Saat ini untuk bicara tidak perlu bekal data lengkap, bermanfaat, dan dapat dipertanggungjawabkan. Yang penting orang mau mendengar dan mengamininya. Tidak paham tidak masalah. Apalagi berpikir kritis, buat apa.
Oleh
Zainoel B Biran
·3 menit baca
Indonesia adalah negara demokratis, dimanifestasikan menjadi kebebasan berpendapat, baik masuk akal maupun tidak. Ini adalah hak. Saya bersyukur dibekali Yang Maha Esa otak untuk berpikir, kesehatan jiwa untuk memanfaatkan, dan adab untuk mengungkap pendapat.
Saat ini untuk bicara tidak perlu bekal data lengkap, bermanfaat, dan dapat dipertanggungjawabkan. Yang penting orang mau—karena satu dan lain hal—mendengar dan mengamininya. Tidak paham tidak masalah. Apalagi berpikir kritis, buat apa. Sudah dipikirkan ”ahli”-nya.
Pembukaan UUD 1945 menegaskan bahwa salah satu tugas kita bersama adalah ”mencerdaskan bangsa”. Namun, banyak orang beranggapan itu kewajiban pemerintah. Bukan pribadi atau kelompok masyarakat. Kalau tidak sesuai dengan harapan, itu tanggung jawab pemerintah.
Kalau rakyat ”bodoh” dan ”mau dibodohi” itu salah pemerintah, bukan yang membodohi. Maka, siapa pun yang membodohi di negeri demokratis ini, beragama atau tidak, beradab atau tidak, tidak pernah salah.
Demikian juga menyangkut demonstrasi baru-baru ini. Sudah menimbulkan kekacauan lalu lintas, mengusik ketenteraman, dan diakhiri dengan merusak fasilitas publik, menurut pandangan para penggerak dan pendukungnya, wajar dan manusiawi. Semua itu konsekuensi dari kesalahan pemerintah yang memantiknya!
Kita, tampaknya, memang belum bisa melepaskan diri dari mentalitas ”memaksa” melalui kekuatan fisik, berlindung di balik besaran jumlah orang, daripada kearifan berpikir. Inikah Indonesia yang kita dambakan?
Pertanyaan saya kepada para penggagas dan pendukung demo: apakah Anda bagian dari manusia Indonesia yang benar-benar ingin ikut melindungi, memajukan, menyejahterakan, dan mencerdaskan bangsa?
Saya ragu akan niat Anda karena Anda dengan sadar-sesadarnya ”membodohi” warga. Membuat mereka berdemo tanpa tahu masalah. Bersediakah Anda menanggung kerusakan yang terjadi? Bahkan, juga kalau pendemo itu tertular Covid-19?
Moral apa yang hendak Anda tegakkan? Bagi saya, ini hanyalah upaya ”menghalalkan” segala cara untuk memenuhi kepentingan-kepentingan yang tak berkaitan dengan tujuan bangsa meraih kemerdekaan.
Zainoel B Biran
Pengamat Sosial, Ciputat Timur, Tangerang Selatan
Tanggapan Jiwasraya
Menanggapi Surat Kepada Redaksi di harian Kompas (Senin, 12/10/2020) perihal ”Klaim Belum Cair” yang disampaikan Bapak Ahmad Rudi, kami sampaikan informasi berikut.
Berdasarkan data portofolio PT Asuransi Jiwasraya (Persero) untuk nomor polis 208102858302 dengan nama produk Beasiswa Berencana, bukan merupakan polis/produk PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Menanggapi surat pembaca di harian Kompas (Rabu, 30/9/2020) berjudul ”Wi-Fi Tak Berfungsi” atas nama Ir A Pratomo MT di Kotabaru Parahyangan, kami sampaikan terima kasih atas kesetiaan menjadi pelanggan Telkom sejak 2009.
Atas ketidaknyamanan yang dialami, kami mohon maaf sebesar-besarnya. Mengenai keluhan tersebut, dapat kami sampaikan bahwa tim kami telah mengecek sistem dan diketahui layanan berjalan normal. Kami arahkan pelanggan untuk restart pada optical network terminal (ONT).
Kami telah mengonfirmasi kepada yang bersangkutan, hasilnya layanan IndiHome telah aktif kembali.
Semoga ke depan PT Telkom Indonesia dapat terus memperbaiki layanan sehingga apa yang menjadi harapan pelanggan dapat dipenuhi.
Vonny Repi
Manajer Sekdiv & Public Relation, Telkom Regional III Jawa Barat, Bandung