Partai politik utama di AS, Republik dan Demokrat, bersaing menguasai politik demi kepentingan masing-masing. Taktik dan strategi dilengkapi kekuatan uang, media sosial, peran ”think tank”, dan jaringan televisi.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Sistem politik sudah menjadi industri dengan orientasi ekonomi bagi sekelompok elite terkait politik. Kepentingan ini kadang mengalahkan kepentingan rakyat.
Demikian dituliskan Katherine M Gehl dan Michael E Porter di situs Harvard Business School (HBS) pada September 2017. Pada 2011, penulis sudah melihat fenomena politik yang lari dari jalur. Peneliti dari Princeton University dan Northwestern University menemukan hal menyedihkan pada 2014. ”Ketika kepentingan ekonomi elite dan kepentingan kelompok terorganisasi menjadi hal utama, kepentingan warga menjadi tidak signifikan,” demikian dikutip HBS.
Alam politik beda dengan alam bisnis. Politik dan penguasa bertugas melayani publik, bukan kelompok. Namun, ”Peran big money telah merasuki,” demikian Gehl dan Porter.
Ada dua partai politik utama di AS, Republik dan Demokrat. Keduanya bersaing menguasai politik demi kepentingan masing-masing. Taktik dan strategi dilengkapi kekuatan uang, media sosial, peran think tank, dan jaringan televisi ditata sedemikian rupa sebagai alat politik. Jika perlu, aksi saling serang terhadap pesaing politik diterapkan.
”Aku menang pada 2016 karena kamu,” demikian Presiden Donald Trump kepada Joe Biden pada debat kedua. Ucapan Trump memotret sistem yang membuatnya menang pada Pemilu 2016. Tentu, yang dimaksud soal Biden, implisit merujuk pada sistem, bukan Biden semata.
Idem dito. Trump menang bukan untuk mengubah sistem. Dia terasuki sistem. Strategi Trump berupa janji ”Make America Great Again” tak terwujud. Seperti perkiraan Gehl dan Porter, ini tidak mengherankan. Dalam politik kepentingan, gimmick adalah instrumen, tak perlu idealisme tinggi.
Rakyat AS, yang tidak semua berpendidikan, tersisih dari sistem. Maka, ada istilah, warga memilih saat pemilu bukan karena ada calon terbaik. Mereka memilih yang terbaik dari pilihan buruk. Duopoli politik tidak memikirkan calon terbaik dan hanya melanjutkan trik lama. Sejak Presiden Harry S Truman, kepercayaan publik kepada pemerintah anjlok drastis.
Dengan sistem ini, kebuntuan berpotensi terjadi. Persaingan demi kemenangan, apa pun caranya, dimungkinkan. Bernie Sanders, senator AS, mengatakan, agar tidak terjadi kebuntuan, Biden harus menang telak. Ini sulit. Fanatisme basis politik duopoli sudah terbius sistem. Untuk menang, duopoli hanya perlu memengaruhi sekelompok pemilih yang bisa berpaling, tidak perlu memikirkan kepentingan kolosal.
Biden memainkan isu untuk menarik minoritas, yang sebagian berpaling dari Hillary Clinton pada Pemilu 2016. Trump meniupkan isu safety, implisit diarahkan pada kulit putih. Lapisan dua konstituen ini agaknya sedang berpaling ke Biden, lain waktu bisa lari. Pemenang belum bisa dipastikan.
Siapa pun pemenang, tradisi tak berubah. Hanya reformasi politik yang bisa memperbaiki sistem. Dulu, dunia kagum pada sistem politik AS. Kini, publik AS juga melihat sistem politik sebagai titik kelemahan bangsa, demikian Gehl dan Porter.