Kita memerlukan investasi masif, termasuk dari Jepang, agar bisa pulih cepat dari dampak Covid-19 dan resesi global. Selain investasi yang menyerap banyak tenaga kerja, tak kalah penting investasi bernilai tambah tinggi.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Harapan besar digantungkan pada kunjungan Perdana Menteri Jepang ke Indonesia, pekan ini. Salah satunya, kunjungan ini akan menuntun pada relokasi banyak industri Jepang ke Indonesia.
Saat ini, semua negara di kawasan berkompetisi sengit untuk menjadi tujuan dari gelombang relokasi industri deras yang terjadi sejak 2019. Relokasi dilakukan oleh China dan sejumlah negara lain yang selama ini menjadikan China sebagai basis produksi—termasuk Jepang, AS, dan Korsel—baik dalam rangka restrukturisasi industri dalam negeri maupun untuk menghindar dari eskalasi perang dagang AS-China.
Relokasi ratusan industri itu menyasar terutama negara Asia Tenggara. Negara yang paling siap, yang paling diuntungkan oleh fenomena ini. Dari 33 perusahaan China yang relokasi pada 2019, menurut Bank Dunia, tak satu pun memilih Indonesia sebagai tujuan relokasi. Sebanyak 23 memilih Vietnam, sisanya ke Malaysia, Kamboja, Thailand, dan Myanmar.
Pada saat yang sama, sejumlah korporasi global, seperti Nissan dan Pepsi, juga memutuskan menutup sebagian atau seluruh operasinya di Indonesia, menyusul langkah yang sama oleh Panasonic, Toshiba, Chevrolet, Ford, dan General Motors.
Kita bisa memahami kegusaran Presiden Joko Widodo. Beberapa tahun terakhir, pemerintah gencar membenahi iklim berusaha, termasuk membangun infrastruktur secara ekstensif dan meluncurkan 16 paket kebijakan ekonomi, dalam upaya menarik investasi guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja. Namun, dalam sejumlah survei, Indonesia belum menjadi pilihan favorit investor.
Isu perizinan, ketenagakerjaan, dan perpajakan disebut masih menjadi kendala. Percepatan pengesahan RUU Cipta Kerja ditengarai juga untuk mengantisipasi gelombang relokasi ini. Juli lalu, tujuh perusahaan dari AS, Jepang, dan China sudah relokasi ke Indonesia. Presiden Trump dalam percakapan telepon dengan Presiden Jokowi, April, juga mengungkapkan rencana relokasi sejumlah industri AS dari China ke Indonesia. Namun, kisruh RUU Cipta Kerja yang diprotes buruh dan elemen masyarakat lain bisa menjadi sinyal buruk bagi investor.
Kunjungan PM Suga diharapkan mampu meletakkan fondasi bagi kerja sama lebih erat dan komprehensif RI-Jepang. Kesiapan pihak Indonesia sangat dituntut untuk bisa mengambil setiap peluang dari kemitraan yang ada.
Selama 60 tahun terakhir, Jepang berperan besar dalam pembangunan ekonomi Indonesia, baik melalui ODA maupun keikutsertaan di konsorsium kreditor IGGI/CGI. Hingga 2015, Jepang mitra dagang terbesar sebelum digusur China. Jepang juga investor ketiga terbesar setelah Singapura dan China.
Kita perlu gelontoran investasi masif untuk bisa pulih cepat dari dampak Covid-19 dan resesi global, termasuk dari Jepang. Selain investasi yang menyerap banyak tenaga kerja, tak kalah penting investasi dengan nilai tambah tinggi dalam rangka mempersiapkan Indonesia memasuki fase baru pembangunan era digital, memungkinkan Indonesia ambil bagian lebih besar dalam rantai pasokan global dan membuat lompatan untuk mewujudkan Indonesia negara maju pada 2045.
Komitmen kuat dukungan Jepang akan sangat menentukan arah hubungan dan kerja sama lebih erat ke depan.