Gagasan Eduard diutarakan lewat bukunya ”Max Havelaar” dan turut memengaruhi pemikiran para bapak bangsa. Namun, Ernest langsung bergerak bersama para pejuang Indonesia menyuarakan slogan “Hindia untuk orang Hindia".
Oleh
Chris Wibisana
·3 menit baca
Infografis Harian Kompas (Rabu, 28/9/2020) ada yang kurang tepat. Pada keterangan Kebangkitan Nasional, 1912, tertulis ”Indische Partij didirikan sebagai partai politik pertama di Hindia Belanda. Tokohnya Douwes Dekker, Tjipto Mangungkusumo, dan Suwardi Suryaningrat.” Namun, pada keterangan ”Douwes Dekker” yang ditunjuk adalah foto Eduard Douwes Dekker.
Douwes Dekker, pendiri Indische Partij, adalah Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950). Ernest merupakan cucu Jan Douwes Dekker, adik dari Eduard Douwes Dekker (1820-1887). Keduanya memang berasal dari keluarga yang sama, keduanya juga ikut andil dalam pergerakan bangsa. Eduard meninggal pada 1887, saat Ernest baru berusia 8 tahun.
Eduard Douwes Dekker adalah mantan pegawai negeri Hindia Belanda yang mengundurkan diri sesudah mengungkap praktik penyalahgunaan kekuasaan di Lebak, Banten, pada April 1856. Pengalaman itu ia tulis dalam roman legendaris Max Havelaar of De Koffieveilingen der Nederlandsche Handel Maatschappij, lebih dikenal sebagai Max Havelaar. Ia memakai nama samaran, Multatuli.
Sementara Ernest Douwes Dekker adalah pemimpin surat kabar De Expres. Ia memuat tulisan Soewardi Soerjaningrat berjudul ”Als Ik Een Nederlander Was” atau ”Seandainya Aku Seorang Belanda”. Ernest mendapat nama Danudirdja Setiabudi dari Bung Karno. Ia termasuk pendiri Indische Partij, akhir 1912, salah satu pemrakarsa ”Zaman Bergerak” di Hindia Belanda.
Gagasan Eduard mengenai kemanusiaan diutarakan lewat bukunya Max Havelaar dan turut memengaruhi pemikiran para bapak bangsa. Namun, Ernest langsung bergerak bersama para pejuang Indonesia menyuarakan slogan ”Hindia untuk Orang Hindia”.
Edward mewariskan semangat menggugat kemapanan Eropa selaku pasar komoditas pertanian Hindia Belanda. Ernest menjadi bagian dari Tiga Serangkai yang membangun sikap patriotisme bangsa Indonesia. Ernest juga menggagas nama Nusantara pengganti Hindia Belanda.
Keduanya sosok besar yang hidup berbeda zaman.
Chris Wibisana
Perumahan Bukit Pamulang Indah, Tangerang Selatan
Catatan Redaksi:
Terima kasih atas penjelasan yang disampaikan.
***
Pelayanan Kependudukan
Sebagai warga yang taat, pada 26 Juni 2020, kami mengantar putri kami Shyela Dhiya Aghiya, yang genap berusia 17 tahun, untuk rekam KTP-el. Perekaman di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Bogor.
Karena jarak cukup jauh—kami tinggal di Perumahan Bukit Dago, Rawakalong, Kecamatan Gunung Sindur—kami berangkat pukul 06.00.
Proses perekaman berjalan lancar. Kemudian kami bertanya kepada petugas loket hari itu, kapan kami bisa mengambil KTP-el anak kami. Seorang petugas perempuan menjawab agar menghubungi call center Disdukcapil Kabupaten Bogor 0812-9514-1470, seperti yang ditempel pada kaca loket pelayanan.
Tanggal 11 Juli 2020, kami menanyakan perkembangan KTP-el putri kami, tidak ada jawaban. Tanggal 13 Juli 2020, kami kembali bertanya via Whatsapp, mendapat jawaban pukul 17.34. Kami diminta mengirim nama dan NIK. Saat itu juga langsung kami kirim.
Tanggal 18 Juli 2020 pukul 07.40, kami kirim ulang, tetap tidak ada jawaban. Pada 23 Juli 2020 pukul 8.08 WIB kami bertanya lagi. Pukul 08.32 mendapat jawaban ”KTP-el masih dalam pendistribusian cetak, mohon ditunggu”.
Tanggal 23 Juli 2020 kami juga menghubungi nomor pelayanan 0812-9001-1600, tidak ada tanggapan.
Karena sudah tiga bulan lebih, pada 3 September 2020, 15 Oktober 2020, 25 dan 26 Oktober 2020 kami mengirim lagi nama dan NIK anak kami, juga tidak ada jawaban.