Bagi Indonesia, rezim perdagangan yang lebih terbuka di APEC dan secara global juga kabar baik, selama Indonesia bisa memanfaatkan peluang pasar yang lebih terbuka tersebut.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Para pemimpin APEC, pada pertemuan virtual di Kuala Lumpur, pekan ini menyepakati keterbukaan adalah kunci untuk mendorong pemulihan ekonomi di kawasan.
Keterbukaan itu diwujudkan melalui perdagangan yang lebih terbuka dan memperkuat kerja sama multilateral. China sebagai perekonomian terbesar, melalui Presiden Xi Jinping, juga menjanjikan membuka pasarnya lebih luas untuk negara-negara lain di kawasan (Kompas, 19/11/2020).
Kesadaran tentang pentingnya mendorong kerja sama dan keterbukaan di tengah krisis ini memunculkan semacam harapan untuk terjadinya konsolidasi pemulihan ekonomi yang lebih kuat dari dampak Covid-19 di kawasan. Hal ini mengingat vitalnya peran perdagangan dalam pertumbuhan ekonomi global, dan dalam kondisi krisis negara-negara biasanya cenderung lari ke kebijakan proteksionis atau unilateral untuk melindungi perekonomian dalam negerinya.
Sektor perdagangan salah satu yang paling terdampak oleh penutupan lintas batas oleh banyak negara dalam upaya mencegah penyebaran Covid-19. Kontraksi perdagangan dunia, termasuk di forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC), juga dipicu disrupsi rantai pasokan global dan meningkat tajamnya kebijakan restriksi dagang yang diterapkan sejumlah negara.
Urgensi keterbukaan ekonomi juga menemukan relevansinya di tengah meningkatnya skeptisisme terhadap perdagangan global. Terutama, dengan bangkitnya sentimen proteksionisme yang dimotori Amerika Serikat (AS) di bawah Presiden Donald Trump dan meningkatnya tensi perang dagang global yang melibatkan AS dan China.
Dalam hal ini, APEC dengan 21 anggota—yang merangkul 2,9 miliar juta penduduk dunia, sekitar 60 persen PDB dunia dan 48 persen perdagangan global pada 2018—memiliki posisi sangat strategis dan vital untuk membalikkan tren perdagangan global kembali ke prinsip multilateralisme. China sebagai kekuatan dagang terbesar global memainkan peran krusial. China juga negara pertama yang pulih dan satu dari segelintir negara yang tetap tumbuh positif selama pandemi.
Bagi Indonesia, rezim perdagangan yang lebih terbuka di APEC dan secara global juga kabar baik, selama Indonesia bisa memanfaatkan peluang pasar yang lebih terbuka tersebut. Sekitar 70 persen ekspor Indonesia tertuju ke APEC, dengan China sebagai mitra dagang terbesar dan tujuan utama. Di sini pentingnya iklim usaha yang lebih bersahabat sebagaimana ditekankan Presiden Jokowi.
Dalam hal ini, keberadaan UU Cipta Kerja adalah untuk mengantisipasi dinamika terkini dan ke depan perekonomian kawasan, termasuk gelombang relokasi industri Jepang, Korea, dan negara maju lain dari China ke negara-negara berkembang di kawasan.
Dalam tarikan semangat yang sama dengan APEC, pada KTT ASEAN sebelumnya pekan lalu, Presiden Jokowi juga menekankan pentingnya peningkatan integrasi dan kemitraan ekonomi di antara negara anggota, untuk mendorong pemulihan ekonomi dan stabilitas di kawasan dan global.
Lebih jauh, Indonesia perlu memperjuangkan pemulihan global yang inklusif, berkesinambungan, dan berdaya tahan.