Rabu (25/11/2020), sejak dini hari, masyarakat negeri ini membicarakan penangkapan seorang menteri dan sejumlah pejabat lain oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Pelaksana Tugas Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Ali Fikri mengungkapkan, tiga kepala satuan tugas KPK diturunkan untuk operasi menangkap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Rabu dini hari WIB. Edhy diamankan bersama keluarga dan pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menambahkan, penangkapan tersebut terkait dugaan korupsi dalam izin ekspor benih lobster.
Terkait penangkapan anggota kabinetnya itu, Presiden Joko Widodo menyebutkan, pemerintah mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di Tanah Air. Presiden meyakini KPK juga bekerja secara transparan, terbuka, dan profesional (Kompas.id, 25/11/2020). Edhy menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan kedua yang berurusan dengan KPK setelah Rokhmin Dahuri.
Sebelumnya, dua menteri yang membantu Presiden Jokowi juga berurusan dengan KPK, terjerat korupsi, yaitu Menteri Sosial Idrus Marham yang terseret kasus pembangunan PLTU MT Riau I dan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi terkait penyaluran hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Keduanya menjabat pada periode pertama kepemimpinan Jokowi. Pada periode ini juga ada dua menteri lain yang disebut-sebut terkait korupsi, tetapi belum dibuktikan di pengadilan. Edhy menjadi menteri pertama pada periode kedua era Presiden Jokowi yang terseret dugaan korupsi.
KPK masih bekerja untuk menguatkan dugaan keterlibatan Edhy dalam kasus korupsi izin ekspor benih lobster. Edhy dan istrinya, Iis Rosita Dewi, yang juga anggota DPR, serta sejumlah pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang ditangkap belum tentu bersalah. Ada asas praduga tak bersalah, sampai pengadilan membuktikan sebaliknya. Namun, sejumlah kalangan tetap mengapresiasi langkah KPK dalam operasi senyap, Rabu dini hari itu.
Tingkat kepercayaan masyarakat kepada KPK, khususnya terhadap pimpinan KPK yang baru, memang tengah menurun. Ketua KPK Firli Bahuri sempat diperiksa majelis etik, dinyatakan bersalah, dan diberi sanksi teguran tertulis. Jajak pendapat Litbang Kompas, yang dirilis pada 23 Juni 2020, memperlihatkan tinggal 54,9 persen responden yang memiliki persepsi positif kepada KPK.
Hanya 35,9 persen responden yang puas pada kinerja KPK dalam memberantas korupsi. Pada jajak pendapat sebelumnya, yang dimuat Kompas pada Januari 2020, terdapat 76,8 persen responden berpersepsi positif kepada KPK, serta 56,9 responden yang puas terhadap kinerja KPK. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, yang mengubah UU KPK lama, juga dinilai kian melemahkan Komisi Antikorupsi itu.
Dugaan korupsi yang menyeret Edhy berpotensi menimbulkan kegaduhan karena bisa ditarik-tarik ke politik praktis. Namun, sebaiknya kita memberikan kesempatan kepada KPK untuk secara independen menjawab keraguan publik.