Beckham, Shin Tae-yong, dan Serdy Ephy Fano
David Beckham tidak disiplin dan mendapat sanksi dari MU. Serdy Ephy Fano dan dua rekannya di Timnas U-19 juga diberi sanksi karena tidak disiplin. Kini, pelatih Shin Tae-yong tidak disiplin dan belum ada sanksinya.
Masih ingatkah dengan perseteruan keras antara Sir Alex Ferguson dan David Beckham ketika sama-sama masih membela Manchester United di Liga Inggris? Dua sosok tersebut sangat berperan bagi keharuman prestasi MU pada era awal tahun 2000-an. Di bawah bimbingan Ferguson sebagai pelatih dan Beckham sebagai salah satu pilar utama di lapangan, MU seakan-akan tidak ada lawan di Liga Inggris.
Akan tetapi, pada 2003 mendadak muncul sebuah kejadian yang kemudian mengawali kepergian Bekcham ke Real Madrid. Di kamar ganti seusai ditekuk Arsenal, 0-2, di kancah Piala FA di markas MU, Stadion Old Trafford, Ferguson sangat marah. Kemarahan Ferguson itu muncul tidak saja karena MU dipermalukan Arsenal di kandang sendiri, tetapi gara-gara penampilan Beckham yang tidak optimal.
Bagi Ferguson, Beckham sangat tidak disiplin memainkan peranannya di lapangan hijau dan berbuntut kekalahan bagi MU. Di mata Ferguson, Beckham tidak melakukan apa yang diinstruksikan sang pelatih sebelum pertandingan. Karena ketidakdisiplinan Beckham itulah MU akhirnya dipermalukan Arsenal.
Di kamar ganti pakaian, perseteruan keduanya terjadi dan memuncak. Di ujung pertengkaran tersebut, Ferguson menendang tumpukan pakaian dan sepatu, dan salah satu sepatu melayang ke pelipis kanan Bekcham yang membuatnya terluka.
Beberapa bulan kemudian, Ferguson dan MU melepaskan Beckham ke Real Madrid dengan nilai kontrak 25 juta poundsterling. Nilai penawaran Real Madrid itu membuat Beckham menjadi pemain MU termahal saat itu.
Dalam beberapa aspek, sangat tidak aple to aple memosisikan dan membandingkan David Beckham dengan Shin Tae-yong (STY), dan juga dengan mantan pemain timnas U-19 Serdy Ephy Fano. Beckham adalah seorang pemain dengan reputasi dunia. Tidak demikian dengan STY apalagi Serdy.
Baca juga: Tisha yang Memulai, Tisha yang Diakhiri
Yang mau saya sorot di sini, di balik perbedaan yang sangat tidak sebanding itu, ketiga sosok ini dalam konteks sebagai orang yang terlibat aktif di sepak bola, baik sebagai pemain maupun ofisial, ketiganya memiliki satu kesamaan, yaitu ketidakdisiplinan.
Ibul pantas marah
Pada sebuah meme yang muncul di media sosial dalam pekan ini, Ketua PSSI Mochamad Iriawan atau biasa disapa Iwan Bule (Ibul) pantas marah dan berang melihat sikap STY yang tidak disiplin, dan melanggar komitmennya sendiri. Di meme tersebut Ibul mengatakan: ”Shin Tae-yong pelatih yang keras kepala.”
Dalam kapasitasnya sebagai penanggung jawab tim nasional, sesuai Keputusan Presiden (Keppres) tentang Piala Dunia U-20, Ibul wajib menjaga dan mengawal timnas sejak persiapan sampai dengan Hari-H kejuaraan dimulai. Ada target dan misi yang harus digolkan Ibul dan timnas, yaitu minimal lolos dari babak penyisihan grup sesuai dengan permintaan dan instruksi Presiden Joko Widodo.
Sebagai orang yang dipercayakan Presiden untuk membawa timnas berprestasi di Piala Dunia nanti, Ibul harus bersikap tidak tebang-pilih di timnas. Ketegasan Ibul ini memang dibutuhkan agar tidak ada yang main-main, baik itu pelatih, ofisial, maupun pemain.
Baca juga: PSSI Perlu Siapkan Tim Cadangan U-19
Bila perlu, Ibul tidak hanya lips service di media saja, tetapi perlu diikuti tindakan nyata dan langkah konkret bagi siapa saja yang tidak disiplin di timnas agar diberikan sanksi tegas. Tiga pemain sudah menjadi korban dari ketidakdisiplinan dalam tim. Untuk itu, hal yang sama patut dijatuhkan kepada ofisial jika ada yang main-main dengan sikap tidak disiplin.
Bukan rahasia lagi bahwa STY pernah berlambat-lambat kembali ke Jakarta untuk memulai persiapan latihan. Itu terjadi di bulan Juli-Agustus lalu. Bahkan, sempat tersiar berita, STY akan diganti jika dia tidak segera hadir di Jakarta pada bulan Agustus. Ancaman tersebut akhirnya membuat STY buru-buru ke Jakarta awal Agustus, dan memimpin tim dalam persiapan ke Kroasia.
Kini, STY kembali berulah dengan mangkir dari perjanjian untuk hadir di Jakarta per 1 Desember setelah mengambil hak liburannya sejak awal November lalu ke Korea Selatan. Apakah keterlambatan STY hadir di Jakarta ini bakal dikenai sanksi administrasi sampai pada denda materi. Yang pasti, Ibul tidak boleh membiarkan STY terus berulah seperti ini karena ketika pemain tidak disiplin, STY sebagai pemegang otoritas tertinggi atas pemain langsung mengambil sikap keras dengan memecat pemain bersangkutan.
Kemarahan yang sama dari Ibul diperlihatkan oleh Direktur Tim Nasional PSSI Indra Sjafrie. Indra menyebut STY sebagai pelatih yang tidak disiplin dan tidak memegang komitmennya. ”Dia kini sudah terlambat 11 hari. Seharusnya dia sudah tiba di Jakarta per 1 Desember lalu sesuai perjanjiannya,” kata Indra.
Baca juga: Antara PSSI dan Piala Dunia U-20
Ibul mungkin tidak perlu bersikap seperti Ferguson yang tidak segan-segan melabrak Beckham di kamar ganti. Namun, apa pun tegurannya, Ibul harus berikan kepada STY atas sikapnya yang tidak disiplin tersebut. Teguran itu kemudian disiarkan ke media sehingga akan menjadi peringatan kepada STY bahwa masyarakat dan pencinta sepak bola di Tanah Air tetap menginginkan yang terbaik dari STY untuk timnas kita.
STY boleh saja beranggapan bahwa kinerjanya atas timnas sampai saat ini cukup baik. Namun, dia pun harus menyadari bahwa misi utamanya masih jauh. Dia masih harus membuktikan kehebatannya sebagai pelatih di Piala Dunia U-20 tahun depan.
Uang rakyat Rp 56 miliar yang digelontorkan pemerintah bagi Timnas U-19 dalam masa persiapan saat ini adalah jumlah yang tidak sedikit. Apalagi, angka tersebut adalah yang pertama diberikan pemerintah bagi pembinaan sepak bola di Tanah Air. Rakyat dan komunitas sepak bola nasional tetap mengawal dari luar, sejauh mana trio Ibul-STY-Indra Sjafrie akan memberikan hasil sebanding dengan biaya yang sudah dikucurkan.
Begitu seriusnya Presiden dan pemerintah terlibat dalam persiapan penyelenggaraan Piala Dunia ini sehingga timnas yang bakal menjadi ujung tombak keharuman nama bangsa dan negara diperlakukan bagaikan ”anak emas”. Lewat Menpora Zainudin Amali, pemerintah akan mendukung penuh timnas dalam segi pendanaan. ”Pemerintah terus mendukung persiapan timnas, dan bila perlu akan menambah biaya persiapan jika timnas harus berlatih lebih lama di luar negeri,” kata Amali yang juga Ketua INAFOC (ketua penyelenggara).
Mengambil hikmah
Belajar dari kesalahan yang dilakukan Serdy, pemain lainnya dalam timnas sebaiknya mengambil hikmah untuk tidak melakukan kekeliruan dan kesalahan yang sama. Dua kali Serdy harus berurusan dengan masalah disiplin dalam tim, dan yang terakhir membuat kesempatannya untuk membela timnas tertutup.
Baca juga: Basoeki Dijagokan Pimpin PSSI
Pemain asal Ternatte yang begabung dengan klub Liga 1 Bayangkhara FC ini pernah dipecat oleh STY karena tindakan indisipliner saat tim akan bertolak ke Kroasia bulan Agustus. Namun, STY masih berbaik hati karena sekembalinya tim dari Kroasia, Serdy dipanggil untuk bergabung kembali dalam tim.
Sayang, kesempatan kedua yang begitu mahal diberikan pelatih kepadanya tidak dimanfaatkan dengan baik. Untuk kedua kali, Serdy melakukan pelanggaran disiplin dengan terlambat hadir di latihan sehingga STY akhirnya mendepaknya. Bahkan, bukan rahasia lagi bahwa ketidakdisiplin Serdy ini tidak saja akibat terlambat hadir di latihan, tetapi juga ia sempat keluar malam dan baru kembali ke hotel saat dini hari.
Selain Serdy, timnas juga melepas adalah Mochamad Yudha Febrian. Satu pemain lagi yang pernah dilepas karena tindakan indisipliner adalah Ahmad Afhridzal.
Baca juga: Mengukur Jadi atau Tidaknya Piala Dunia U-20
Bagi Serdy, Febrian, dan Afhridzal, kesempatan bagi mereka masih ada. Namun, mereka harus menjauhkan sikap cepat berpuas diri. Awal kehancuran karier seorang pemain adalah jika pemain itu sudah menganggap dirinya sebagai pemain hebat dan dibutuhkan dalam tim. Dalam usia mereka saat ini, sepuluh tahun ke depan adalah periode emas sebagai pemain bola. Untuk itu, mereka harus mengubah diri dan memanfaatkan kesempatan serta peluang yang ada untuk menjadi pemain hebat pada masa mendatang.
Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang daripada jalan itu.
Serdy, Febrian dan Afhridzal, kalian mungkin menganggap diri kalian sudah hebat, tetapi itu masih sebatas untuk diri kalian sendiri. Kalian belum memberikan apa-apa bagi sepak bola itu sendiri dan juga belum untuk nama baik bangsa dan negara.
Baca juga: Perjudian Itu Telah Berakhir
Belajar dan mengambil hikmah dari tiga pemain di atas, maka pemain lainnya dalam timnas saat ini sebaiknya membuang jauh-jauh sikap berpuas diri dan tetaplah fokus dalam pembinaan dan latihan di pelatnas. Selamat berjuang, kami semua ada di belakang kalian adik-adik…!