Pandemi tak dapat dihindari. Persoalannya ialah bagaimana pemimpin politik di sebuah negara melaksanakan tugasnya sebaik mungkin sehingga rakyat dan negaranya selamat di tengah krisis hebat akibat pandemi Covid-19.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
AFP/MARTY MELVILLE
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern (tengah kanan) berbicara dengan sejumlah anggota senior parlemen di sebuah kafe di Auckland, 18 Oktober 2020, sehari setelah kemenangan besarnya dalam pemilu negara itu.
Pandemi Covid-19 menimbulkan persoalan serius di berbagai bidang, mulai dari kesehatan, ekonomi, hingga sosial. Tekanan teramat besar dirasakan pemimpin politik.
Berbagai persoalan yang dipicu oleh pandemi tersebut memerlukan solusi segera. Kegagalan memberikan langkah penyelesaian yang tepat dan cepat akan mengancam negara mana pun. Kegentingan masalah akibat pandemi muncul karena skala problem yang tidak kecil: ribuan orang terinfeksi, rumah sakit di seantero negara kewalahan, sementara ekonomi melambat drastis dan jutaan orang kehilangan pekerjaan serta mengalami penurunan penghasilan.
Dalam konteks itulah, politik mendapat relevansinya. Selama ini politik mungkin hanya dilihat sebagai ajang perebutan kekuasaan, tetapi era pandemi menempatkan politik di posisi yang seharusnya. Ia merupakan sarana untuk mengelola sumber daya agar tujuan mulia tercapai, dalam hal ini ialah dampak pandemi teratasi.
Lewat politik, perencanaan anggaran yang rutin dapat dikelola agar lebih fokus pada penanganan pandemi: kapasitas dan fasilitas kesehatan ditingkatkan agar dapat melakukan tes dan pelacakan secara memadai hingga penambahan bantuan sosial agar kelompok miskin tidak kian terperosok. Pada era pandemi, politik mendapat medan laga yang sesungguhnya. Ia memperoleh kesempatan untuk menunjukkan jati dirinya, yaitu alat perjuangan guna mencapai tujuan mulia bagi banyak orang.
MICHAEL BRADLEY/AFP
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern (tengah); suaminya, Clarke Gayford (tengah kiri, berdasi); dan anggota partainya berkumpul setelah kemenangan Partai Buruh dalam pemilihan umum nasional di Auckland, 16 Oktober 2020.
Maka, dapat dipahami bahwa pandemi Covid-19 memberi tekanan besar bagi para pemimpin politik. Kemampuan mereka untuk mengelola kekuatan politik agar satu tujuan dalam menangani pandemi diuji. Kemampuan para pemimpin untuk mengorkestrasi berbagai kelompok agar bersedia bekerja sama sangat dinantikan. Taruhannya satu, keselamatan rakyat dan negara. Pada era pandemi, pemimpin politik yang gagal membuat ribuan bahkan jutaan rakyatnya terinfeksi Covid-19 dan meninggal, belum lagi ancaman kehilangan pekerjaan dalam jumlah masif.
Keberhasilan Jacinda Ardern dalam pemilu Selandia Baru sehingga ia menjabat perdana menteri untuk periode kedua perlu dilihat dalam relasi antara pandemi dan politik tersebut. Seperti diberitakan di Kompas.id pada 18 Oktober, partai tempat Ardern bernaung, Partai Buruh, meraih 49 persen suara dalam pemilu. Kemenangan besar ini membuat Buruh menjadi mayoritas di parlemen dan Ardern tak perlu berkoalisi untuk membentuk pemerintahan.
Pencapaian Partai Buruh di Selandia Baru tak lepas dari keberhasilan Ardern dalam mengelola pandemi. Selama tiga pekan, tak ada kasus baru Covid-19 di Selandia Baru meski belum lama ini ada satu kasus baru yang menimpa pekerja di kapal asing.
Pandemi tak dapat dihindari. Persoalannya ialah bagaimana pemimpin politik di sebuah negara melaksanakan tugasnya yang mulia itu sebaik mungkin sehingga rakyat dan negaranya selamat di tengah krisis hebat akibat pandemi Covid-19.