Upaya pemerintah melalui Kementerian Keuangan membantu peningkatan mutu SDM lewat program beasiswa LPDP, atau Lembaga Pengelola Dana Pendidikan, patut diapresiasi. Sebagai bagian dari alokasi dana pendidikan, dengan berjalannya waktu, sudah saatnya program beasiswa ini dievaluasi agar sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan zaman.
Ini selaras dengan makna logo LPDP, yakni kuncup bunga cempaka yang melambangkan fleksibilitas. Evaluasi menyangkut sasaran, output atau hasil guna, beserta sistem dalam proses pemberian beasiswa LPDP.
Kasus pegiat aktivis HAM dalam isu Papua yang viral beberapa waktu lalu, sejumlah kasus penerima beasiswa LPDP yang tidak kembali ke Indonesia, atau kembali ke Indonesia tetapi tidak berkontribusi signifikan untuk kepentingan masyarakat Indonesia, harus menyadarkan pengelola LPDP untuk berbenah diri.
Pengelola harus membuka wawasan lebih luas, membuka hati dan pikiran agar jernih tanpa ego sektoral, serta bekerja hanya demi masa depan Indonesia yang sejahtera. Untuk itu diperlukan strategi yang sangat baik karena dana tersebut merupakan uang rakyat.
Utamakan pilihan program studi yang sangat dibutuhkan, antara lain dengan orientasi jangka pendek, menengah, ataupun beberapa untuk jangka panjang. Kriteria yang dibutuhkan adalah yang memberikan kontribusi langsung secara luas, baik secara ekonomi maupun ilmu pengetahuan. Misalnya, program studi yang mengarah pengetahuan dan teknologi kedokteran.
Ada baiknya sebagian dana LPDP disisihkan untuk membiayai sekolah para dokter yang mengambil program spesialisasi (PPDS = peserta program dokter spesialis), dengan menyubsidi biaya SPP atau honor bagi PPDS karena mereka bekerja-merawat orang sakit di rumah sakit. Di negara lain, mereka mendapat gaji. Profesi ini sudah teruji manfaatnya, malahan kita kekurangan tenaga medis profesional saat pandemi ini.
Perlu dipastikan juga bahwa yang menerima beasiswa LPDP akan kembali ke Indonesia. Oleh karena itu, pilih yang benar-benar punya integritas dan sudah terlihat mengabdi pada nusa bangsa. Libatkan juga, misalnya, Bappenas, selain Kemendikbud dan Kemenkeu.
Sutanto Harsono
Jl Camar, Bintaro Jaya
Wongsonegoro
Saya ingin mengenang 15-19 Oktober 1945, saat di Semarang terjadi pertempuran lima hari. Dalam buku Syamsuar Said, Pertempuran 5 Hari di Semarang (1984), disebutkan masyarakat Semarang gembira mendengar Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Beberapa pemuda menemui para pemimpin, seperti Wongsonegoro dan Buntaran, mohon alih kekuasaan dari pemerintahan militer Jepang. Para pemuda itu sanggup membantu.
Awal Oktober 1945 telah banyak jawatan dan kantor menjadi milik Indonesia, misalnya Jawatan Kereta Api, perusahaan listrik, dan percetakan.
Sejak 1 Oktober 1945 di Semarang terbentuk pemerintahan Republik Indonesia. Pada 13 Oktober 1945 Wongsonegoro diangkat menjadi Gubernur Jawa Tengah.
Ia sangat memperhatikan kepentingan rakyat, bahkan pernah ditawan Jepang. Rakyat yang membantu tidak ada yang minta imbalan. Demikian sedikit contoh hubungan baik pemerintah dengan rakyat.
Titi Supratignyo
Pondok Kacang, Tangsel
Atasi Kebosanan
Dampak pandemi Covid-19 masuk ke segala lini kehidupan, termasuk sekolah. Sebelum pandemi, siswa belajar di sekolah. Namun, sejak pandemi, beralih ke pembelajaran jarak jauh (PJJ). Salah satu dampak PJJ adalah rasa bosan pada anak karena hanya berinteraksi lewat gawai. Padahal, anak-anak, terutama TK dan SD, butuh bermain bersama.
Untuk mengatasi kebosanan, Kemendikbud melalui salah satu portalnya merilis 22 jenis gim edukasi atau edugame. Beragam gim interaktif dapat dimanfaatkan siswa secara mandiri ataupun dengan bimbingan guru atau orangtua (Kompas, 2/11/2020).
Tentu saja edugame ini bisa menjadi alternatif selama PJJ. Hanya saja, solusi ini bisa membuat anak-anak semakin lama berinteraksi dengan gawai. Penggunaan gawai berlebihan bisa menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan fisik dan juga mental anak.
Selain mengarahkan anak bijak menggunakan gawai, orangtua dan pihak sekolah (guru) bisa membuat program-program kreatif untuk anak, terutama untuk beraktivitas secara fisik.
Begitu pula pemerintah, dalam hal ini Kemendikbud, dapat membuat program edugame yang didesain melibatkan aktivitas fisik anak-anak.
Ratni Kartini, SSi
Griya Firdaus Residence, Rahandauna, Poasia,
Kendari, Sulawesi Tenggara