China menolak tekanan dan meredam pihak yang dipersepsikan bersekutu dengan asing, dalam hal ini Hong Kong.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Presiden China Hu Jintao pernah berbicara soal demokratisasi. Bukan versi Barat, tetapi rakyat, demikian Hu, dilibatkan dalam pembuatan keputusan.
Kata min zhu (demokrasi) mencolok dalam pidato Hu pada 16 Oktober 2007. Presiden Xi Jinping, penerusnya, eksplisit menegaskan akan melanjutkan karakter sosial. Namun, Xi memperlihatkan kepedulian pada kemiskinan, salah satu pilar demokrasi. Presiden Xi memproklamasikan pada 4 Desember 2020 bahwa negaranya telah bebas dari kemiskinan.
Tak mengusik kebebasan di Makau dan Hong Kong sekian lama, itulah refleksi China tentang satu negara dengan dua sistem. Namun, muncul seruan di Hong Kong soal demokrasi. Bagi China, hal ini simbol tekanan Amerika Serikat (AS) lewat isu demokrasi di Hong Kong, seperti dikatakan Menteri Luar Negeri China Wang Yi.
AS di bawah Presiden Donald Trump tak berhenti menekan. Pada Senin (7/12/2020), melalui Menlu Mike Pompeo, AS mengeluarkan larangan perjalanan bagi 14 pejabat Komite Utama Kongres Rakyat Nasional. Ke-14 pejabat ini dikenai pemblokiran akses keuangan di teritori AS.
Hal ini mirip penisbian terhadap China, apalagi di dalamnya terdapat salah satu anggota politik biro Partai Komunis China, Wang Chen. Kongres AS juga mengeluarkan undang-undang yang membebaskan warga Hong Kong bepergian ke AS.
China tergolong negara yang paling berpikir tentang sejarah. Terkait wilayah pantai, China pernah menyelenggarakan seminar soal sejarah kelemahan dan kekuatan di laut, penyebab Manchuria, Hong Kong, dan Makau pernah lepas. Itu efek kelemahan maritim dari Dinasti Qing, demikian kesimpulan seminar seperti dituliskan The South China Morning Post edisi 8 Februari 2013. ”Kelompok-kelompok kepentingan mengutamakan dirinya di atas kepentingan nasional, dan sering saling berkonflik,” demikian Chen Yue, sejarawan China bidang kekuatan laut.
Memperkuat maritim dan melakukan reformasi versi China juga merupakan seruan dalam seminar itu. Di titik inilah China sekarang berada, memiliki pamor dan kekuatan serta makmur. China menolak tekanan dan meredam pihak yang dipersepsikan bersekutu dengan asing, dalam hal ini Hong Kong. ”Ini adalah juga tindakan yang menyalahi karena AS mencampuri urusan negara lain,” kata Wakil Menlu China Zheng Zeguang. Aksi mencampuri penyebab China memanggil Dubes AS untuk China Robert W Forden, Selasa (8/12/2020).
Ketimbang membuat kisruh di seberang dan ngotot meski kalah pemilu, lebih bagus Trump bersikap sebagai negarawan untuk negaranya. Tentu kebijakan Trump ini akan sia-sia saja. Hidup dengan iklim negosiasi dalam relasi internasional adalah pegangan, bukan mendikte. Sebab, AS bisa tertinggal jika terus abai dengan perkembangan global, demikian pernah dikatakan Kepala Perwakilan Dagang AS Charlene Barshefsky. ”Kita harus memahami bagaimana China melewati sejarah,” kata mantan Menlu AS Henry Kissinger.