Memilih
Saya telah memilih melihat dan mencari jalan keluar dari kesulitan. Hati yang bahagia adalah obat.
Masih ingatkah Anda dengan tulisan saya beberapa minggu lalu? Soal bagaimana saya memutuskan untuk melihat problem kesehatan dan kehidupan sebagai bentuk pengabdian saya kepada Tuhan. Nah, keputusan untuk mengabdi itu saya sebut sebuah tindakan memilih. Dan memilih adalah soal yang ingin saya ceritakan sekarang.
Mengutuk atau Bersukacita?
Beberapa waktu lalu, saya membaca akun media sosial seseorang yang adalah temannya dari teman saya. Ia menderita kanker. Di akunnya itu, ia menulis dengan sebuah tagar yang kasar sekali mengenai penyakitnya itu. Saya tak bisa menuliskannya di sini. Saya sudah yakin bahwa kalimat itu pasti akan dihapus. Pada prinsipnya, ia mengumpat dan mengutuki penyakitnya itu.
Setelah membaca itu, saya menelepon teman saya yang mengenal pria yang saat itu sedang terbaring di rumah sakit. Saya menjelaskan secara singkat soal memilih, dan saya katakan kepadanya untuk meneruskan cerita saya kepada temannya itu.
Baca juga: Mengabdi
Memilih itu penting Saudara-Saudari sebangsa dan se-Tanah Air. Saya baru menyadari memilih itu merupakan bukti nyata dari kekuatan pikiran seseorang untuk melindunginya dari serangan pemikiran atau perilaku negatif yang tak membawa hasil apa pun kecuali kekesalan, keputusasaan, kemarahan, dan sejuta hal lara lainnya.
Waktu saya takut saat mau membuka hasil pemeriksaan darah dan mendengar pemeriksaan dokter, saya memutuskan untuk memilih. Saya memilih untuk berpikir bahwa kedua pemeriksaan di atas itu bukan untuk mengetahui saya kena penyakit yang mematikan, tetapi untuk mengetahui secepatnya tindakan apa yang harus dilakukan agar saya kembali sehat dan dapat bepergian keliling dunia.
Jadi, saya membuka hasil pemeriksaan darah dan mendengar keterangan dokter itu adalah agar saya bisa sehat. Bukan agar saya tambah menderita karena melihat hasilnya. Hasil dari dua pemeriksaan itu penting untuk mengetahui posisi kesehatan saya. Dari mengetahui posisi itu, dokter dapat memberikan langkah berikutnya untuk mencapai kesembuhan.
Baca juga: Menyesal
Bagaimana seorang dokter bisa mengetahui posisi saya sekarang ada di mana kalau pemeriksaan itu tidak dilakukan, bukan? Jadi, saya memilih melenggang ke rumah sakit, melenggang ke laboratorium, melenggang ke ruang pemeriksaan dokter dengan memilih berpikir saya mau sehat karena saya mau jalan-jalan keliling dunia.
Mumpung sekarang masih ada pandemi ini, dan di mana-mana menjadi susah untuk bepergian, saya berpikir ini adalah waktu yang tepat untuk menyehatkan tubuh terlebih dahulu sebelum pintu kebebasan bepergian dibuka kembali seperti sediakala.
Apotek hati
Pria yang terbaring karena kankernya memilih untuk mengumpat dengan kata-kata kasar terhadap penyakit itu. Masalahnya, pilihannya itu tak membuatnya ke mana-mana. Saya katakan kepada teman saya itu agar ia menyampaikan cerita saya kepada pria yang tengah dilanda tekanan batin yang sangat itu.
Mau marah silakan. Itu pilihannya. Masalahnya sekarang, apakah dengan mengumpat, kesal, marah, kankernya akan hilang? Tidak.
Apakah dengan merasa sukacita karena mampu untuk menerima keadaan itu, kankernya akan hilang? Tidak juga. Nah, mending mana. Marah atau sukacita kalau dua-duanya juga tak mendatangkan kesembuhan?
Baca juga: Reuni
Saya lanjutkan bercerita kepadanya. Saya telah memilih bersukacita di tengah derita. Orang mengatakan, hati yang bahagia adalah obat. Katanya mau sembuh. Kalau katanya mau sembuh, ya minum obat, bukan? Nah ini ada obat yang namanya hati yang gembira. Obat itu tidak ada di apotek mana pun, itu hanya ada di apotek hati seseorang.
Kalau sudah tahu demikian, mengapa ia tak mau membeli dan mengobatinya? Maka, semuanya tergantung dari kekuatan pikiran untuk memilih. Sebab, akhirnya, memilih memerlukan kedewasaan dan bukan kerentaan.
Saya belum pernah didiagnosis dokter kanker. Saya tak tahu bagaimana rasanya mendengar keputusan itu. Saya sangat mengerti kalau seseorang menjadi frustrasi karenanya. Akan tetapi, saya telah memilih untuk berhenti dari mengerti bahwa itu sebuah keadaan yang sulit. Saya telah memilih untuk tidak merengek dan membenci penyakit atau problema hidup saya.
Baca juga: Penemuan Diri
Saya telah memilih melihat dan mencari jalan keluar dari kesulitan. Saya memilih untuk mengevaluasi problema, dan ternyata banyak saya temui hal yang saya lakukan yang membuat problema itu muncul.
Jadi, kalau saya sekarang ini mengumpat penyakit saya, sejatinya yang harus saya umpat terlebih dahulu adalah tabiat dan perlakuan saya terhadap tubuh saya. Penyakit yang sekarang saya dapati telah berhasil membuat saya belajar memilih.
Saya memilih untuk menjadi dewasa dan penuh sukacita. Kalaupun akhirnya mati, saya telah mati dengan memilih hal yang paling membahagiakan.