Kita menyambut baik pembubaran sejumlah lembaga. Kita pun berharap pemerintahan Presiden Joko Widodo konsisten mengevaluasi kehadiran ”lembaga” nonstruktural berbentuk staf khusus yang ada di pemerintahan.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Presiden Joko Widodo membubarkan sepuluh lembaga nonstruktural dalam upaya menciptakan pemerintah yang efektif dan menghemat anggaran.
Seperti diberitakan harian ini, sejak 2014 sudah 34 lembaga nonstruktural dibubarkan Presiden Jokowi. Menteri Sekretaris Negara Praktikno menyebutkan, langkah pembubaran ini merupakan bagian dari kebijakan debirokratisasi dan deregulasi. Kita berharap para pegawai di sepuluh lembaga itu juga diperhatikan.
Langkah Presiden Jokowi itu disambut positif sejumlah kalangan. Tren kehadiran lembaga nonstruktural yang kewenangannya bersumber dari berbagai produk undang-undang adalah ciri dari proses transisi negara menuju demokrasi.
Sejumlah komisi negara (state auxiliary body) hadir setelah perubahan konstitusi, seperti Komisi Yudisial. Kemudian ada yang bersumberkan undang-undang, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Ombudsman Nasional (kini Ombudsman Republik Indonesia), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan Komite Aparatur Sipil Negara (KASN). Ada juga lembaga yang hadir dari peraturan pemerintah atau keputusan presiden.
Kita menyambut baik pembubaran sejumlah lembaga. Kita pun berharap pemerintahan Presiden Jokowi konsisten mengevaluasi kehadiran ”lembaga” nonstruktural berbentuk staf khusus yang ada di pemerintahan, yang manfaatnya belum sepenuhnya dirasakan publik. Bahkan, ada indikasi kehadiran staf khusus, selain kemanfaatannya masih dipertanyakan, berpotensi memanfaatkan posisinya untuk kepentingan yang tidak sejalan dengan prinsip dan asas pemerintahan yang baik. Staf khusus itu juga patut dievaluasi.
Di tengah terbatasnya anggaran, pemerintah tidak perlu menambahkan lembaga nonstruktural yang hanya membuat organisasi gemuk, tetapi justru merepotkan koordinasi. Atau, justru malah menggemukkan organisasi. Yang perlu dipikirkan ialah bukan membuat birokrasi baru, melainkan meningkatkan fungsi kementerian dan lembaga. Fungsi lebih penting daripada struktur.
Selain pada dimensi pembubaran lembaga, pemerintah pun perlu memikirkan bagaimana agar komisi negara itu efektif. Efektif dalam tugasnya membangun sebuah negara demokratis konstitusional seperti Indonesia. Bagaimana pemerintah memastikan rekomendasi Komisi Nasional HAM soal hak asasi manusia ditindaklanjuti. Bagaimana temuan Ombudsman RI soal layanan publik dimanfaatkan untuk meningkatkan pelayanan publik pemerintah. Bagaimana temuan KASN soal perilaku ASN juga ditindaklanjuti. Hal itu kita ketengahkan karena sejumlah fakta komisi-komisi itu hanya masuk meja tanpa tindak lanjut.
Tanpa ada jaminan tindak lanjut, efektivitas kehadiran komisi negara juga tidak dirasakan publik. Komisi negara menjadi mubazir bagi terciptanya sebuah pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.