Mencegah terjadi lonjakan kasus Covid-19 pada libur Natal dan Tahun Baru, pemerintah mewajibkan pelaku perjalanan di sejumlah daerah menjalani tesantigen.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Kebijakan pengetatan protokol perjalanan yang diputuskan dalam rapat koordinasi pemerintah pusat dan daerah pada 17 Desember 2020 tersebut, tepat adanya. Sayangnya, kebijakan itu dikeluarkan mendadak, terkesan tanpa persiapan matang.
Setiap liburan panjang, jumlah kasus terkonfirmasi positif Covid-19 melonjak. Apabila masa liburan Natal-Tahun Baru ini tidak diantisipasi segera, lonjakan kasus akan kembali terjadi dan bisa menjadi bencana besar bagi negeri ini.
Sejak November, jumlah kasus baru terus meningkat. Rata-rata kasus baru per hari dalam seminggu terakhir pada 19 Desember adalah 6.616 kasus. Padahal, per 1 November 2020, rata-rata kasus per hari adalah 3.296 kasus. Jumlah kasus kematian juga meningkat. Rata-rata kematian per hari dalam seminggu terakhir, per 19 Desember 2020, tercatat 143 orang. Padahal, per 1 November 2020 adalah 92 kasus.
Sejumlah ahli berpendapat, tes cepat antigen dapat membantu mencegah penyebarluasan pandemi. Tes cepat antigen, selain lebih murah, tetapi juga lebih cepat dibandingkan tes polymerase chain reaction (PCR). Pemerintah telah menetapkan harga tertinggi untuk tes cepat antigen sebesar Rp 250.000 untuk Pulau Jawa dan Rp 275.000 untuk luar Pulau Jawa. Sementara itu, harga tertinggi PCR Rp 900.000. Hasil tes cepat antigen bisa ditunggu sekitar 15 menit, sementara hasil tes PCR dalam beberapa jam hingga beberapa hari.
Dengan diwajibkannya tes cepat antigen bagi pengguna perjalanan di sejumlah daerah, mereka yang telah terinfeksi Covid-19 dan tanpa gejala akan lebih banyak yang terdeteksi dan lebih cepat dicegah menularkan kepada orang lain di daerah tujuan atau saat kembali ke kampung halaman.
Sejumlah daerah mulai menerapkan tes cepat antigen sebagai persyaratan masuk ataupun keluar kota, seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Malang, dan Bali. Akan tetapi, banyak juga yang tidak menerapkannya. Kota Tangerang Selatan adalah contohnya. Padahal, Tangsel adalah tetangga DKI Jakarta. Penerapan kebijakan ini menjadi parsial, tidak simultan, apalagi total.
Memperhatikan isi peraturan yang diterapkan di daerah- daerah pun beragam. Ada yang mensyaratkan tes cepat antigen hanya berlaku tiga hari, seminggu, bahkan dua minggu. Tak heran, banyak warga pun menjadi kebingungan.
Pemberlakuan secara mendadak juga mencemaskan pelaku usaha wisata karena membuat wisatawan batal berkunjung. Apabila kebijakan ini dipersiapkan jauh-jauh hari, diyakini akan lebih meminimalkan dampak ikutan tersebut.
Di era pandemi Covid-19 yang penuh ketidakpastian ini, kita memang perlu selalu siap dengan perubahan. Namun, bukan berarti semua hal dilakukan tanpa persiapan. Kebijakan yang tepat, cepat, tetapi terencana baik justru sangat diperlukan. Penanganan pandemi membutuhkan kecepatan juga keserentakan. Di sinilah kredibilitas pemerintahan diuji.