Untuk ukuran penduduk Indonesia, pengaruh dan gaung diaspora kita di luar negeri masih kecil. Misalnya, di Belanda ada banyak warga negara Belanda keturunan Indonesia. Namun, belum ada yang menjadi politisi ternama.
Oleh
ANTO MOHSIN
·5 menit baca
AFP/ARUN SANKAR
Warga memegang poster potret wakil presiden terpilih AS, Kamala Harris, saat mereka merayakan kemenangan Harris dalam pemilihan presiden AS di desa leluhurnya, Thulasendrapuram, Negara Bagian Tamil Nadu, India selatan, Minggu (8/11/2020).
Ada dua berita penting belakangan ini. Yang pertama, kemenangan pasangan capres dan cawapres Amerika Serikat, Joseph R Biden Jr dan Kamala Harris, dalam pilpres tahun ini. Yang kedua, pengumuman vaksin Covid-19 dengan efektivitas 90 persen pada uji coba yang dilakukan. Di balik kedua berita ini, ada cerita menarik mengenai diaspora dan imigran.
Wakil presiden terpilih Kamala Harris adalah putri peranakan India dan Jamaika. Syamala Gopalan, ibu dari Kamala, datang dari Tamil Nadu untuk kuliah di Amerika Serikat pada akhir 1950-an dan ayahnya, Donald J Harris, berasal dari Jamaika yang datang ke Amerika Serikat untuk kuliah pascasarjana. Keduanya bertemu pada 1960-an, menikah, serta memutuskan untuk menetap dan membangun keluarga di Amerika Serikat. Mereka generasi imigran. Kamala dan adiknya, Maya, merupakan generasi pertama warga negara Amerika Serikat.
Setelah kemenangan Biden dan Harris diumumkan, Perdana Menteri India Narenda Modi mengucapkan selamat kepada keduanya. Untuk Harris, PM Modi mengirim pesan khusus. Lewat akun Twitter-nya, PM Modi menulis, ”Selamat yang sebesar-besarnya @KamalaHarris! Keberhasilan Anda sungguh luar biasa, dan merupakan kebanggaan yang sangat besar tidak hanya untuk anak-anak Anda, tetapi juga untuk semua orang Amerika keturunan India. Saya yakin bahwa hubungan India-AS yang bersemangat akan semakin kuat dengan dukungan dan kepemimpinan Anda.”
Vaksin Covid-19 dengan efektivitas tinggi diumumkan oleh Pfizer dan BioNTech. CEO perusahaan farmasi Amerika, Pfizer, Albert Bourla, berasal dari Yunani. Pfizer bekerja sama mengembangkan vaksin ini dengan perusahaan bioteknologi Jerman, BioNTech, yang dipimpin oleh pasangan suami istri Dr Ugur Sahin dan Dr. Özlem Türeci. Dr Sahin lahir di Turki dan hijrah bersama keluarganya ke Jerman pada usia empat tahun. Sedangkan Dr Türeci lahir di Jerman dari keluarga Turki. Di Jerman, warga negara keturunan Turki merupakan grup etnis terbesar.
ARSIP BIONTECH
BioNTech, perusahaan bioteknologi yang berbasis di Mainz, Jerman, didirikan oleh pasangan suami istri peneliti Jerman berdarah Turki, Dr Ugur Sahin (55) dan Dr Ozel Tureci (53). BioNTech bersama Pfizer mengembangkan vaksin Covid-19 yang diklaim memiliki efektivitas 90 persen.
Pengaruh diaspora
Kedua berita di atas merupakan contoh positif pengaruh diaspora. Yang berbangga bukan saja bangsa Amerika Serikat dan bangsa Jerman, melainkan juga bangsa India, Jamaika, Turki, dan Yunani. Secara tidak langsung, bangsa Irlandia juga karena Biden adalah keturunan Irlandia.
Indonesia sebagai negara penduduk keempat terbesar di dunia juga memiliki diaspora. Situs Indonesian Diaspora Network Global (IDN Global) mencatat ada lebih dari 8 juta diaspora Indonesia di seluruh dunia. Banyak dari mereka yang sudah berprestasi dan beritanya dimuat di berbagai media massa nasional dan di situs IDN Global. Prestasi dan kiprah mereka patut diacungi jempol.
Hanya saja untuk ukuran penduduk Indonesia, pengaruh dan gaung diaspora kita di luar negeri masih kecil. Di Belanda, contohnya, ada banyak warga negara Belanda yang keturunan Indonesia. Namun, belum ada yang menjadi politisi ternama. Sedangkan diaspora Maroko, Ahmed Aboutaleb, sekarang ini menjabat sebagai Wali Kota Rotterdam. Bukan hanya di bidang politik saja. Hal serupa bisa dilihat di perfilman, musik, media, kuliner, pendidikan, dan lainnya.
Bagaimana caranya meningkatkan pengaruh dan gaung diaspora Indonesia?
Ada empat cara yang bisa kita lakukan.
Pertama, jumlah diaspora Indonesia perlu ditingkatkan. Elizabeth Pisani mengungkapkan di bukunya, Indonesia Etc., kalau sangat sedikit tenaga kerja Indonesia yang memutuskan bermukim di luar negeri. Kebanyakan yang bekerja ke luar negeri adalah buruh migran yang pergi ke luar dengan kontrak kerja yang sementara yang akan kembali sesudah kontrak usai. Menurut dia, model ”diaspora” semacam ini bukan yang membantu meyebarkan pengaruh Indonesia di luar negeri.
ARSIP KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
Sebanyak 47 ilmuwan diaspora dari sejumlah negara hadir pada acara Simposium Cendekia Kelas Dunia 2018 yang diselenggarakan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi bersama Akademi Ilmuwan Muda Indonesia serta Ikatan Ilmuwan Internasional Indonesia, 13 Agustus 2018, di Jakarta. Mereka membuka peluang kolaborasi dengan perguruan tinggi dan institusi di Indonesia untuk ikut berkontribusi dalam mempercepat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengembangan sumber daya manusia.
Satu hal yang bisa kita lakukan adalah menambah jumlah mahasiswa dan mahasiswi Indonesia di luar negeri. Salah satu caranya adalah mempersiapkan mereka lebih baik untuk menjadi calon mahasiswa di berbagai universitas mancanegara. Untuk biayanya kita bisa bantu dengan beasiswa, baik oleh pemerintah maupun dari sumber-sumber lain.
Selain itu, kita juga perlu mendorong tenaga profesional berkarier di luar negeri atau mengirim lebih banyak tenaga kerja terampil. Filipina merupakan salah satu negara yang mengatur hal ini dengan sangat baik. Kita bisa mencontoh cara Filipina mengatur overseas Filipino workers (OFW) mereka.
Kedua, mengubah persepsi bahwa berbakti untuk negara harus berada di Indonesia. Keberadaan tenaga-tenaga profesional dan terampil di Indonesia memang diperlukan. Namun, keberadaan diaspora Indonesia juga akan membantu mendongkrak citra bangsa di negara tempat diaspora kita menetap dan berkarya. Yang diperlukan adalah meningkatkan jumlah tenaga terampil Indonesia, baik di dalam maupun di luar negeri dan memfasilitasi kerja sama di antara keduanya dengan lebih baik.
Ketiga, menyokong prestasi dan pencapaian diaspora Indonesia bukan mencemoohnya karena alasan nasonalisme sempit. Andri Syahputra adalah pemain sepak bola asal Indonesia berbakat yang direkrut oleh tim nasional U-20 Qatar.
KOMPAS/ELSA EMIRIA LEBA
Suasana pembacaan Visi 2045 di Jakarta, Rabu (15/8/2018), dalam Conference of Indonesian Diaspora Youth 2018 (CIDY-2018).
Berita soal Andri sempat mencuat di media nasional karena Andri menolak memperkuat tim nasional ketika diminta oleh pelatih timnas Indonesia U-19 pada 2017. Penolakan Andri direspons secara negatif baik oleh PSSI maupun sebagian orang Indonesia. Padahal, apa yang dilakukan Andri sangat lumrah di dunia persepakbolaan.
Banyak pemain berbakat yang memutuskan untuk mengasah keterampilan dan berkarier memperkuat tim nasional negara lain. Kita tidak perlu mencemooh Andri. Justru kita perlu berbangga ada pemain sepak bola asal Indonesia yang memperkuat Timnas Qatar.
Keempat, untuk diaspora Indonesia di mana pun Anda berada, belajar, bekerja, dan berkaryalah sebesar-besarnya. Raih cita-cita dan jangan takut berprestasi di negara di mana Anda tinggal. Baik sebagai warga negara maupun bukan. Sudah saatnya diaspora Indonesia berpengaruh dan bergaung di dunia.
(Anto Mohsin adalah anggota diaspora Indonesia. Mengajar dan meneliti di Northwestern University di Qatar)