Hari Ibu dan Tatanan Baru
Peringatan Hari Ibu tahun ini harus menjadi momentum membangkitkan kesadaran semua pemangku kepentingan tentang pentingnya menghapus diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan.
Hari Ibu 2020 memberi kesempatan membangun tatanan lebih setara, adil, dan lebih baik bagi perempuan lewat Covid-19.
Setiap tanggal 22 Desember kita memperingati Hari Ibu. Tahun ini pemerintah mengambil tema ”Perempuan Berdaya, Indonesia Maju”. Tema peringatan tahun ini lebih menggambarkan arti sesungguhnya peringatan Hari Ibu, yaitu menandai lahirnya pergerakan perempuan Indonesia.
Kita menginginkan pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak kali ini dapat meluruskan banyak pemahaman meleset di masyarakat yang mengartikan Hari Ibu sebagai Mother’s Day yang biasa diperingati di dalam budaya Barat. Sementara kita menghargai upaya untuk terus mengingat dan membalas jasa ibu di dalam keluarga, Hari Ibu yang kita peringati memiliki makna lebih luas dan menyeluruh untuk memperbaiki kondisi perempuan dan anak perempuan.
Pada 22 Desember 1928 untuk pertama kali organisasi-organisasi perempuan berkumpul di Yogyakarta. Meskipun disebut sebagai kongres nasional, hampir semua utusan yang hadir berasal dari organisasi perempuan di Jawa dan satu wakil dari Sumatera. Hal lain, kongres ini dihadiri utusan organisasi pemuda dan mendapat sambutan positif dari tokoh-tokoh nasional, penulis opini di surat kabar, selain pejabat Pemerintah Hindia Belanda. Para perempuan hadir memandang diri mereka sebagai orang Indonesia (Susan Blackburn, Kongres Perempuan Pertama, Tinjauan Ulang, 2007).
Baca juga: Perempuan Seputar Kemerdekaan
Sebelumnya, pada 22 Oktober 1928, organisasi pemuda dari sejumlah daerah mengucapkan Sumpah Pemuda yang menyatakan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa, yaitu Indonesia. Suasana kebangsaan itu pula yang mewarnai Kongres Perempuan tahun 1928 sehingga bahasa yang digunakan peserta kongres adalah bahasa Indonesia meskipun tidak semua cakap menggunakannya.
Apa yang dibahas di dalam kongres itu kita mengetahui, yaitu mengenai kondisi perempuan yang mengalami diskriminasi dan kekerasan. Perkawinan anak perempuan menjadi norma umum, poligami sangat mudah dilakukan, terjadi kawin paksa dan perceraian secara sewenang-wenang terhadap perempuan. Pendidikan bagi anak perempuan, hak kesehatan reproduksi, serta kondisi ekonomi perempuan menjadi isu yang juga dibicarakan.
Kesepakatan menjadikan tanggal 22 Desember sebagai tonggak lahirnya gerakan perempuan disampaikan dalam Kongres Perempuan Ketiga di Bandung tahun 1938. Presiden Soekarno menjadikannya hari peringatan nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959.
Menemukan relevansi peringatan Hari Ibu dengan kondisi perempuan Indonesia saat ini tidaklah sulit. Apa yang diperjuangkan di dalam Kongres Perempuan masih belum selesai dan harus terus diperjuangkan.
Baca juga: Latifah Nurahmi, Percaya Diri Peneliti Robot untuk Kemanusiaan
Banyak kemajuan sudah dicapai perempuan. Pada prinsipnya pemerintah mendukung penghapusan diskriminasi serta pemajuan kedudukan dan peran perempuan. Beberapa di antaranya adalah lahirnya Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Inpres ini menginstruksikan pengarusutamaan jender ke dalam seluruh proses pembangunan di tingkat pusat dan daerah.
Indonesia juga meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984. Indonesia juga mengikatkan diri pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan untuk menghilangkan kemiskinan dan salah satu prinsipnya menghapuskan diskriminasi dan kekerasan berbasis jender pada 17 tujuannya.
Data memperlihatkan posisi anak perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki lebih baik dalam Indeks Modal Manusia Indonesia seperti dicatat Bank Dunia. Indeks ini mengukur akumulasi layanan kesehatan dan pendidikan yang didapat seorang anak sejak lahir. Namun, hal itu tidak menjamin anak perempuan memiliki kesempatan setara dengan anak laki-laki di dunia kerja saat mencapai usia 18 tahun. Badan Pusat Statistik mencatat, tingkat partisipasi angkatan kerja laki-laki berkisar 82-83 persen, sementara perempuan 51-53 persen.
Pandemi Covid-19 meningkatkan kerentanan perempuan dalam berbagai aspek. Dari sisi ekonomi, perempuan berisiko kehilangan pekerjaan karena banyak bekerja di bidang yang terkena dampak pandemi cukup berat, yaitu sektor jasa akomodasi dan makan-minum. Pada Agustus 2020 rata-rata upah buruh laki-laki Rp 2,98 juta dan buruh perempuan Rp 2,35 juta. Juga lebih banyak perempuan bekerja di sektor informal nonpertanian dan menjadi pekerja paruh waktu. Lebih dari 50 persen perempuan tidak menggunakan teknologi informasi, kecuali di Jakarta.
Baca juga: Bom Waktu Perkawinan Anak
Pembatasan sosial karena pandemi meningkatkan beban perempuan yang secara sosial dikonstruksikan sebagai pengurus keluarga dan rumah. Data BPS menunjukkan, dua dari lima perempuan bekerja dan mengurus rumah tangga juga memiliki anak SD yang sedang bersekolah. Kekerasan terhadap perempuan meningkat selama pandemi seperti dicatat Komnas Perempuan. Jumlah perkawinan anak meningkat meskipun batas usia menikah anak perempuan sudah diubah oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjadi 19 tahun.
Daftar ketimpangan jender ini akan bertambah panjang apabila kita memasukkan Platform Beijing+20 dengan 12 prioritas aksi, yaitu perempuan dan lingkungan, perempuan dan kemiskinan, ekonomi, pendidikan, kesehatan, kekerasan, daerah konflik, pengambilan keputusan strategis, mekanisme kelembagaan, HAM, perempuan dan media, dan perempuan anak. Perempuan juga berhadapan dengan penundukan melalui konservatisme dan fundamentalisme beragama yang bahkan menyeret perempuan terlibat terorisme.
Pandemi mengajak umat manusia berubah menuju tatanan kehidupan baru yang lebih adil dan setara. Peringatan Hari Ibu tahun ini harus menjadi momentum membangkitkan kesadaran semua pemangku kepentingan tentang pentingnya menghapus diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan. Perempuan adalah separuh jumlah penduduk dan memberi perempuan kesempatan yang adil dan setara melalui keputusan lembaga-lembaga strategis akan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa.