Borobudur Marathon 2020 usai digelar, Minggu (15/11/2020). Kompeksitas kejuaraan lari pada saat pandemi memunculkan apresiasi terhadap ajang ini.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Terselenggaranya London Marathon pada 4 Oktober 2020 menjadi salah satu yang menginspirasi konsorsium Borobudur Marathon, yakni Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Yayasan Borobudur Marathon, dan harian Kompas untuk tetap menggelar kegiatan di tengah pandemi Covid-19.
Salah satu yang diadopsi tak lain jumlah pelari yang berlomba di arena dan rute lari. Di London, hanya 38 peserta yang berlomba, terdiri dari 20 putra dan 18 putri. Adapun di Borobudur ada 26 pelari yang tampil, 17 putra dan 9 putri.
Rute kedua kegiatan ini juga banyak diubah, menyesuaikan dengan situasi pandemi. Rute standar yang banyak melintasi jalan raya dan fasilitas publik tahun ini diganti karena pasti memicu kerumunan penonton.
Di London, rute berupa jalur 2,15 kilometer mengitari St James’s Park, yang harus dikitari para pelari hingga 19 kali, plus 1,3 km terakhir menuju titik finis tradisional London Marathon. Setali tiga uang di Borobudur. Rute menjadi sekitar 3,5 km yang dikelilingi pelari 12 kali dan hanya di kompleks Taman Wisata Candi Borobudur.
Yang juga serupa, keduanya membuka pendaftaran lari virtual. Tercatat lebih dari 43.000 peserta berpartisipasi dalam lari virtual London Marathon. Sementara di Borobudur Marathon, 9.090 pelari mendaftarkan diri untuk menuntaskan lari virtual dari estimasi awal hanya 5.000 orang.
Di Indonesia, Borobudur Marathon menjadi satu-satunya ajang lari yang digelar di tengah pandemi. Obsesi konsorsium Borobudur Marathon untuk tetap melaksanakan perhelatan ini menghadapi banyak tantangan.
Tantangan terberat dalam penerapan protokol kesehatan. Tekad panitia untuk menghindarkan ajang ini sebagai kluster penularan Covid-19 mengharuskan semua yang terlibat untuk menjalani tes usap. Tak heran, semua wajib mengikuti tes usap, baik itu pelari, panitia, wartawan, petugas keamanan, maupun tamu VIP. Yang terdeteksi positif Covid-19 otomatis tidak dapat terlibat karena harus menjalani isolasi dan perawatan.
Para atlet, jurnalis, panitia, dan tenaga medis yang sudah harus hadir di Magelang beberapa hari sebelum pelaksanaan juga wajib hidup dalam ”gelembung” cegah Covid-19. Konsekuensinya, mereka yang dalam gelembung wajib menjalani protokol kesehatan ketat, termasuk tidak bisa sembarangan menerima tamu, dan hanya boleh bepergian dari hotel ke arena pergi-pulang.
Hasilnya, apresiasi dari banyak pihak, terutama pelari, yang ibarat artis di kejuaraan olahraga. Pretty Sihite, juara maraton putri Borobudur Marathon 2020, menilai, fasilitas di ajang ini sudah setara dengan kejuaraan internasional yang pernah diikutinya, seperti Asian Games Jakarta-Palembang 2018 dan SEA Games Filipina 2019. Persatuan Atletik Seluruh Indonesia juga menyampaikan apresiasi.
Siaran langsung Borobudur Marathon 2020 di saluran Youtube Kompas TV hingga semalam disaksikan 27.069 orang. Pengakses berita Borobudur Marathon di laman Kompas.id juga banyak yang dari luar negeri, termasuk dari Benua Eropa dan Amerika, selain dari sejumlah kota di Indonesia.
Penyelenggaraan kejuaraan olahraga di tengah pandemi ternyata bukan tidak mungkin. Syarat utamanya, protokol kesehatan yang dijalankan dengan penuh disiplin serta beragam ketentuan kejuaraan yang harus dimodifikasi karena tuntutan adaptasi terhadap pandemi.