Vaksin sebagai Barang Publik
Program Vaksin Mandiri tidak hanya salah kaprah secara teori kesehatan publik, tetapi juga tidak rasional secara teori ekonomi publik.
Kita tidak perlu berdebat lama dengan siapa pun untuk mengatakan bahwa Indonesia telah kalah dalam perang melawan pandemi Covid-19.
Juga tidak perlu menjadi seorang epidemiolog ulung untuk menunjukkan bukti bahwa pemerintah kewalahan dalam menangani penyebaran Covid-19 di seluruh Indonesia. Memasuki bulan ke-10, jumlah kasus yang terkonfirmasi secara resmi menunjukkan kurva yang terus naik.
Jika di negara lain kurva pandemi sempat menurun sebelum kembali naik, di Indonesia kurva pandemi belum pernah turun sama sekali. Sampai sekarang Indonesia masih berada dalam gelombang pertama yang terus menjulang dengan angka kematian yang terus naik.
Baca juga: Penerimaan terhadap Vaksin Covid-19 Masih Rendah
Pada saat bersamaan, Indonesia salah satu negara dengan tingkat pengetesan Covid-19 paling rendah di dunia. Ada yang beranggapan tidak adil untuk mengatakan semua masalah pandemi ini adalah semata kesalahan pemerintahan Joko Widodo karena bagaimanapun ada bagian di mana masyarakat memiliki andil dalam memperlambat pengendalian penularan yang terjadi.
Namun, perlu dicatat bahwa wabah penyakit adalah bencana yang sedikit berbeda dengan jenis bencana lainnya. Penanganan wabah penyakit membutuhkan respons kolektif yang harus terorganisasi dengan baik dan sistematis.
Penanganan wabah penyakit membutuhkan respons kolektif yang harus terorganisasi dengan baik dan sistematis.
Hanya mengandalkan kesadaran masyarakat pada level individu tidak cukup untuk mengurangi laju penularan yang terjadi melalui interaksi sosial yang begitu masif. Artinya, peran pemerintah sebagai pemegang kendali otoritas publik menjadi sangat krusial dalam mitigasi pandemi. Kapasitas pemerintah dalam merespons krisis yang terjadi inilah yang menentukan keberhasilan suatu negara dalam perang melawan virus korona.
Selama sembilan bulan terakhir terhitung sejak kasus Covid-19 terkonfirmasi secara resmi, Pemerintah Indonesia kelihatan gagap dalam memanfaatkan peluang yang ada untuk menekan laju penularan.
Baca juga: Risiko Covid-19 Masih Tinggi di Masa Transisi
Mulai dari penutupan bandara, penutupan Kota Jakarta sebagai episentrum, hingga pembatasan mobilitas penduduk, khususnya di Pulau Jawa, adalah contoh kegagalan pemerintah dalam memahami akar masalah pandemi hingga akhirnya Indonesia menjadi negara dengan jumlah kasus dan kematian tertinggi di Asia Tenggara.
Persiapan vaksinasi
Mungkin saat ini kita bisa sedikit lega karena Indonesia mendapat peluang baru untuk mengendalikan penyebaran virus korona secara lebih efektif. Peluang tersebut adalah penggunaan berbagai jenis vaksin yang dibuat oleh berbagai industri farmasi asing, khususnya dari China. Upaya pemerintah pusat mendapatkan vaksin dari luar bagaimanapun harus diapresiasi.
Baca juga: Bio Farma Olah 36 Juta Vaksin hingga Februari 2021
Proses mendapatkan vaksin dalam waktu dekat sangat kompetitif karena Indonesia harus berhadapan dengan negara-negara ekonomi maju, seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan Swedia. Untuk mengantisipasi ini, Menteri Kesehatan telah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Nomor HK.01.07/Menkes/9860/2020 pada 3 Desember 2020 yang mengatur pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di seluruh Indonesia.
Upaya pemerintah pusat mendapatkan vaksin dari luar bagaimanapun harus diapresiasi.
Ini tentunya kabar baik yang harus disambut oleh kita semua. Terlebih lagi dosis awal vaksin Sinovac sudah tiba di Indonesia dan siap dipakai menunggu persetujuan dari BPOM. Karena itu, program vaksinasi Covid-19 ini patut didukung sepenuhnya oleh seluruh masyarakat Indonesia. Masalahnya, ada sesuatu yang mengganjal dalam cara pemerintah mengatur program vaksinasi Covid-19, dan ini bisa menyebabkan Indonesia sekali lagi gagal dalam menangani pandemi melalui vaksinasi.
Mari kita cermati secara rinci program vaksinasi Covid-19 yang akan dilakukan pemerintah. Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan, program vaksinasi dibagi dua. Program pertama dilakukan Menteri Kesehatan, di mana vaksin virus korona akan diberikan secara gratis kepada 32 juta lebih warga negara Indonesia yang mencakup tenaga kesehatan, pelayan jasa publik, dan peserta BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Baca juga: Skema Vaksinasi Siap dalam 1-2 Pekan
Program kedua dilakukan Menteri BUMN dengan program bertajuk ”Vaksin Mandiri”, yang artinya vaksin dijual kepada kelompok yang mampu membeli. Target program Vaksin Mandiri 100 juta orang lebih. Kita belum tahu berapa harga yang harus dibayar warga negara Indonesia yang masuk dalam kategori Vaksin Mandiri.
Tentunya tergantung jenis vaksin yang digunakan, dan di sinilah letak masalahnya karena program Vaksin Mandiri yang dikelola Menteri BUMN bisa disebut sebagai komersialisasi vaksin yang sangat tidak tepat dalam konteks penanganan pandemi.
Tujuan utama vaksinasi adalah tercapainya tingkat kekebalan kolektif (herd immunity). Kekebalan kolektif adalah suatu kondisi yang menunjukkan semua warga masyarakat akan mendapatkan keuntungan secara bersama-sama karena terbebas dari wabah.
Jika masih ada kelompok tertentu di masyarakat yang rentan tertular Covid-19, kerentanan ini tidak hanya menjadi ancaman bagi kelompok atau individu tersebut, tetapi ancaman terhadap seluruh masyarakat. Karena itu, vaksin seharusnya dilihat sebagai barang publik.
Karena itu, vaksin seharusnya dilihat sebagai barang publik.
Salah kaprah komersialisasi vaksin
Sesuatu disebut barang publik ketika barang tersebut dapat dimanfaatkan oleh semua orang tanpa terkecuali. Jika seorang menggunakan barang tersebut, tidak akan ada orang lain yang dirugikan. Sebagai contoh lampu listrik di jalan. Siapa pun bisa menggunakan tanpa harus membayar karena lampu listrik ini disediakan pemerintah dengan menggunakan uang pajak dari warga negara.
Baca juga: Pemerintah Tetapkan Jenis Vaksin untuk Vaksinasi Covid-19
Vaksin virus korona tidak berbeda dengan lampu listrik di jalan. Setiap warga negara seharusnya memiliki hak yang sama untuk mendapatkan vaksin virus korona secara gratis melalui subsidi penuh dari pemerintah. Ini yang dilakukan bahkan oleh negara kampiun neoliberal, seperti Amerika Serikat dan Inggris, yang memberikan vaksin Covid-19 secara gratis kepada semua warga negara mereka.
Karena itu, adalah sangat janggal ketika Pemerintah Indonesia memutuskan melakukan program Vaksin Mandiri. Program ini dapat membuat proses vaksinasi Covid-19 menjadi tidak pasti karena tidak ada jaminan setiap warga Indonesia yang tidak mendapatkan vaksin gratis mau dan mampu membayar biaya vaksin.
Padahal, target jumlah populasi ini sangat besar. Ketika target ini sulit tercapai, pengendalian pandemi di Indonesia menjadi taruhannya. Artinya, program Vaksin Mandiri tidak hanya salah kaprah secara teori kesehatan publik, tetapi juga tidak rasional secara teori ekonomi publik. Program ini hanya memamerkan blunder pemerintah dalam mencari solusi cerdas untuk mengendalikan pandemi yang sudah memakan begitu banyak korban.
Apakah Indonesia akan jatuh ke lubang kegagalan lagi?
Sulfikar Amir, Associate Professor dan Pakar Sosiologi Bencana Nanyang Technological University.