Di Era Biden, Kurangi Porsi Utang dalam Denominasi Dollar AS
Porsi utang luar negeri Indonesia dalam denominasi dollar AS harus dikurangi. Jika Presiden terpilih Joe Biden mengangkat Janet Yellen, dollar AS berpotensi menguat atas mata uang sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Oleh
Simon Saragih
·4 menit baca
Indonesia perlu segera mengurangi porsi utang luar negeri dalam denominasi dollar AS. Ini antisipasi yang harus dilakukan jika Joe Biden mulai memimpin sebagai Presiden AS pada Januari 2021. Antisipasi ini adalah keharusan, apalagi jika Janet Yellen, mantan Gubernur Bank Sentral AS, dipilih kembali sebagai salah satu teknokrat ekonomi.
Biden sendiri sudah mengindikasikan akan menempatkan kembali para teknokrat ekonomi dari era Presiden Barack Obama, seperti diberitakan situs Bloomberg, 14 November 2020. Salah satu yang diperkirakan kuat akan dipilih kembali adalah Yellen.
Yellen adalah ekonom yang tergolong konservatif dalam arti tidak akan mudah mengguyur uang ke pasar tanpa perkiraan saksama, seperti terjadi dalam empat tahun pemerintahan Presiden Donald Trump.
Yellen digantikan Jerome Powell sejak 2018 sebagai Gubernur Bank Sentral AS atas keinginan Trump. Powell sering kali ditekan Trump untuk menurunkan suku bunga inti agar perekonomian bergairah, bukan dorongan produktivitas, tetapi berkat kebijakan uang mudah. Ini sebutan bagi kebijakan yang mendorong peredaran uang di pasar dengan risiko inflasi tinggi.
Kebijakan inilah yang membuat Biden mengkritik Trump, yang disebut oleh Biden lebih mengandalkan kemajuan ekonomi berdasarkan kenaikan indeks harga saham. Trump juga menurunkan basis pajak termasuk untuk warga kaya. Kebijakan yang juga dikiritik Biden telah memperkaya kaum kaya, tetapi tidak berefek besar pada rakyat kebanyakan.
Mengetatkan peredaran uang
Ketika Yellen menjabat Gubernur Bank Sentral AS (2014-2018), minimal ada tiga kali negara-negara berkembang mengalami pelemahan kurs yang mengejutkan. Hal itu, antara lain, disebabkan kenaikan suku bunga inti yang dilakukan Bank Sentral AS di era Yellen, yakni pada 16 Desember 2015, 14 Desember 2016 dan pada 15 Maret 2017. Kurs rupiah melejit dari kisaran Rp 13.000 hingga 15.000 per dollar AS selama periode itu.
Kenaikan kurs rupiah terjadi akibat pelarian modal asing didorong kenaikan suku bunga oleh Yellen. Kenaikan tersebut juga terjadi akibat penjualan secara perlahan surat berharga milik swasta yang dipegang Bank Sentral AS semenjak krisis 2009. Penjualan surat berharga miik swasta ini berarti penyedotan kembali uang beredar dari pasar. Yellen juga menegaskan perlindungan pada Undang-Undang Dodd-Frank, yang mengawasi ketat lembaga keuangan, yang terbukti telah menghancurkan ekonomi AS pada 2009 akibat tindakan spekulatif di pasar.
Yellen serupa dengan para gubernur Bank Sentral AS lainnya, yang kukuh memelihara independensi. Dia tidak mudah dihardik untuk menerima arahan Trump agar melonggarkan peredaran uang. Jika dia benar-benar ditempatkan lagi sebagai teknokrat di era Biden, pemborosan anggaran negara dan peredaran uang yang mudah dipastikan tidak akan terjadi.
Diberitakan, Yellen akan menduduki jabatan sebagai menteri keuangan. Ini berarti konsolidasi anggaran negara akan menjadi fokusnya. Yellen mengatakan, adalah terbatas jika dorongan pada pergerakan ekonomi diserahkan kepada pemangku otoritas moneter. Yellen mengatakan, hal itu lebih baik diserahkan kepada seksi anggaran.
Ini mengindikasikan Yellen akan menaikkan anggaran lewat penerimaan pajak. Biden sudah mencanangkan akan menaikkan pajak korporasi dan warga kaya. Ini memberikan gambaran bahwa timbunan utang untuk menopang anggaran bukan lagi andalan.
Secara makro dan efeknya ke dunia adalah stabilitas dollar AS dalam jangka panjang. Namun, hal itu juga berarti penguatan kurs dollar AS. Jika sejak 2009 terjadi banjir dollar AS yang menyebar ke seluruh di dunia, setidaknya dalam masa empat tahun ke depan di era pemerintahan Biden akan terjadi era dollar AS yang ketat.
Satu-satunya cara bagi Indonesia dan sejumlah negara berkembang untuk mendatangkan valuta asing adalah merangsang masuk modal asing lewat investasi portofolio dan investasi langsung. Namun, saran yang bisa diajukan sekarang adalah, pada era Biden, sebaiknya kurangilah porsi utang luar negeri dalam denominasi dollar AS.
Pada era Biden, bukan tidak mungkin kurs yang kini pada kisaran Rp 14.500 per dollar AS akan meroket lagi. Namun, ini tergantung pada kemampuan Indonesia, apakah akan bisa menaikkan ekspor sekaligus mendatangkan arus modal asing. Pergerakan kurs dollar selalu tergantung pada penawaran dan permintaan mata uang kuat, dalam hal ini dollar AS.