Memanfaatkan Tanaman Obat
Industri tanaman obat akan dapat meningkatkan ekonomi kita dan juga diharapkan dapat menjaga lingkungan hidup kita terutama pelestarian hutan kita.
Meski saya bekerja di sebuah bank pemerintah, latar belakang pendidikan saya adalah pertanian. Saya lulusan teknologi pertanian sebuah universitas di Pulau Jawa. Pada masa pandemi Covid-19 ini, komitmen pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan serta obat tampaknya lebih kuat. Bahkan Menteri BUMN menugaskan salah satu BUMN bidang farmasi menekuni pengembangan obat herbal.
Saya baru membaca tentang pasar tanaman obat di dunia. Pada tahun 2016 saja, pasar tanaman obat dunia sekitar 71 miliar dollar AS, jumlah yang bukan main besarnya. Di antara 20 negara produsen tanaman obat terdapat India, Vietnam, dan Thailand, tetapi Indonesia belum masuk ke dalam daftar tersebut.
Indonesia mempunyai hutan yang luas dengan keanekaragaman hayati yang diakui dunia.
Mungkin saingan kita adalah Brasil. Belum lagi laut kita termasuk terluas di dunia, mengandung biota laut yang juga dapat dimanfaatkan untuk pengembangan obat. Jadi, saya rasa rencana untuk mengembangkan tanaman obat serta mengolahnya dengan baik untuk kebutuhan masyarakat kita maupun untuk ekspor merupakan program yang rasional.
Bagaimana pandangan kalangan kedokteran tentang manfaat tanaman obat? Apakah profesi kedokteran hanya mengutamakan obat kimia?
Setahu saya, industri obat kimia kita masih didominasi impor, terutama bahan bakunya. Kebanyakan industri farmasi di Indonesia masih berperan dalam finishing produk. Memang pertumbuhan industri farmasi kita cukup mengesankan sampai 7 persen per tahun, tetapi industri farmasi sekarang ini masih amat bergantung pada bahan baku impor. Apakah terbuka kemungkinan kita meningkatkan industri tanaman obat mulai dari penanamannya, penyimpanan, dan pengolahannya?
Mungkin bisa dikonsumsi dalam bentuk obat herbal dulu. Jika pemakaian tinggi, sedikit demi sedikit dilanjutkan dalam bentuk fitofarmaka. Industri tanaman obat tampaknya akan melibatkan banyak kementerian, misalnya Kementerian Pertanian, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan, dan jika mulai ekspor berarti juga Kementerian Perdagangan. Salah satu yang perlu mendapat perhatian, menurut saya, adalah aspek pemodalan.
Sekiranya para petani dapat dilibatkan, tentu akan dapat meningkatkan pendapatan mereka. Hanya saja, perlu dirancang bentuk kemitraan yang menjadikan petani sebagai mitra, bukan hanya sebagai buruh upah. Di sinilah peran Kementerian PDTT agar dapat mengadvokasi peningkatan peran petani ini.
Apakah profesi kedokteran akan antusias dengan pengembangan industri tanaman obat ini atau sudah merasa puas dengan obat kimia impor yang membanjiri negeri kita. Mohon pendapat Dokter. Terima kasih.
R di J
Baik pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, maupun profesi kedokteran menyadari kekayaan alam negeri kita. Hutan kita mengandung aneka ragam hayati yang dapat diolah menjadi obat. Begitu pula biota laut yang terdapat dalam laut di negeri kita merupakan calon obat baik untuk obat neurologi maupun kanker.
Kita sering beranggapan ekonomi kita akan cepat maju jika kita mengembangkan industri sawit, pemikiran ini tak salah. Industri sawit telah menyumbang pertumbuhahn ekonomi yang cukup besar pada pertumbuhan ekonomi kita. Namun, ratusan ribu hutan yang dijadikan ladang sawit telah menghilangkan sebagian tanaman yang berpotensi untuk obat serta keperluan lain. Belum lagi penggundulan hutan telah menimbulkan perubahan iklim serta kebakaran hutan yang menganggu lingkungan hidup masyarakat.
Komitmen untuk memanfaatkan tanaman obat dapat menjadi salah satu alternatif dalam pembangunan ekonomi kita. Persoalannya adalah bagaimana membangun ekosistem yang menguntungkan investor, petani lokal, serta tak merusak hutan kita?
Rencana untuk menjadikan Papua sebagai ladang sawit seperti di Kalimantan dan Sumatera mungkin perlu kita pertimbangkan lagi. Saya bukan pakar ekonomi. Barangkali perlu dihitung juga apakah jika hutan dijaga serta dimanfaatkan aneka ragam tanaman yang berpotensi menjadi tanaman obat, akan juga dapat menghasilkan pendapatan kita.
Bisnis tanaman obat di dunia sebenarnya cukup besar. Hanya saja kita belum mampu menjadi pemain utama. Sama dengan tanaman hias. Kita mempunyai ribuan spesies tanaman hias, tetapi ekspor tanaman hias kita kurang dari 1 persen dari kebutuhan dunia. Kita kalah jauh dari Thailand dan Ekuador. Bahkan yang cukup lucu Singapura saja mensuplai 6 persen tanaman hias dunia.
Untuk menuju Indonesia Emas 2045 tampaknya kita harus peduli pada kekayaan alam kita jangan sampai dieksploitasi tanpa memperhatikan kerusakan lingkungan serta kehilangan aneka ragam hayati yang terdapat di alam kita.
Perhatian terhadap tanaman obat di negeri kita dari kalangan profesi kesehatan cukup besar. Bahkan di sejumlah perguruan tinggi kita sudah dibuka pusat pendidikan magister obat alami. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) juga memberi keringanan untuk izin obat alami. Obat yang sudah lama digunakan sejak nenek moyang kita dianggap cukup aman sehingga izin penggunaannya lebih singkat dari pada obat kimia.
Sudah tentu untuk mendapat khasiat yang lebih jelas kita harus melanjutkan obat herbal menjadi fitofarmaka. Namun, proses tersebut memerlukan penelitian yang memakan biaya cukup besar. Izin untuk penggunaan juga menjadi lebih rumit.
Tanaman obat kita jika dapat diidentifikasi dengan baik, ditanam dengan perencanaan baik sehingga suplainya selalu tersedia serta dapat disimpan dalam waktu lama akan menjadi bahan yang dapat digunakan untuk obat alami baik untuk masyarakat kita maupun untuk ekspor.
Kita tentu harus bertekad mampu menjadi salah satu negara pengekspor tanaman obat yang diperhitungkan. Sudah tentu jika mampu mengolah tanaman obat tersebut sehingga mendapat nilai tambah, pendapatan yang diperoleh akan semakin besar.
Penanaman tanaman obat dapat melibatkan petani, apalagi jika para warga desa dapat dilatih untuk membuat industri rumah dari tanaman obat tersebut. Salah satu tanaman obat yang banyak terdapat di negeri kita adalah curcumin. Curcumin berguna untuk meningkatkan kekebalan tubuh serta menjaga fungsi hati.
Indonesia sebenarnya cukup maju dalam penelitian curcumin, terutama teman-teman di Universitas Gadjah Mada. Sekarang Korea Selatan juga mulai melakukan riset curcumin. Mereka mulai memikirkan curcumin sebagai pengganti ginseng. Bahkan beberapa peneliti kita diminta bantuannya untuk mengembangkan penelitian curcumin di Korea Selatan.
Perusahaan farmasi pemerintah di Thailand, GPO (Government Pharmaceutical Organization), selain memproduksi obat generik sekarang juga memproduksi kosmetik. Salah satu bahan andalan untuk kosmetik di Thailand juga adalah curcumin.
Kuba berhasil mengisolasi mangiferin dari pohon mangga. Mangiferin juga berperan dalam meningkatkan kekebalan tubuh, tetapi manfaat yang juga penting adalah dapat mengikat zat besi yang berlebih di tubuh kita. Anak-anak dengan talasemia biasanya harus sering menerima transfusi dan zat besi dalam tubuhnya menumpuk di hati. Mangiferin dapat mengikatnya sehingga tidak menimbulkan kerusakan hati.
Jadi, pengamatan Anda benar. Sudah waktunya kita menghidupkan tanaman obat di negeri kita. Industri tanaman obat akan dapat meningkatkan ekonomi kita dan juga diharapkan dapat menjaga lingkungan hidup kita, terutama pelestarian hutan kita. Investasi yang diharapkan di masa depan meningkat tajam kita arahkan pada sektor-sektor produktif dengan tetap menjaga lingkungan serta kesejahteraan rakyat berpenghasilan rendah.