Peran Guru Memajukan Indonesia
Peran guru dalam memajukan Indonesia makin berat. Untuk itu, peluang sosial guru perlu didukung oleh pemenuhan fasilitas ekonomi, keamanan terutama untuk guru di daerah tertinggal, jaminan hiup layak, dan infrastruktur.
Pendidikan adalah usaha kebudayaan, berasas keadaban, yakni memajukan hidup agar mempertinggi derajat kemanusiaan. (Ki Hadjar Dewantara)
Dalam buku Pendidikan yang Berkebudayaan, Yudi Latif mencatat hingga akhir abad ke-19, kaum gurulah yang pertama kali mempromosikan gerakan kemajuan. Kaum guru pula yang memelopori pembentukan ruang-ruang publik modern. Sebagai intelektual baru, guru mengemukakan konsep ”kemajuan” sebagai tolok ukur baru dalam menentukan privilese sosial.
Gagasan kemajuan dan kritik kaum guru diartikulasikan dalam ruang publik melalui media cetak dan berbagai perkumpulan yang mereka dirikan, seperti Soeloeh Pengadjar (sejak 1887) dan Taman Pengadjar (sejak 1899), beserta perkumpulan guru yang paling berpengaruh, Mufakat Guru. ”Pada tingkat embrional, pergerakan kaum gurulah yang membuka jalan bagi kebangkitan nasional yang mendorong perjuangan kemerdekaan Indonesia” (hal 122).
Sebagai intelektual baru, guru mengemukakan konsep ’kemajuan’ sebagai tolok ukur baru dalam menentukan privilese sosial.
Satu abad lebih kemudian, bagaimana peran guru dalam perjuangan memajukan Indonesia? Masyarakat 5.0 dicetuskan dan dijadikan bagian inti dari rencana strategis kebijakan ekonomi dan fiskal kabinet Jepang di 2016 untuk menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan sosial dengan memanfaatkan berbagai inovasi. Masyarakat 5.0 bertujuan meningkatkan kualitas hidup manusia.
Peningkatan kualitas hidup manusia berkaitan dengan kapabilitasnya mengembangkan seluruh potensi diri untuk melakukan tindakan bernilai atau meraih kondisi yang bernilai. Dalam perspektif Development as Freedom, penerima Nobel Ekonomi 1998 Amartya Sen mengemukakan perspektif pembangunan sebagai proses perluasan kebebasan masyarakat.
Baca juga : Saatnya Peduli Kualitas Guru
Menurut Sen, ada lima jenis kebebasan instrumental: kebebasan politik, fasilitas ekonomi, peluang sosial, jaminan transparansi, dan keamanan protektif. Kebebasan memiliki elemen fundamental, yakni kapabilitas. Semakin besar kapabilitas seseorang, makin besar pula kebebasan yang dimiliki untuk merespons peluang yang ada. Begitu pula sebaliknya.
Konsep kapabilitas disandingkan dengan konsep keberfungsian (functionings). Keberfungsian menunjuk aneka bentuk pencapaian aktual di hidup seseorang. Kapabilitas adalah kebebasan substantif seseorang guna mencapai aneka kombinasi keberfungsian yang dipilihnya karena dipandang berharga bagi hidupnya.
Gagasan Sen bisa menjelaskan bagaimana dunia pendidikan meningkatkan kapabilitas dan kebebasan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan. Pendidikan yang berorientasi meningkatkan kapabilitas memiliki posisi amat strategis bagi masa depan bangsa.
Kapabilitas dan keberfungsian
Keberfungsian guru pada akhir abad ke-19 sebagai pelopor gerakan kemajuan telah membuka jalan bagi kebangkitan nasional dan mendorong perjuangan kemerdekaan Indonesia. Guru mampu mencapai keberfungsian itu karena punya kapabilitas sebagai elite intelektual di masa itu melalui pendidikan yang bermutu tinggi dan terbatas.
Menurut catatan Furnivall (1940) yang dikutip Yudi Latif (2020), hanya ada sekitar 300 sekolah di Jawa dan kurang dari 400 di luar Jawa dengan jumlah siswa tak lebih dari 40.000. Dalam perspektif Sen, para guru di masa itu telah mendapatkan kebebasan instrumental berupa peluang sosial lewat pendidikan sehingga mampu berfungsi menggulirkan gerakan kemajuan di ruang-ruang publik modern.
Baca juga : Ada Apa dengan Guru?
Setelah 75 tahun merdeka, kapabilitas dan keberfungsian guru Indonesia mengalami situasi yang berbeda dalam masyarakat yang kian kompleks. Menurut data terakhir Kemendikbud, ada 217.270 sekolah dan lebih dari 2,7 juta guru untuk melayani lebih dari 44 juta siswa.
Pada 2019, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia 71,92—terendah 30,75 di Kabupaten Nduga, Papua, dan tertinggi di Kota Yogyakarta 86,65. Disparitas antara daerah maju dan tertinggal ini masih menjadi isu pembangunan. Dimensi pendidikan pada IPM adalah Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS).
Di balik agregat indeks ini, ada kisah nyata para guru yang layak dapat perhatian. Henrikus Suroto (57), guru SD Kanisius Kenalan di Kabupaten Magelang diliput Reuters karena dedikasinya mengajar di tengah pandemi Covid-19. Kegigihannya menemui langsung murid-muridnya di desa-desa terpencil di Jawa Tengah, dengan berjam-jam mengendarai sepeda motor dan berjalan kaki, menjadi penggerak kapabilitasnya.
Baca juga : Siswa Tak Punya Gawai, Guru Madrasah di Grobogan Keliling Datangi Rumah Siswa
”Ketika pandemi virus korona memaksa sekolahnya di Pulau Jawa di Indonesia tutup, guru Henrikus Suroto sadar dia tidak bisa mengajar secara daring untuk murid-muridnya yang tinggal di daerah terpencil yang tidak memiliki akses internet atau bahkan sinyal telepon” (Reuters, 23/6/2020). Banyak guru di Indonesia yang berdedikasi seperti Suroto.
Pada akhir Oktober 2020, seorang guru peserta dalam program Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Unika Widya Mandala Surabaya, Melen Semuel Manu, dari Kabupaten Rote Ndao, NTT—provinsi dengan IPM 65,23 pada 2019, berada di kisaran 6-15 poin di bawah provinsi-provinsi di Jawa, tetapi sedang dalam peningkatan IPM relatif cepat (BPS).
Pada saat ujian komprehensif PPG secara daring, tiba-tiba koneksi terputus. Kemudian Melen memberi pesan Whatsapp kepada penguji di Surabaya bahwa listrik di seluruh kecamatannya mati. Selang sejam kemudian, dia masuk kembali ke ruang daring ujian setelah mendapatkan genset dan melanjutkan ujiannya.
Baca juga : Pendidikan di Masa Pandemi Covid-19
Bersama 2,7 juta guru lain di seluruh Indonesia, kedua guru ini punya peluang sosial berupa pendidikan yang lebih tinggi (selesai S-1 minimal 16 tahun) dari rata-rata lama sekolah di wilayah masing-masing.
Pada 2019, secara rata-rata penduduk berusia 25 tahun ke atas telah menempuh pendidikan selama 7,77 tahun (atau hampir menamatkan kelas VIII) di Magelang dan 7,29 tahun di Rote Ndao. Dengan hak istimewa ini, guru kini punya kapabilitas setara dengan guru seabad yang lalu dalam memajukan Indonesia.
Dengan hak istimewa ini, guru kini punya kapabilitas setara dengan guru seabad yang lalu dalam memajukan Indonesia.
Guru dulu dan sekarang juga (diharapkan) punya ketangguhan sama dalam menggerakkan masyarakat untuk jadi lebih setara, adil makmur, dan bermartabat melalui karya-karya pendidikan.
HLS di Magelang pada 2019 adalah 12,53 tahun dan di Kota Semarang 15,51 tahun. HLS di Kabupaten Rote Ndao 13,17 tahun, sementara di ibu kota Kupang 16,24 tahun. Ini berarti, Suroto dan Melen beserta guru-guru lainnya masih harus berjuang lebih gigih agar anak-anak di daerah mereka mau bersekolah lebih lama dan meluaskan kapabilitas untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.
Tantangan dahulu dan sekarang
Seabad lalu, sebagai elite intelektual, para guru di Bumi Nusantara menyuarakan dan menggulirkan gerakan kemajuan, sementara rakyat tetap melakukan pekerjaan masing-masing sebagai buruh tani, nelayan, tukang, dan lain-lain.
Ketika wacana kemajuan dan perjuangan kian meluas, seruan kemerdekaan memuncak pada beberapa perang di daerah-daerah dan rakyat bergerak melawan penjajahan dan mempertahankan kemerdekaan. Elite intelektual berseru, semua elemen masyarakat bertindak angkat senjata.
Baca juga : Pendidikan Tinggi Indonesia dalam Masa Pancaroba
Perang yang dihadapi pada masa sekarang berbeda. Gerakan intelektual mengajak seluruh masyarakat meningkatkan kualitas hidup melalui peluang sosial pendidikan bukan hanya demi agregat IPM. Di balik agregat itu, Harapan Lama Sekolah seyogianya bukan hanya statistik jumlah tahun yang dihabiskan di sekolah, melainkan juga kapabilitas siswa yang bertambah, sehingga nantinya mereka bisa berfungsi optimal dalam memajukan masyarakat.
Bambu runcing pada masa sekarang adalah penalaran kritis, kreativitas, dan inovasi untuk menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan sosial melalui penguasaan kecerdasan artifisial, internet of things, big data, dan Robotik serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara adil dan setara.
Bidang-bidang pekerjaan seperti pertanian, perikanan, dan pertukangan masih tetap ada dan akan dikelola oleh lulusan sekolah, namun strategi pengerjaannya sudah harus berubah dan membutuhkan kreativitas dan inovasi.
Baca juga : Solusi untuk Pendidikan
Dalam konteks negara demokrasi, HLS juga berarti peningkatan kebebasan serta kapabilitas menilai dan menentukan pilihan-pilihan politik. Seabad lalu, rakyat tak punya kebebasan memilih penguasa mereka sehingga suara elite intelektual menggerakkan mereka.
Sekarang, semua manusia dewasa Indonesia bisa memilih pemimpin mereka secara langsung. Kecerdasan menilai dan memilih pemimpin terbaik dari berdasarkan pertimbangan rasional akan menentukan kebijakan publik yang berorientasi kemajuan masyarakat.
Peran guru dalam memajukan Indonesia makin berat.
Peran guru dalam memajukan Indonesia makin berat. Guru mempunyai kapabilitas melalui peluang sosial yang sudah diperolehnya dan ketangguhan melayani siswa sepenuh hati.
Peluang sosial ini juga perlu didukung oleh pemenuhan fasilitas ekonomi dan keamanan, terutama untuk para guru di daerah tertinggal dengan tantangan geografis berupa jaminan hidup layak dan infrastruktur jaringan telekomunikasi agar kapabilitas mereka juga bisa meningkat. Dan agar ketangguhan guru bisa berbuah kemajuan. Selamat Hari Guru!
ANITA LIE
Guru Besar FKIP, Unika Widya Mandala, Surabaya