yang konsisten.
Dari monitoring Satgas, kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan sejak awal September hingga akhir Oktober lalu terus naik, mencapai 86,43 persen (memakai masker) dan 82,3 persen (menjaga jarak dan hindari kerumunan). Namun, sejak munculnya kasus kerumunan massa di minggu kedua November, hingga awal Desember kepatuhan turun drastis jauh di bawah 80 persen.
Baru sejak pilkada 9 Desember lalu kepatuhan memakai masker dan menjaga jarak perlahan naik di kisaran 70-80 persen. Kebiasaan 3M belum menjadi perilaku yang konsisten.
Baca juga: Susahnya Mengatasi Pandemi Covid-19 di Indonesia
Dari 513 kabupaten/kota yang dipantau, hanya 51,3 persen terkategori patuh dan sangat patuh. Masih ada 76 kabupaten/kota yang terkategori zona merah dalam hal kepatuhan memakai masker dan menjaga jarak. Daerah dengan kepatuhan menjaga jarak yang rendah dan padat penduduk, cenderung berpotensi jadi zona merah Covid-19.
Kita perlu belajar dari negara di Asia Timur yang jauh lebih sigap dalam menghadapi Covid-19 dibanding negara lain di dunia. Pengalaman pandemi seperti SARS atau H1N1 telah membangkitkan kesadaran masyarakatnya patuh 3M.
Edukasi pencegahan harus diupayakan tanpa lelah, di tengah pandemi yang belum tahu kapan berakhir. Apalagi kita akan menghadapi tantangan libur panjang akhir tahun di mana kepatuhan terhadap 3M cenderung turun.
Jika kita menargetkan perubahan perilaku segera terwujud, sosialisasi 3M harus diikuti pengawasan dan penerapan sanksi di lapangan. Peran Satgas daerah sangat penting dengan menggandeng aparat keamanan.
Berpacu dalam perubahan perilaku didasarkan pada keyakinan manfaat ganda. Dalam jangka pendek akan memutus rantai penularan Covid-19. Pada jangka panjang dapat mewujudkan masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat, terhindar berbagai penyakit infeksi, dengan ketahanan kesehatan yang tangguh.
(Sonny Harry B Harmadi, Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19)