Strategi Vaksin Covid-19
Sebanyak 1,2 juta dosis vaksin Sinovac sudah dikirim ke Indonesia. Selama ini, vaksin tersebut diketahui aman, tetapi efikasi belum diketahui. Penerima vaksin masih harus mematuhi protokol kesehatan.
Untaian materi genetik virus penyebab kluster radang paru di Wuhan, China, dalam waktu singkat dapat dipetakan. Penyakit radang paru itu lalu disebut Covid-19 dan virus penyebabnya dinamakan SARS-CoV-2.
Dua bulan kemudian, Moderna, sebuah perusahaan obat dan vaksin yang berlokasi tidak jauh dari Universitas Harvard dan MIT di Amerika Serikat, telah mengawali uji klinis vaksin andalannya untuk melawan Covid-19. Produk yang dihasilkan oleh Moderna adalah potongan RNA virus hasil sintesis secara kimiawi.
Tantangan vaksin RNA adalah bagaimana memasukkannya ke dalam sel sehingga tubuh manusia dapat memproduksi protein virus (sesuai kode RNA) untuk memicu respons imun.
Baca Juga: Enam Bulan Melawan Covid-19
Sepasang suami-istri asal Turki bernama Sahin dan Tureci membangun perusahaan yang mendadak bernilai triliunan rupiah, bernama BioNTech yang berlokasi di Jerman. Pasangan imigran itu telah berhasil menciptakan sintesis RNA virus Covid-19 di laboratorium dan mengujinya pada hewan percobaan.
Mengendus prospek yang sangat menguntungkan, raksasa perusahaan obat dan vaksin Pfizer (AS) menggandeng BioNTech dan segera melakukan uji klinis vaksin RNA melawan Covid-19. Produk Pfizer-BioNTech memanfaatkan partikel nano untuk membungkus RNA sintetis yang dapat memasuki sel manusia sehingga kemudian memproduksi protein virus untuk membangkitkan reaksi kekebalan.
Pada 11 Desember 2020, Pemerintah AS telah memberikan izin pemakaian (emergency use) vaksin bikinan Pfizer-BioNTech.
Vaksin yang ditawarkan oleh Moderna dan Pfizer-BioNTech telah menjalani uji klinis dengan hasil efikasi lebih dari 90 persen. Kedua produk vaksin itu tidak hanya populer di AS, tetapi juga di Eropa dan negara-negara lain, dengan syarat mampu menjamin rantai dingin pada suhu minus 20 derajat celsius untuk produk Moderna dan minus 70 derajat celsius untuk vaksin buatan Pfizer-BioNTech.
Baca Juga: Tidak Ada Vaksin Gratis
Sampai saat ini belum ada vaksin RNA yang digunakan pada manusia. Vaksin RNA diberikan pada hewan, misalnya melawan penyakit virus West Nile yang menyerang dan dapat mematikan seekor kuda yang terinfeksi. Pada saat ini terdapat sepuluh calon vaksin RNA atau DNA Covid-19 yang telah memasuki uji klinis fase I (untuk melihat keamanan) sampai dengan fase III (untuk menguji efikasi dengan sampel yang cukup besar).
Vaksin subunit
Calon vaksin Covid-19 dari seluruh dunia yang sudah memasuki uji klinis paling banyak (14 calon) terbuat dari protein subunit virus. Sebagian besar protein yang digunakan adalah spike atau tonjolan mahkota virus yang memungkinkannya mengait reseptor yang ada di permukaan sel.
Sampai saat ini belum ada vaksin RNA yang digunakan pada manusia.
Respons imun terhadap protein spike tersebut menggagalkan masuknya virus ke dalam sel sehingga tidak bisa memperbanyak diri di dalam sel. Karena hanya berupa potongan protein, vaksin jenis ini sangat aman, tetapi kurang kuat untuk memicu respons kekebalan.
Vaksin protein subunit sudah digunakan pada manusia, misalnya vaksin melawan hepatitis B dan pertusis (batuk rejan). Agar dapat menimbulkan reaksi kekebalan yang cukup efektif, vaksin subunit membutuhkan adjuvant.
Baca Juga: Jalan Pintas Vaksin, Amankah?
Salah satu platform vaksin Merah Putih yang akan dikembangkan oleh para peneliti Universitas Gadjah Mada berupa protein subunit spike virus, dengan adjuvant nanopartikel carbonated hydroxyapatite. Hanya ada satu adjuvant yang telah diizinkan untuk pembuatan vaksin di AS, yakni alum (garam aluminium), sementara jenis adjuvant lain harus menjalani uji praklinis sebelum dicobakan pada manusia.
Lembaga regulasi produk kedokteran dan kesehatan (MHRA) Inggris telah memberi lampu hijau atas pemakaian vaksin yang dibuat Pfizer-BioNTech, sepuluh hari sebelum izin diberikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) di AS.
Vaksin memang tidak mengenal batas negara. Masyarakat Inggris memiliki produk kebanggaan nasional, yakni vaksin AstraZeneca, yang telah menjalani uji klinis fase III. AstraZeneca merupakan vaksin pertama di antara vaksin-vaksin lain, yang dipublikasikan di jurnal internasional bereputasi, Lancet, sehingga keamanan dan efikasinya dapat dievaluasi oleh masyarakat luas.
Dapat disimpulkan bahwa AstraZeneca merupakan vaksin yang aman. Pada uji klinis ditemukan bahwa 1,7 persen yang tidak mendapat vaksin (placebo) terinfeksi oleh virus Covid-19, sementara di antara yang mendapat vaksin AstraZeneca sebanyak 0,5 persen yang mengalami infeksi. Dengan demikian, efikasi virus, dihitung dengan formula yang disepakati, adalah (1 – 0,5/1,7) x 100 persen, yakni 70 persen.
AstraZeneca terbuat dari Adenovirus yang menginfeksi simpanse, dengan modifikasi agar tidak menimbulkan penyakit pada manusia dan disisipi oleh gen dari spike protein virus penyebab Covid-19.
Baca Juga: Tak Hanya Andalkan Vaksin
Menarik ajakan untuk menggabungkan calon vaksin AstraZeneca dan Sputnik V bikinan Gamaleya, Rusia, dalam uji klinis bersama. Untuk pertama kali dalam sejarah, dua calon vaksin dengan platform yang sama dikembangkan oleh produsen berasal dari negara berbeda, dicampur, dan menjalani suatu uji klinis bersama-sama. Padahal, Sputnik V sudah diregistrasi dan digunakan (emergency use) untuk tenaga kesehatan di Rusia.
Penggunaan Adenovirus sebagai vektor untuk vaksin juga merupakan salah satu pilihan platform pengembangan vaksin Merah Putih yang akan dilaksanakan oleh tim dari Institut Teknologi Bandung dan Universitas Airlangga.
Vaksin untuk masyarakat Indonesia
Vaksin melawan Covid-19 yang akan digunakan oleh sebagian besar penduduk di Indonesia, sedang dalam proses uji klinis fase III di Indonesia, Brasil, dan Turki, dikembangkan oleh Sinovac, China.
Kandidat vaksin tersebut dibuat secara konvensional dengan menonaktifkan materi genetik virus, sementara protein virus diharapkan memicu respons imun, sementara virus tidak mampu memperbanyak diri. Contoh vaksin yang dibuat dengan cara inaktivasi, seperti terhadap penyakit polio (rancangan Jonas Salk) dan rabies, merupakan vaksin yang terbukti efektif dan aman selama hampir setengah abad.
Baca Juga: Vaksinasi Covid-19
Uji klinis vaksin Sinovac di Brasil sempat dihentikan karena ada kasus kematian, yang kemudian diketahui tidak terkait dengan vaksin. Data efikasi vaksin Sinovac hasil uji klinis di Brasil akan dilaporkan pada Desember ini. Serokonversi atau kemunculan antibodi sebagai respons terhadap kandidat vaksin Sinovac di antara sukarelawan uji klinis di Indonesia dilaporkan mencapai 97 persen, tetapi daya perlindungan terhadap infeksi virus Covid-19 belum diketahui.
Sebanyak 1,2 juta dosis vaksin Sinovac sudah dikirim ke Indonesia. Selama ini vaksin tersebut diketahui aman, tetapi efikasi belum diketahui. Penerima vaksin masih harus menjaga jarak dan mematuhi protokol kesehatan seperti mereka yang belum menerima vaksin. Hanya mereka yang berusia 18-59 tahun boleh mendapat vaksin Sinovac karena uji klinis membatasi subyek pada rentang umur tersebut.
Mereka yang berusia 60 tahun atau lebih dapat menunggu kedatangan vaksin Pfizer, Moderna, atau kombinasi AstraZeneca dan Sputnik V.
Hari Kusnanto Guru Besar, Departemen Kedokteran Keluarga dan Komunitas, FKKMK, Universitas Gadjah Mada.