Krisis politik di Malaysia bakal berlanjut menyusul penolakan Sultan Abdullah mengumumkan keadaan darurat, seperti diajukan PM Muhyiddin Yassin.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Jumat (23/10/2020), Perdana Menteri (PM) Muhyiddin bertemu Yang Dipertuan Agung Malaysia Sultan Abdullah. PM Malaysia itu mengajukan proposal dan meminta Raja memberlakukan keadaan darurat. Namun, belum jelas keadaan darurat yang diinginkan Muhyiddin mengingat luas dan cakupan keadaan darurat yang diatur konstitusi.
Konstitusi Malaysia memberi Raja sebuah hak memutuskan apakah keadaan darurat harus diumumkan berdasarkan ancaman terhadap keamanan, ekonomi, atau ketertiban umum. Keadaan darurat memberikan kekuasaan ekstra kepada PM, antara lain dapat mengeluarkan aturan tanpa proses di parlemen.
Pasal 150 Ayat (7) Konstitusi Federal menyatakan, setiap undang-undang darurat yang diberlakukan akan berlaku sampai enam bulan setelah pengumuman pencabutan keadaan darurat. Sejak merdeka tahun 1957, Malaysia sudah dua kali memberlakukan keadaan darurat nasional. Pertama, selama konfrontasi Indonesia-Malaysia tahun 1964. Kedua, setelah terjadi kerusuhan 13 Mei 1969.
Namun, Muhyiddin mengusulkan keadaan darurat dengan alasan terjadinya gelombang ketiga pandemi Covid-19 di Malaysia. Dalam sepekan terakhir, laporan harian jumlah terinfeksi virus korona baru di Malaysia menunjukkan tren naik, 800 kasus per hari, bahkan Sabtu (24/10) ada 1.228 kasus terinfeksi.
Namun, politisi dan pengamat menilai Covid-19 hanya dijadikan alasan menanggapi klaim pemimpin oposisi Anwar Ibrahim bahwa dirinya mendapatkan dukungan mayoritas di parlemen. Anwar sudah bertemu Raja Abdullah, tetapi belum ada keputusan terkait klaim Anwar. Juru bicara Raja menyebut, saat bertemu, Anwar tidak menyebutkan nama-nama anggota parlemen yang diklaim mendukungnya.
Seusai bertemu Muhyiddin, Istana mengatakan, Raja Abdullah akan bertemu dengan para penguasa Melayu di Istana Negara pada Minggu (25/10). Seusai pertemuan, lewat sebuah pernyataan, Raja Malaysia menilai proposal Muhyiddin untuk menyatakan keadaan darurat guna memerangi wabah baru virus korona. ”Istana berpendapat saat ini Yang Mulia tidak perlu mengumumkan keadaan darurat di negara ini atau di bagian mana pun di Malaysia.”
Namun, Raja menegaskan, dirinya percaya pada kemampuan Muhyiddin mengatasi krisis dan mendesak penghentian ”semua politik” yang dapat mengganggu stabilitas pemerintah. Sebelumnya, Raja meminta rakyatnya tenang menanggapi proposal PM Muhyiddin.
Penolakan ini membuat krisis politik di Malaysia berlanjut. Kita menunggu apakah mosi tidak percaya kepada Muhyiddin disepakati menjadi agenda pada sidang paripurna parlemen yang dijadwalkan 2 November 2020. Bisakah Muhyiddin mencari solusi lain agar tetap bisa bertahan?