Aksi bersama di bawah gerakan Every Woman Every Child memainkan peran penting dalam menciptakan dunia yang lebih sehat, lebih aman, lebih adil, dan lebih berkelanjutan bagi wanita, anak, dan generasi mendatang.
Oleh
FX Wikan Indrarto
·4 menit baca
Keberhasilan yang dicapai dalam meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak telah terancam konflik bersenjata, krisis iklim, dan pandemi Covid-19. Kecemasan ini tercantum dalam laporan terbaru Every Woman Every Child, 25 September 2020. Apa yang mengkhawatirkan?
Laporan berjudul Protect the Progress: Rise, Refocus, Recover (2020) itu mengungkapkan, sejak gerakan Every Woman Every Child yang disponsori Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa diluncurkan 10 tahun lalu, telah terjadi kemajuan luar biasa dalam meningkatkan derajat kesehatan ibu, remaja, dan anak di seluruh dunia. Kematian anak balita sepanjang masa berada di titik terendah pada 2019 dan lebih dari 1 miliar anak telah divaksin selama satu dekade terakhir.
Target cakupan imunisasi, penolong persalinan terlatih dan akses ke air minum yang aman mencapai lebih dari 80 persen. Kematian ibu menurun hingga 35 persen sejak tahun 2000, dengan penurunan paling signifikan terjadi sejak 2010. Diperkirakan, 25 juta pernikahan remaja juga berhasil dicegah selama dekade terakhir.
Target cakupan imunisasi, penolong persalinan terlatih, dan akses ke air minum yang aman mencapai lebih dari 80 persen.
Namun, konflik bersenjata, perubahan iklim, dan pandemi Covid-19 mengancam derajat kesehatan dan kesejahteraan semua anak dan remaja. Krisis memperburuk ketidaksetaraan, dengan dampak secara tak proporsional harus ditanggung kelompok yang paling rentan, yaitu perempuan dan anak-anak.
Pada puncak pembatasan sosial selama pandemi Covid-19, sekolah ditutup di 192 negara, memengaruhi 1,6 miliar siswa. Kekerasan dalam rumah tangga dan pelecehan terhadap anak dan perempuan meningkat. Kemiskinan dan kelaparan juga memperparah kondisi.
Sebelum pandemi Covid-19 pun, menurut Direktur Eksekutif Unicef Henrietta Fore, satu anak balita meninggal setiap enam detik di berbagai tempat di seluruh dunia. Jutaan anak yang tinggal di zona konflik bersenjata dan lingkungan hidup yang rusak menghadapi kesulitan yang lebih berat dengan adanya pandemi Covid-19.
Pada 2019, sekitar 5,2 juta anak balita dan 1 juta remaja meninggal karena kematian yang sebenarnya dapat dicegah. Selain itu, setiap 13 detik bayi baru lahir meninggal, setiap jam terdapat 33 ibu tidak selamat saat melahirkan, dan 33.000 anak perempuan dalam sehari dipaksa menikah, biasanya dengan pria yang jauh lebih tua.
Pada 2019, sekitar 82 persen kematian anak balita dan 86 persen kematian ibu terkonsentrasi di wilayah Sub-Sahara Afrika dan Asia Selatan. Sembilan dari 10 infeksi HIV pada anak juga terjadi di Sub-Sahara Afrika. Angka kematian ibu, bayi baru lahir, anak dan remaja jauh lebih tinggi di negara yang secara kronis terdampak konflik bersenjata.
Gerakan global
”Sudah terlalu lama, kesehatan dan hak perempuan, anak, dan remaja tidak mendapat perhatian yang memadai dan layanan tak cukup didukung,” kata mantan Perdana Menteri Selandia Baru dan Ketua Dewan Kemitraan untuk Kesehatan Ibu, Bayi, dan Anak Helen Clark. Komunitas global perlu memerangi Covid-19, sambil tetap meningkatkan kualitas kehidupan perempuan dan anak, dan tak memperlebar kesenjangan.
Komunitas global perlu memerangi Covid-19, sambil tetap meningkatkan kualitas kehidupan perempuan dan anak, dan tak memperlebar kesenjangan.
Pandemi Covid-19 berpotensi memutar mundur waktu kemajuan bertahun-tahun dalam kesehatan reproduksi ibu, anak, dan remaja. Tanpa upaya intensif memerangi penyebab kematian anak yang dapat dicegah, 48 juta anak balita dapat meninggal pada kurun 2020-2030. Hampir setengah kematian itu terjadi pada bayi baru lahir.
Gerakan Every Woman Every Child menjadi lebih kritis dari sebelumnya, saat kita memasuki Dekade Aksi SDGs (Sasaran Pembangunan Berkelanjutan), di tengah krisis kesehatan global terburuk dalam satu generasi.
”Tidak ada keraguan bahwa pandemi Covid-19 telah menghambat upaya global untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan wanita dan anak,” kata Direktur Jenderal WHO Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia tercatat 305 per 100.000 kelahiran hidup (SUPAS, 2015) dan angka kematian bayi (AKB) 24 per 1.000 kelahiran hidup (SKDI, 2017). Program percepatan penurunan AKI dan AKB menargetkan pada 2024, AKI tinggal 183 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB menjadi 15 per 1.000 kelahiran hidup.
Aksi bersama di bawah gerakan Every Woman Every Child memainkan peran penting dalam menciptakan dunia yang lebih sehat, lebih aman, lebih adil, dan lebih berkelanjutan bagi wanita, anak, dan generasi mendatang.
FX Wikan Indrarto
Dokter Spesialis Anak di RS Panti Rapih Yogyakarta; Lektor Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana