Keakuratan data sangat dibutuhkan, terutama untuk memprediksi dosis vaksin yang diperlukan, jumlah kelompok sasaran penerima vaksin, lokasi, jumlah tenaga kesehatan yang dibutuhkan, dan lain sebagainya.
Oleh
Dwi Indah Lestari
·3 menit baca
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan, masih terjadi ketidaksesuaian data kesehatan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Masalah itu ia temukan saat menangani pandemi Covid-19. Untuk itu perlu perbaikan manajemen data kesehatan.
Saat ini, sistem informasi manajemen data kesehatan tidak terintegrasi antara pemerintah daerah dan pusat. Data yang terintegrasi sangat dibutuhkan agar pelbagai program kesehatan tepat sasaran. Apalagi, dalam waktu dekat pemerintah berencana menyelenggarakan program vaksinasi Covid-19, sebagai bagian dari upaya penanggulangan wabah.
Keakuratan data sangat dibutuhkan, terutama untuk memprediksi dosis vaksin yang diperlukan, jumlah kelompok sasaran penerima vaksin, lokasi, jumlah tenaga kesehatan yang dibutuhkan, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, program vaksinasi akan dapat dilaksanakan secara massal, terstruktur, dan terarah untuk mencapai tujuan menciptakan imunitas massal dalam menghadapi virus korona jenis baru. Di samping itu juga untuk memudahkan pemantauan pasca-vaksinasi.
Untuk menyukseskan program vaksinasi mengatasi Covid-19, pemerintah perlu segera memverifikasi dan kemudian mengintegrasikan data kesehatan pusat dan daerah. Semoga dengan begitu pelayanan kesehatan di Indonesia terus meningkat kualitasnya dan bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Dwi Indah Lestari
Graha Kamal Permai, Kamal Bangkalan, Madura
Program PTSL
Kami yang bertanda tangan di bawah ini memiliki sebidang tanah seluas 15.570 meter persegi di Desa Ciasem Tengah, Kecamatan Ciasem, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Tanah tersebut dirangkum dalam tiga sertifikat dengan status hak milik sejak 1995 dengan nomor hak milik 273, 274, dan 275.
Sebagian tanah tersebut saat ini dikuasai 17 penyerobot yang mendirikan bangunan di atasnya tanpa izin kami, pemilik yang sah. Kami melaporkan kejadian tersebut ke Polres Subang, Jawa Barat.
Pihak kepolisian kemudian menyelidiki dan mengundang pihak BPN, disaksikan Kepala Desa Ciasem Tengah serta RT/RW setempat. Tanah diukur ulang dan ditemukan sejumlah fakta. Hasil dirangkum dalam Berita Acara Pengukuran 1159/BA.5-32.13/IX/2020 tanggal 24 September 2020 yang dikeluarkan oleh BPN. Berita acara ditandatangani oleh Kasubsie Pengukuran, Pemetaan, dan Tematik Bapak Damanik Komara SSit.
Antara lain diketahui bahwa dalam sertifikat HM 273 Seb, HM 274 Seb, dan HM 275 Seb telah terbuat 1 (satu) sertifikat HM 369 melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan terindikasi tumpang-tindih.
Dalam sertifikat HM 275 Seb terindikasi tumpang-tindih dengan sertifikat yang diterbitkan melalui program PTSL TA 2019 sebanyak kurang lebih 16 sertifikat.
Berita acara tersebut menyebutkan, penerbitan sertifikat berdasarkan jual beli di bawah tangan (segel jual beli) oleh anak dari orang kepercayaan yang menjaga tanah milik Bambang Sungkono.
Terjadinya penerbitan sertifikat tersebut dikarenakan SHM 273, SHM 274, dan 275 yang terbit pada 1995 belum ada dalam peta pendaftaran.
Kami mohon kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN RI untuk membantu kami mendapatkan jalan keluar.
Mengapa BPN Subang bisa menerbitkan sertifikat hanya berdasarkan jual beli di bawah tangan? Padahal, yang menjual bukan pemilik yang sah dan tidak ada atau yang memiliki kuasa dari pemilik.
Sertifikat SHM 273, SHM 274, dan SHM 275 yang merupakan sertifikat resmi, mengapa belum terpetakan dalam peta pendaftaran?
Menurut informasi, untuk membatalkan seluruh sertifikat yang tumpang-tindih, harus melalui PTUN. Proses gugat-menggugat di PTUN bisa terjadi jika BPN sebagai tergugat dan kami sebagai penggugat masing-masing merasa benar.
Sementara menurut berita acara, BPN mengakui terjadi tumpang-tindih. Semoga Bapak Menteri sudi mengatasi masalah kami.
Bambang Sungkono
Jl Keadilan Raya, Glodok Tamansari, Jakarta Barat
Kisah Perjuangan di Sebuah Prangko
Terima kasih atas pemberitaan berjudul ”Kisah Perjuangan di Sebuah Prangko” (Kompas, 30/8/2020). Tulisan itu memberi kesegaran bagi penggemar filateli karena berita dengan tema filateli makin jarang dimuat di media cetak.
Semoga dengan pemberitaan tersebut semakin banyak masyarakat yang mengetahui bahwa sampai sekarang prangko masih menjadi sebagai alat pembayaran yang sah untuk mengirimkan surat.
Saya berharap Kompas bisa memberitakan artikel bertema filateli secara berkala.