Mengembangkan toleransi dan meninggikan kemanusiaan merupakan tugas kita bersama, yang juga harus dilakukan bersama-sama.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Hari Jumat (23/10/2020), mantan Wakil Presiden M Jusuf Kalla dan sejumlah tokoh dunia bertemu Paus Fransiskus di Vatikan. Mereka membahas masalah kemanusiaan.
Seperti diberitakan, Kalla menjadi wakil Asia sebagai anggota Dewan Juri Zayed Award for Human Fraternity, penghargaan dunia untuk pribadi atau lembaga yang konsisten mengusung kemanusiaan, persaudaraan, toleransi, dan solidaritas kemanusiaan. Penghargaan ini merupakan kelanjutan dari pertemuan pemimpin Gereja Katolik sedunia Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar, Sheikh Ahmad at-Thayyib, pada Februari 2019, yang menghasilkan Deklarasi Abu Dhabi, yakni Dokumen ”Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama” (Kompas, 20/10/2020).
Selain Kalla, dewan juri penghargaan itu adalah mantan Presiden Republik Afrika Tengah Catherine Samba Panza, mantan Penasihat Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pencegahan Genosida Adama Dieng, Kardinal Dominique Mamberti dari Pengadilan Tertinggi Kepausan untuk Kasus Apostolik, dan Gubernur Jenderal Kanada Michaelle Jean. Pertemuan dengan Paus Fransiskus, yang dilanjutkan dengan Imam Besar Al-Azhar, dan sejumlah tokoh lain, adalah untuk merumuskan kriteria dan nomine penghargaan internasional itu (Kompas.id, 23/10/2020).
Pemenang penghargaan itu akan diumumkan pada 4 Februari 2021. Ketika dokumen persaudaraan manusia itu ditandatangani, dunia menyambut gembira, penuh harapan. Deklarasi itu baru langkah awal yang harus ditindaklanjuti oleh banyak tokoh dunia dan negara-negara agar mewujud nyata.
Pemberian Zayed Award for Human Fraternity adalah satu langkah mewujudkan pesan Deklarasi Abu Dhabi. Penghargaan itu diambil dari nama Sheikh Zayed bin Sultan al-Nahyan, Presiden Uni Emirat Arab (UEA) pertama dan penguasa Abu Dhabi. Pada 2017, UEA mengembangkan pesan toleransi dan persaudaraan kemanusiaan ke seluruh dunia, antara lain dengan membentuk Kementerian Toleransi dan menetapkan tahun 2019 sebagai tahun toleransi.
Persyaratan utama peraih penghargaan itu adalah calon harus aktif dan berkontribusi nyata dalam mengampanyekan persaudaraan, solidaritas global tentang kemanusiaan sebagai keluarga, serta keadilan dan perdamaian dunia.
Persyaratan ini sejalan dengan Deklarasi Abu Dhabi, yang menyerukan semua pemimpin dunia agar bekerja bersama ”menyebarkan budaya toleransi” dan ”mengintervensi paling awal untuk menghentikan pertumpahan darah orang tak berdosa”. Konflik di berbagai belahan dunia, apa pun alasannya, hingga kini masih terjadi serta meniadakan arti manusia dan kemanusiaan.
Paus Fransiskus dalam berbagai kesempatan menyerukan dihentikannya konflik di dunia. Pandemi Covid-19 membuat kemanusiaan pun terkoyak. Tidak bisa hanya berharap kepada Paus, Imam Besar Al-Azhar, serta Kalla dan juri penghargaan internasional untuk meninggikan kemanusiaan dan toleransi di dunia ini. Itulah tugas bersama kita, harus terus dilakukan bersama, bisa mulai melalui diri sendiri dan keluarga.