Berkelana dari Buku ke Buku
Seorang peresensi adalah pembaca sekaligus. Ia tidak hanya berhenti pada kerja membaca buku, tetapi juga menjadi seorang pengembara yang berkelana dari buku ke buku untuk menemukan yang berharga dari sebuah buku.
Judul buku: Inilah Resensi, Tangkas Menilik dan Mengupas Buku
Penulis: Muhiddin M Dahlan
Penerbit: Indonesia Boekoe
Tahun: Cetakan I, Februari 2020
Tebal: 256 Halaman
ISBN: 978-979-1436-60-1
Kerja membaca adalah kerja kebudayaan. Pekerjaan ini bukanlah pekerjaan yang terlihat langsung hasilnya. Terlebih apabila dinilai dari keuntungan materi seperti pekerjaan lain. Melelahkan memang, tetapi kebanyakan pekerja buku melakoni dengan cinta.
Setiap orang, siapa pun itu, sebenarnya amat sangat terbuka menjadi pembaca buku. Pembaca buku itulah kelak yang akan memanen, tidak hanya beragam kata-kata dan cakrawala hidup, tetapi juga kepuasan batin dan rohani.
Membaca buku saat ini cenderung kurang digandrungi, orang lebih memilih membaca berita, membaca yang serba ringkas, cepat, dan tentu saja sangat pragmatis. Orang menjadi lekas meletakkan buku, lekas mengakhiri apa yang ia baca.
Lalu, apa kelanjutan dari kerja membaca? Biasanya orang setelah membaca cenderung ”berhenti”. Artinya, membaca buku sekadar untuk mengetahui isi buku, sesekali bercerita kepada kawan tentang buku tadi, atau memotretnya lalu mengunggahnya di laman media sosial kita.
Ini yang kemudian membuat survei tingkat literasi kita minim. Pemaknaan ”minim” ini tidak hanya pada aspek kuantitas, tetapi juga kualitas. Banyak orang berhenti berliterasi setelah membaca buku. Padahal, kerja literat adalah kerja aktif dan tak lekas purna.
Gambaran mandeknya kerja membaca itu bisa dilihat dari para mahasiswa ”zaman now”. Kerja membaca seolah menjadi formalitas belaka. Membaca bagi mahasiswa kekinian cenderung paksaan dan tuntutan akademik bukan etos akademik. Alhasil setelah membaca, mereka biasanya berhenti pada tuntutan administratif perkuliahan semata.
Tentu ini tidak bisa digeneralkan, tetapi fakta membuktikan kebanyakan kampus kita cenderung kalah dibandingkan dengan kampus luar negeri karena kebanyakan sivitas akademika kita kurang etos untuk membaca, dosen kita kurang etos meneliti.
Apa yang mungkin kita kerjakan setelah membaca? Meresensi buku adalah jawabannya. Kerja resensi buku tidak bisa dianggap enteng. Kerja meresensi buku dicatat penting dalam sejarah perbukuan dan sejarah intelektual negeri kita. Kita akan menemukan kisah itu dalam buku Inilah Resensi (2020) yang ditulis oleh arsipis dan dokumentator Indonesia Boekoe, Muhiddin M Dahlan.
Muhiddin atau yang kerap disapa Gus Muh mengajak kita melakukan peziarahan tentang resensi buku. Gus Muh jeli mencatat sejarah perjalanan resensi buku dari masa ke masa. Dengan model penulisan seperti layar dalam film, Gus Muh membeberkan sekuil-sekuil contoh resensi yang sempat ramai diperbincangkan pada masa lalu.
Pada bagian satu buku ini, Muhiddin menunjukkan betapa para tokoh besar bangsa kita, seperti Soekarno, Hatta, Poerbatjaraka, P Swantoro, Sumitro Djojohadikusumo, dan HB Jassin tak hanya dekat dengan buku, tetapi juga resensi buku. Resensi buku juga menjadi catatan sejarah pemikiran.
Pada bagian kedua, buku ini menyajikan sejumlah resensi buku yang menuai kontroversi di masyarakat. Resensi buku mampu menjadi perbincangan serius, diperdebatkan, dan menjadi berita besar di media massa.
Resensi yang cukup menggegerkan publik pada masa lalu adalah resensi buku yang ditulis oleh Tjan Kim Bie yang diterbitkan di koran Tjhoen Tjhioe (1914). Ulasan Tjan Kim Bie atas buku Mata Gelap karangan Mas Marco justru membuat geger publik pada masa itu. Tjan Kim Bie menanggapi buku Mata Gelap karya Mas Marco dengan tanggapan miring.
Resensi buku itu pun berbuntut panjang dengan tulisan Mas Marco yang saling bersahut. Pada masa lampau, gairah intelektual bisa bermula dari perbincangan buku. Peristiwa ini tidak hanya menunjukkan bahwa pada masa lalu orang sudah menekuni buku, tetapi membuktikan peradaban literer pada masa lampau sudah cukup maju.
Dengan resensi, buku menjadi bernilai. Buku kemudian ramai, banyak diperbincangkan, dibeli dalam jangkauan yang lebih luas, itu terjadi karena peran resensi. Kerja meresensi buku bukan sekadar kerja membaca teks semata. Ia adalah kerja lanjutan mendialogkan antara di dalam teks dan di luar teks. Menangkap intisari buku, mengambil sudut pandang yang menarik dari buku, serta membabat habis isi buku adalah bagian dari kerja seorang peresensi buku.
Resensi menunjukkan kekuatan buku di hadapan pembaca. Resensi buku juga memiliki pengaruh kuat dalam memengaruhi respons masyarakat terhadap suatu buku yang diulas. Dengan resensi, buku tidak hanya tinggal dalam ruang yang singup, tetapi menjadi ramai dengan perbincangan dan ragam perspektif saat menjumpa publik.
Muhiddin mencatat buku yang diresensi dan menggemparkan publik Indonesia. Buku Detik-detik yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi (2006) yang ditulis Habibie membuat perbincangan atas buku itu justru melebar ke luar teks. Banyak orang-orang yang jadi saksi sejarah di buku itu menjadi news maker. Buku itu tidak hanya ramai dan laris tentunya, tetapi juga menggugah kesadaran berbangsa kita akan pentingnya peristiwa sejarah panjang demokrasi kita.
Muhiddin membuktikan diri sebagai pengarsip yang tekun. Selain buku, Inilah Resensi (2020) ia bersama Diana AV Sasa menerbitkan buku Para Penggila Buku: Seratus Catatan di Balik Buku (I:BOKOE, 2009) yang tebalnya mencapai 667 halaman. Ia telah membaca dan menghadirkan kebaruan tentang tips atau cara jitu mengulas buku. Buku ini tidak sekadar memperlihatkan kepada pembaca tentang bagaimana tipologi resensi dari masa ke masa, tetapi juga menunjukkan kiat sederhana menuliskan timbangan kita terhadap buku.
Buku memberikan gambaran tentang bagaimana menjalani laku seorang pembaca. Seorang peresensi adalah pembaca sekaligus. Ia tidak hanya berhenti pada kerja membaca buku, tetapi juga menjadi seorang pengembara yang berkelana dari buku ke buku untuk menemukan yang berharga dari sebuah buku.
(Arif Saifudin Yudistira, Tuan Rumah Pondok Filsafat Solo, Ketua Sarekat Taman Pustaka Muhammadiyah Rumpun Komunitas)