Inggris bangga bekerja sama dengan Indonesia dalam menghadapi perubahan iklim, khususnya di bidang energi terbarukan yang menjadi kepentingan bersama dan berharap bisa melanjutkan kemitraan hingga dan setelah COP26.
Oleh
OWEN JENKINS
·5 menit baca
AFP / OLI SCARFF
Aksi yang menyuarakan dampak perubahan iklim berlangsung juga digelar di Manchester, Inggris, Selasa (1/9/2020).
Sekaranglah waktu yang tepat mempercepat transisi menuju sumber energi lebih bersih. Kita berada pada saat yang kritis untuk masa depan planet kita. Suhu Bumi meningkat, badai berkecamuk, gagal panen terjadi di seluruh dunia.
Laporan Pembangunan Rendah Karbon yang dibuat Pemerintah RI mengidentifikasi risiko tinggi dari perubahan iklim bagi Indonesia, termasuk kenaikan suhu panas dan perubahan curah hujan yang memengaruhi produksi beras, kerusakan terumbu karang akibat kenaikan suhu laut, risiko banjir yang lebih tinggi, kebakaran hutan, dan bencana alam lain.
Banyak dari dampak ini sudah terjadi di berbagai belahan Indonesia dan diperkirakan terus memburuk jika negara-negara di dunia tak segera mengambil tindakan untuk mengatasi perubahan iklim.
Kita berada pada saat yang kritis untuk masa depan planet kita.
Menghentikan PLTU
Dalam 14 bulan hingga Konferensi Perubahan Iklim PBB berikutnya, COP26, kita harus meningkatkan ambisi iklim di seluruh dunia untuk melindungi planet kita. Mempercepat transisi ke energi terbarukan adalah bagian penting dari situasi kompleks ini. Saat ini, meski biaya energi terbarukan turun dengan cepat sehingga lebih murah daripada batubara dan gas di kebanyakan negara, lebih dari 50 negara masih merencanakan pembangunan pembangkit listrik tenaga batubara (PLTU) baru.
Di Indonesia, rencana pembangunan PLTU kurang dari 100 kilometer dari Jakarta berisiko memperburuk polusi udara, yang akan merusak kesehatan masyarakat. Ini dapat menyebabkan kematian tambahan dan memperlambat perekonomian, dengan kerugian akibat polusi udara Rp 36 triliun (2,46 miliar dollar AS) pada semester I-2020.
Untuk memenuhi tujuan bersama kita di bawah Perjanjian Paris, menurut IEA dan IRENA, laju transisi global menuju tenaga bersih harus 4-6 kali lebih cepat daripada saat ini. Carbon Tracker menghitung, penghentian penggunaan tenaga batubara perlu meningkat tiga kali lipat dengan penutupan satu PLTU setiap hari hingga tahun 2040.
Potret PLTU Indramayu di Desa Sumuradem, Kecamatan Patrol, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Senin (2/3/2020). Pelabuhan PLTU Indramayu menjadi tempat transit bagi 69 warga negara Indonesia yang menjadi anak buah kapal pesiar Diamond Princess.
Tenaga tak terbarukan menjadi semakin tak ekonomis dan sulit untuk dibayar. Di AS, jumlah PLTU yang direncanakan dihentikan (318) lebih banyak daripada pembangkit yang masih beroperasi, yakni 212 unit, dan ini akan terus meningkat.
Secara global, tahun 2018, sebanyak 42 persen PLTU terbukti tak menguntungkan dan ini akan meningkat jadi 72 persen pada 2040. Banyak investor terbesar dunia, seperti Blackrock, BNP Paribas, dan Credit Agricole, tak lagi tertarik berinvestasi di batubara, tetapi justru di bidang energi terbarukan.
Indonesia berada di posisi sangat baik untuk mengambil keuntungan dari energi bersih dan menjadi ”negara adidaya” energi terbarukan. Indonesia yang memiliki salah satu potensi energi terbarukan tertinggi di dunia mampu menghasilkan energi 6,5 kali lebih banyak dari yang sudah dihasilkan saat ini.
Indonesia berada di posisi sangat baik untuk mengambil keuntungan dari energi bersih dan menjadi ’negara adidaya’ energi terbarukan.
Transisi ke energi bersih
Indonesia telah menetapkan target ambisius untuk menggunakan sumber energi terbarukan hingga 23 persen dari total penggunaan energi pada 2025, dari sekitar 10 persen saat ini. Untuk mencapai ini, perlu investasi miliaran dollar AS dari sektor swasta dan reformasi mendasar kerangka kebijakan dan peraturan yang ada saat ini guna menarik investasi itu.
Menetapkan target lebih ambisius dalam jangka waktu lebih panjang akan memberikan lebih banyak kepastian bagi investor dan pelaku usaha bahwa sektor ini akan terus tumbuh.
Di Indonesia, Pemerintah Inggris serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bekerja sama untuk melaksanakan program ”Mentari”—Kemitraan Energi Rendah Karbon antara Inggris dan Indonesia—yang bertujuan mendukung pemulihan ekonomi ramah lingkungan di Indonesia dengan memperluas akses yang inklusif terhadap energi bersih.
KOMPAS/SHARON PATRICIA
Peluncuran Program Mentari (Menuju Transisi Energi Rendah Karbon Indonesia) dalam webinar ”Peluncuran Virtual Program Mentari”, Kamis (30/7/2020). Program ini merupakan tindak lanjut dari penandatanganan nota kesepahaman pada Februari 2019 dan perjanjian implementasi pada April 2020 terkait kerja sama pengembangan energi rendah karbon.
Mentari akan membagi pengalaman Inggris dalam memperbaiki pendekatannya di bidang kebijakan dan peraturan untuk mendukung energi terbarukan sehingga Indonesia bisa mengambil langkah serupa sambil belajar dari—dan menghindari—kesalahan-kesalahan yang sudah dilakukan Inggris.
Transisi energi bersih untuk Indonesia akan menguntungkan semua pihak karena biaya energi terbarukan terus turun. Jalur rendah karbon akan meningkatkan daya saing melalui biaya energi yang lebih rendah untuk kalangan bisnis. Ini akan menciptakan lebih banyak pekerjaan berkualitas lebih tinggi, meningkatkan keamanan energi, memperluas akses energi yang inklusif, dan mengurangi biaya bagi konsumen.
Secara global, biaya tenaga surya dan angin pada 2018 turun 13 persen dan dalam waktu dekat biaya pemasangan pembangkit tenaga terbarukan akan lebih murah di hampir semua negara dibandingkan dengan terus menjalankan PLTU yang ada.
Peraturan dan tren pasar energi di seluruh dunia sedang bergeser sehingga negara-negara dapat mengambil keuntungan ekonomi sepenuhnya dengan beralih ke energi terbarukan dan menghindari aset bahan bakar fosil yang menghambat pertumbuhan.
Presiden Joko Widodo meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap di Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan, Senin (2/7/2018).
Indonesia tidak sendiri. Negara-negara sering menghadapi hambatan dalam meningkatkan kapasitas energi terbarukan mereka: biaya modal tinggi, kesulitan mengakses pendanaan, dan kurangnya dukungan teknis untuk bertransisi ke energi bersih, seperti pengelolaan sistem kelistrikan yang efektif.
Itulah alasan Inggris meluncurkan COP26 Energy Transition Council (Dewan Transisi Energi) yang terdiri atas para pemimpin dari bidang politik, keuangan, industri, dan teknologi. Presiden COP26 Inggris Alok Sharma akan menjadi ketua bersama dewan ini, bersama Damilola Ogunbiyi, Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Energi Berkelanjutan. Dewan ini akan memanfaatkan tenaga, keahlian, dan pengalaman di bidang energi yang terkumpul untuk mempercepat transisi global menuju energi bersih.
Inggris juga menginvestasikan 50 juta poundsterling dari investasi pendanaan iklim internasional ke dalam fasilitas inovasi energi bersih (clean energy innovation facility/CEIF) yang baru. Pendanaan ini akan mempercepat pengembangan teknologi energi bersih yang inovatif, seperti penyimpanan energi.
GOV.UK
Owen Jenkins
Argumen untuk transisi menuju energi bersih sudah jelas. Dengan mengakhiri penggunaan batubara dan tenaga fosil lain yang mencemari lingkungan serta mempercepat perpindahan ke energi terbarukan, kita dapat mendukung pemulihan ekonomi yang ramah lingkungan dan tangguh dengan pertumbuhan jangka panjang yang tinggi dan emisi yang rendah.
Inggris bangga dapat bekerja sama dengan Indonesia di bidang yang menjadi kepentingan bersama ini dan berharap bisa melanjutkan kemitraan hingga dan setelah COP26.