Keberagamaan Minus Kemaslahatan Publik
Pengarusutamaan kemaslahatan publik harus dijadikan sebagai tujuan sekaligus kerja sama agama-agama ke depan. Hingga agama tak melulu tentang kebaikan personel yang bergerak ke dalam, tetapi menjadi kebaikan publik.
Warga melintasi mural bertemakan kampanye protokol kesehatan Covid-19 di kawasan Cakung, Jakarta Timur, Jumat (13/11/2020). Kampanye bahaya Covid-19 di sejumlah tempat belum sepenuhnya memberi efek jera kepada warga yang abai menjalankan protokol kesehatan. Pandemi Covid-19 hingga saat ini masih mengalami penambahan di beberapa daerahnya, termasuk Provinsi DKI Jakarta.
Pandemi Covid-19 tak ubahnya ujian bagi semua dan terkait dengan semua, tak terkecuali pola keberagamaan masyarakat. Melalui ujian Covid-19, terang terlihat pola keberagamaan sebagian masyarakat Indonesia yang masih cenderung mengedepankan kemaslahatan pribadi (mashlahah fardi) dibandingkan kemaslahatan publik (mashlahah ammah).
Sebagai contoh, walaupun sudah diimbau oleh para pemuka agama agar menjalankan ibadah di rumah masing-masing (untuk mencegah potensi penularan Covid-19), sebagian masyarakat masih tetap bersikeras melakukan ibadah berjemaah di rumah ibadah. Selain karena ada alasan hukum di balik ibadah berjemaah di rumah ibadah (seperti shalat Jumat dalam Islam yang berhukum wajib), juga karena adanya keuntungan yang lebih besar (pahala) bila melakukan ibadah berjemaah di rumah ibadah.


