Menjelang tutup tahun kita teringat kembali awal tahun, tepat 1 Januari 2020, ketika banjir besar mendadak menenggelamkan banyak daerah di Nusantara. Tak lama kemudian, pada 9 Januari 2020 diumumkan kasus kematian pertama akibat Covid-19 di Wuhan, China. Banyak yang tak menyangka bahwa infeksinya akan menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Infeksi bergerak sangat cepat secara global.
Selanjutnya, hingga saat ini, sudah banyak yang tidak dapat bertahan hidup dan harus terlebih dahulu meninggalkan kita. Lebih banyak lagi yang harus dirawat atau setidaknya menjalani isolasi mandiri. Kita belum bicara mengenai dampaknya pada dimensi ekonomi, sosial, dan psikologis pada kehidupan kita.
Merenungkan betapa sulitnya kehidupan umat manusia saat ini, saya menemukan tulisan Brady, Ardelt, Plews-Ogan dan Pole (2019) mengenai ”Adversity, Conflict, Wisdom” yang tampaknya cocok menjadi catatan akhir tahun kita. Singkat kata, kesimpulan mereka adalah: kesulitan hidup berperan penting dalam pengembangan kearifan.
Pukulan
Akibat tantangan yang dibawa oleh kesulitan yang kita hadapi, sering kita kehilangan kendali kita atas hidup kita. Meski demikian, tantangan itu sekaligus berhubungan dengan bertumbuhnya kearifan. Pertama, kita jadi mempertanyakan nilai-nilai dan hal-hal yang selama ini menjadi pusat perhatian kita. Kita berefleksi, dan dengan sendirinya memperdalam pemahaman mengenai hal-hal yang kita anggap penting, dengan berbagai alasannya.
Kita mungkin harus kehilangan pekerjaan, jatuh sakit, ataupun kehilangan orang terdekat. Hal itu menyebabkan kita mempelajari kembali, apa sesungguhnya tujuan karier kita. Kita juga merenungkan apa yang kita anggap penting. Jadi, kesulitan menghadirkan perspektif yang lebih mendalam, menjadi proses yang mempertajam fokus kita mengenai ”hal paling utama dalam hidup”.
Kesulitan membuat kita bertanya: apakah kita harus melanjutkan kebiasaan dan perilaku rutin yang selama ini kita jalankan? Ataukah kita harus berespons terhadap situasi dengan cara-cara baru?
Pengalaman hampir satu tahun ini menyadarkan kita bahwa kita harus mengembangkan rangkaian keterampilan baru untuk dapat menguasai situasi. Sebelumnya, kita telah memiliki asumsi atau kesimpulan mengenai hidup yang kita jalani. Tentang keteraturan, hal-hal yang tetap dan dapat diramalkan, serta kompetensi dan keterampilan yang perlu dimiliki untuk dapat menguasai keadaan.
Kenyataannya, kesimpulan kita tersebut digoyang dengan keras oleh yang terjadi dalam waktu cepat saat ini. Kesulitan menghadirkan anti-tesis baru. Lebih lanjut, apabila kita membuka diri, kita akan diarahkan pada sintesis yang baru, kearifan yang lebih besar lagi, tentang kebermaknaan hidup pasca-kesakitan yang kita alami. Kearifan tersebut, menurut Brady dkk, akan menyiapkan kita menghadapi tantangan kesulitan-kesulitan berikutnya. Jadi kearifan adalah proses dan sekaligus luaran dari pertumbuhan kita.
Keutamaan
Profesionalisme oleh Brady dkk disebut juga sebagai kearifan praktik, diperlukan hadir saat berbagai nilai berkonflik. Saat ini, apa yang harus aku dahulukan? Sebagai guru, dokter, psikolog, atau pemilik usaha, apa yang harus saya lakukan? Apa yang sangat dibutuhkan saat ini dan dapat kulakukan? Apakah sikap welas asih, keberanian, mengupayakan keadilan agar semua dapat mengakses layanan, atau menyebarkan optimisme dan harapan?
Psikologi positif bicara mengenai berbagai keutamaan, yang semuanya adalah sangat baik, dan memiliki sumbangannya dalam kehidupan. Ada kesederhanaan hidup, pengendalian diri, dan pemaafan untuk berendah hati bersedia menjalani protokol kesehatan. Hal tersebut amat diperlukan agar infeksi tidak menyebar tanpa kendali dan para petugas kesehatan di garis depan juga dapat terjaga kesehatannya.
Ada kemanusiaan dengan dimensinya seperti cinta, kepedulian, dan inteligensi sosial, yang amat penting hadir dalam pendekatan kita pada sesama manusia. Agar yang sakit atau terpuruk merasa dirangkul, bukan dikenai stigma atau dibiarkan terkatung-katung tanpa pertolongan.
Ada transendensi dengan aspek-aspeknya seperti kemampuan menghargai hal-hal sederhana, kebersyukuran, harapan, spiritualitas, bahkan humor. Semua perlu hadir agar situasi sangat sulit tidak dilihat sebagai akhir hidup yang sangat buruk, melainkan sebagai suatu proses sementara yang mengarah pada kebaikan.
Ada kebajikan dan pengetahuan dengan berbagai turunannya, seperti keterbukaan, rasa ingin tahu, kecintaan untuk belajar serta kreativitas. Ini amat dibutuhkan sehingga kita dapat menemukan pengetahuan baru dan pendekatan yang tepat untuk menangani berbagai dampak pandemi, ataupun menemukan vaksin.
Ada keberanian, dengan semangat, kegigihan dan integritasnya untuk mendobrak keengganan, rasa cemas, dan takut. Para petugas kesehatan di garis depan dan sukarelawan masyarakat mengisi bagian ini dalam menolong sesama. Terakhir, ada pula keadilan yang ditopang oleh kepemimpinan yang kuat sehingga keputusan terbaik dapat diambil untuk kebermanfaatan sebanyak mungkin orang.
Kita masing-masing memiliki keutamaan yang lebih menonjol dibandingkan dengan yang lainnya, dan juga dapat menguatkan keutamaan lain yang kita anggap sangat penting dan ingin kita kuatkan. Apabila pembaca berminat, dapat mencoba membuka tautan https://www.viacharacter.org/survey/surveys/takesurvey dan mengisi kuesioner yang ada untuk lebih memahami diri.
Bagaimanapun, penguatan keutamaan dan kearifan memerlukan kondisi sosial yang memungkinkannya berkembang. Perlu ada kelompok-kelompok dukungan dalam keluarga, di tempat kerja, dan dalam masyarakat. Diperlukan pula sistem yang menguatkan kerja sama masyarakat, bukan terfokus pada kepentingan individu saja, disertai kehadiran tokoh panutan yang memberikan inspirasi.
Selamat hari Natal bagi yang merayakannya, dan selamat Tahun Baru untuk kita semua. Semoga kita dapat menghadirkan kebaikan yang lebih banyak lagi di tahun mendatang.