Resesi dapat menimbulkan ketimpangan yang memperlambat pemulihan ekonomi. Karena itu, kita memerlukan pemulihan ekonomi yang inklusif, bebas dari korupsi, dan bersahabat dengan lingkungan agar berkelanjutan.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Meskipun data Badan Pusat Statistik menunjukkan Indonesia memasuki resesi, kita masih memiliki ruang cukup besar untuk cepat bangkit.
Indonesia resmi memasuki resesi setelah Badan Pusat Statistik, Kamis (5/11/2020), mengumumkan pertumbuhan triwulan III-2020 kembali terkontraksi, yaitu minus 3,49 persen dibandingkan dengan triwulan sama tahun 2019.
Pada triwulan II-2020, ekonomi tumbuh minus 5,32 persen. Lapangan usaha yang masih tumbuh positif adalah pertanian (2,15 persen), dan dari sisi pengeluaran adalah belanja pemerintah (9,76 persen).
Meskipun pertumbuhan ekonomi belum seperti yang diharapkan, ruang untuk tumbuh masih cukup besar. Kita memiliki jumlah penduduk besar yang menjadi sumber tenaga kerja sekaligus pasar. Sumber daya alam kita sangat kaya, baik di darat maupun di laut.
Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Sistem Keuangan Negara dan Stabilitas Ekonomi untuk menangani pandemi Covid-19. Defisit anggaran dimungkinkan melebihi 3 persen, dan Bank Indonesia dapat membeli surat utang negara pada penawaran perdana.
Untuk menyelamatkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), pemerintah merestrukturisasi pinjaman dan memberikan bantuan modal. Pemberian bantuan sosial kepada separuh penduduk sudah berjalan meski penyaluran belum optimal.
Pemerintah dan DPR telah melahirkan Undang-Undang Cipta Kerja untuk meningkatkan investasi dan membuka lapangan kerja. Kini, kita menunggu peraturan pelaksanaan dan penerapannya agar menjadi ruang pertumbuhan.
Kegiatan ekonomi yang masih tumbuh adalah sektor pertanian dalam arti luas. Harus dipastikan sektor ini tetap tumbuh dengan menyediakan fasilitas sarana dan prasarana memadai; mengutamakan penggunaan produksi dalam negeri daripada impor disertai perbaikan kualitas, seperti gula, garam, dan buah; serta penguatan sektor hilir untuk mendapat nilai tambah dan jalur pemasaran hingga pasar ekspor.
Kurangnya infrastruktur yang langsung bermanfaat bagi ekonomi sehari-hari rakyat banyak adalah ruang pertumbuhan. Misalnya, jalan dan listrik desa, pelabuhan nelayan dan penyimpan ikan berpendingin, serta jaringan telekomunikasi dan internet hingga ke desa.
Meski demikian, kita tetap perlu mengantisipasi UMKM dan usaha besar yang sebelum pandemi pun sudah bermasalah. Situasi normal baru akan melahirkan jenis usaha baru yang lebih padat teknologi sehingga pendidikan dan pelatihan tenaga kerja harus serius dilakukan. Di sini, pemerintah perlu menciptakan iklim yang menumbuhkan pelaku wirausaha. Mereka ujung tombak pertumbuhan melalui keberanian berinovasi dan mengambil peluang.
Penerima Nobel Ekonomi, Joseph Stiglitz, mengingatkan, resesi dapat menimbulkan ketimpangan yang memperlambat pemulihan ekonomi. Karena itu, kita memerlukan pemulihan ekonomi yang inklusif, bebas dari korupsi, dan bersahabat dengan lingkungan agar berkelanjutan.