Hak Perempuan Lanjut Usia
Penting ditinjau kemungkinan untuk menghidupkan kembali Komisi Nasional Lanjut Usia sebagai lembaga yang menjami terpenuhinya hak-hak masyarakat lanjut usia, terutama hak-hak perempuan lanjut usia.
Paparan hak perempuan usia lanjut tidak terlalu kerap muncul dalam bahasan mengenai hak-hak perempuan.
Agaknya, sudah saatnya kondisi perempuan lanjut usia diidentifikasi dan dipikirkan jalan untuk membantu mereka menjalani hidupnya. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia menjelaskan bahwa usia lanjut adalah mereka yang berusia 60 tahun ke atas. Rupanya, usia 60 tahun menjadi tolok ukur seseorang dianggap mulai menua.
Baca juga: Lansia dan Era Normal Baru
Seperti kata Zhou Daxin, pemenang hadiah sastra Mao Dun, ibarat langit yang menjadi gelap perlahan-lahan, demikianlah gambaran kehidupan manusia lanjut usia. Dalam konteks keseharian hidup di desa-desa di Indonesia, kehidupan manusia lanjut usia bagai lampu minyak yang meredup perlahan menjelang padam.
Bagi masyarakat, manusia lanjut usia harus diperlakukan hati-hati.
Bagi masyarakat, manusia lanjut usia harus diperlakukan hati-hati. Bagi si empunya usia lanjut, dirinya pun diingatkan untuk bertindak hati-hati karena mereka dianggap rentan dan diharapkan tidak terlalu aktif lagi. Namun, di sisi lain, apakah tatanan kehidupan dan peraturan yang berlaku dalam masyarakat, pelayanan publik, dan administrasi pelayanan negara yang tersedia siap untuk memenuhi kondisi orang-orang yang berusia lanjut?
Tatanan kehidupan
Data jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia adalah 25 juta dari 269,6 juta jiwa. Perempuan lanjut usia berjumlah 1 persen lebih banyak daripada penduduk lanjut usia laki-laki. Atau, perempuan 10,10 persen dibandingkan laki-laki 9,10 persen.
Jumlah ini diproyeksikan akan meningkat menjadi 57 juta jiwa atau meningkat sekitar 17,9 persen pada tahun 2045 (BPS, Bappenas, UNFPA, 2018). Artinya, 10 persen penduduk Indonesia lanjut usia sepatutnya dimasukkan ke dalam prioritas kerja pemerintah.
Baca juga : Tetap Produktif sebagai Warga Senior
Dalam tatanan kehidupan masyarakat di Indonesia, anggota keluarga lanjut usia akan tinggal bersama salah seorang anaknya. Namun, kebiasaan ini mulai terkikis dengan kondisi sosial dan ekonomi yang semakin sulit untuk menampung anggota keluarga, selain keluarga intinya.
Opsi pertama, bagi yang mampu secara sosial dan ekonomi, akan disiapkan pekerja rumah tangga atau perawat untuk mengurus anggota keluarga lanjut usia. Atau, variasi pertama, akan menempatkan anggota keluarga lanjut usia pada panti wreda.
Selain dikelola pihak swasta dengan biaya yang tidak murah, ada juga panti wreda yang dikelola negara. Sayangnya, jumlah panti wreda di seluruh Indonesia tak lebih dari 250 panti dan hanya mampu menampung sekitar 200.000 orang (BPS, 2019).
Baca juga : Hunian Ideal bagi Warga Lansia
Variasi kedua, anggota keluarga lanjut usia tinggal bersama dan menjadi pengasuh anak. Anggota keluarga lanjut usia diajak tinggal bersama dalam kondisi seadanya yang mereka mampu.
Opsi kedua, anggota keluarga lanjut usia tetap tinggal sendiri sesuai dengan kemampuannya. Kadang, orang yang berusia lanjut ini juga tidak mau pergi meninggalkan rumah yang telah menjadi tempat tinggalnya sejak puluhan tahun.
Dalam kondisi tatanan masyarakat seperti itu, bagaimana sebenarnya peraturan yang tersedia di Indonesia yang mengatur dan melindungi kehidupan orang lanjut usia, terutama perempuan. Apa yang menjadi hak hidupnya?
Indonesia memiliki peraturan untuk menjamin pemenuhan hak-hak orang lanjut usia, yaitu UU Nomor 13 Tahun 1998.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa tujuan pendirian negara Republik Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan masyarakat. Artinya, negara didirikan berlandaskan konsep welfare state atau negara yang mementingkan kesejahteraan.
Indonesia memiliki peraturan untuk menjamin pemenuhan hak-hak orang lanjut usia, yaitu UU Nomor 13 Tahun 1998. Berbagai hak orang lanjut usia telah dijamin oleh negara, tertera dalam Pasal 5 Ayat 2, yaitu hak atas pelayanan spiritual dan keagamaan, hak atas pelayanan kesehatan, hak atas pelayanan kesempatan kerja, hak atas pelayanan pendidikan dan pelatihan, kemudahan menggunakan fasilitas, sarana dan prasarana publik, kemudahan mendapatkan layanan bantuan hukum, perlindungan sosial, dan hak atas bantuan sosial.
Pelayanan publik
Dari pengamatan pribadi dan pengalaman kantor-kantor LBH APIK di Bali, Medan, dan Yogyakarta, orang lanjut usia, terutama perempuan, belum terpenuhi hak-haknya. Terutama terkait kemudahan dalam melaksanakan administrasi pelayanan negara dan perlindungan dari kekerasan.
Baca juga : Lansia Produktif dan Mandiri
Misalnya, pada tidak efisiennya pengurusan administrasi pelayanan bagi perempuan lanjut usia yang harus mengurus uang pensiun almarhum suaminya. Tidak menjadi masalah apabila perempuan lanjut usia itu memiliki anggota keluarga yang dapat membantu menguruskannya. Persoalan muncul apabila perempuan lanjut usia ini harus mengurus sendiri.
Data Susenas 2019 menunjukkan bahwa 9,38 persen atau 2,4 juta orang lanjut usia tinggal sendiri. Perempuan lanjut usia yang tinggal sendiri berjumlah tiga kali lipat dari yang laki-laki atau 13,39 persen. Ini artinya, perempuan lanjut usia yang tinggal sendiri bisa menjadi rentan secara ekonomi karena tidak mendapatkan kemudahan pelayanan untuk mengakses sumber daya ekonomi mereka.
Baca juga : Beri Lansia Kesempatan Bekerja
Informasi yang terhimpun pada kantor-kantor LBH APIK, menurut organisasi tersebut, belum memadai untuk menjadi rujukan bentuk serta kecenderungan kekerasan yang dialami oleh perempuan lanjut usia. Secara kualitatif, beberapa kasus menunjukkan bahwa perempuan lanjut usia mengalami tindak kekerasan, seperti ditinggal poligami dan dirampas haknya atas tanah dan rumah oleh anggota keluarganya.
Persoalan muncul apabila perempuan lanjut usia ini harus mengurus sendiri.
Ke depan, sangat diharapkan data ini diolah oleh LBH APIK untuk menjadi rujukan. Apabila hak-hak perempuan lanjut usia tersebut terpenuhi, konsep kesejahteraan yang diambil negara akan terwujud. Indonesia akan menjadi negara yang mengacu pada kesejahteraan warganya, termasuk warga perempuan lanjut usia.
Mungkin penting ditinjau kemungkinan untuk menghidupkan kembali Komisi Nasional Lanjut Usia sebagai lembaga yang menjamin terpenuhinya hak-hak masyarakat lanjut usia, terutama hak-hak perempuan lanjut usia?
Sita Aripurnami, Direktur Eksekutif Women Research Institute