Beralih ke saham yang sedang naik harganya lebih baik ketimbang mempertahankan saham yang masih saja terpuruk. Samalah seperti beralih dari mantan.
Oleh
Joice Tauris Santi
·4 menit baca
Harga-harga saham beberapa sektor, seperti keuangan, kembali menguat setelah sempat terpuruk akibat merebaknya pandemi Covid-19 pada pertengahan Maret lalu.
Di pasar modal, ada ungkapan bahwa krisis akan menghasilkan orang kaya baru. Para investor jangka panjang yang membeli saham-saham emiten dengan fundamental bagus pada akhir Maret lalu sudah merasakan keuntungan di pengujung tahun ini.
Akan tetapi, ada juga investor yang mengeluh tidak memperoleh hasil apa pun ketika pasar saham perlahan membaik, seperti sekarang ini. Ada kemungkinan, investor yang tidak kunjung memperoleh keuntungan ketika pasar saham sudah membaik tersebut melakukan beberapa kesalahan.
Salah satu kesalahan yang sering terjadi adalah terlalu cepat menjual saham. Harga saham di pasar modal terbentuk dari persepsi. Ketika pandemi merebak dan investor mengkhawatirkan pandemi akan memberikan pengaruh buruk pada beberapa emiten, mereka akan beramai-ramai menjual saham yang dimiliki. Akibatnya, harga saham turun.
Saat ini, suasana dipenuhi berbagai pertanyaan yang belum dapat dijawab, seperti tentang seberapa jauh pandemi akan memengaruhi suatu emiten, sampai kapan situasi buruk ekonomi berlangsung, dan bagaimana langkah pemerintah dalam menanggulangi pandemi.
Ada tiga tindakan yang dapat diambil dalam merespons situasi yang penuh ketidakpastian ini: menjual saham karena khawatir harganya akan terus merosot, tetap mempertahankan saham karena yakin harga akan berbalik, atau justru membeli saham lagi karena harganya murah, sedangkan nilai emiten sebenarnya tinggi.
Ketiga respons tersebut juga akan membawa konsekuensi berbeda pula. Investor yang melepaskan sahamnya ketika harga menurun akan membukukan kerugian. Ketika harga saham sudah naik kembali, investor ini sudah tidak lagi memiliki aset. Sebaliknya, investor yang tetap mempertahankan sahamnya atau menambah saham, akan menikmati keuntungan ketika harga saham kembali menguat.
Ketika krisis, ada beberapa saham yang harga pasarnya lebih rendah ketimbang harga sebenarnya (undervalue). Dengan sedikit lebih rajin menghitung berapa selisih harga pasar dan harga wajarnya, krisis akan memberikan peluang lebih banyak untuk menemukan saham-saham yang undervalue.
Beberapa parameter yang dapat dilihat untuk menentukan apakah saham itu undervalue atau tidak, antara lain, perusahaan tidak merugi. Dapat juga dilihat dari perhitungan price to book value (PBV) yang nilainya lebih kecil dari 1. Patokan lain adalah membandingkan harga saham dengan laba bersihnya, price to earning ratio (PER) emiten dengan rata-rata industrinya.
Investor yang cepat-cepat menjual saham karena harganya melorot, padahal secara fundamental bagus, akan ketinggalan ketika harga saham sudah mulai membaik.
Dana tunai
Ketika ketidakpastian terjadi di pasar saham, istilah cash is the king terkadang berlaku juga. Sebaliknya, ketika pasar saham sudah membaik dan dana tunai masih banyak, berarti investor tersebut sudah menjual sahamnya dan tidak berani membeli saham yang sudah kembali menanjak. Akibatnya, ketika harga saham sudah naik, investor itu tidak menikmati keuntungan.
Secara teknis, dengan melihat candle-candle yang terbentuk karena pergerakan harga saham, akan dapat memperkirakan apakah saham akan naik atau turun. Menunggu konfirmasi dari harga yang terbentuk dan bereaksi setelah ada konfirmasi arah akan mengurangi risiko kerugian.
Memang jarang ada investor yang benar-benar tepat mengetahui kapan terjadi pembalikan harga. Namun, dengan mengetahui tren pergerakan harga, kita dapat mendeteksi atau memperkirakan pembalikan arah harga saham dari turun berbalik menguat dan sebaliknya.
Dengan meluangkan waktu untuk mencermati tren dan menunggu konfirmasi harga yang terjadi, investor tidak akan ketinggalan tren pembalikan arah. Risiko tidak memahami tren dan ketinggalan akan membuat dana tunai menumpuk sehingga tidak bisa ikut menikmati keuntungan ketika harga berbalik menguat.
Tidak pindah saham
Beberapa industri terpukul karena pandemi. Perubahan yang terjadi karena pandemi membuat beberapa industri harus berjuang untuk mendapatkan kinerja yang bagus. Industri perhotelan dan penerbangan merupakan contoh sektor yang harus berjuang karena terjadi pandemi. Sebaliknya, perusahaan farmasi dan distribusi alat kesehatan menjadi sektor yang mendapatkan berkah dari pandemi.
Tetap mempertahankan saham dari emiten yang terkena dampak buruk akibat pandemi akan membuat investor tidak bisa menikmati keuntungan ketika pasar saham mulai menguat. Bisa jadi, harga saham-saham sektor yang terkena dampak buruk masih jeblok, sementara sektor lain yang mendapatkan dampak positif pandemi sudah melesat.
Beralih ke saham yang sedang naik harganya lebih baik ketimbang mempertahankan saham yang masih saja terpuruk. Samalah seperti beralih dari mantan.