Adaptasi Dokter Lulusan Luar Negeri
Dengan pemahaman mendalam dari semua pihak dan memikirkan kepentingan serta keselamatan masyarakat luas maka program adaptasi bagi dokter LLN perlu diatur dalam suatu regulasi baru yang efisien dan efektif.
Setibanya kembali di tanah air seorang dokter warga negara Indonesia lulusan luar negeri (LLN) tak bisa langsung mengabdikan dirinya pada masyarakat. Ia harus mengikuti serangkaian program adaptasi sebelum memperoleh izin praktik di Indonesia.
Program adaptasi tersebut harus didahului oleh proses birokrasi administratif yang memakan waktu cukup panjang, terkadang sampai 1-2 tahun baru bisa mulai program adaptasi di institusi pendidikan kedokteran. Inilah yang sering menjadi keluhan utama dokter LLN yang kembali ke Tanah Air.
Program adaptasi
Program adaptasi dokter LLN merupakan suatu proses evaluasi untuk penyetaraan kompetensi dan keterampilan klinis dokter/dokter gigi yang disesuaikan dengan standar kompetensi dokter/dokter gigi, termasuk spesialis yang berlaku di Indonesia. Regulasi tentang ini tertuang di Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia (Perkonsil) No 41/ 2016.
Sebagai regulator praktik profesi kedokteran di Indonesia tentu saja Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) harus dapat memastikan bahwa semua dokter yang praktik di Indonesia dari manapun mereka memperoleh pendidikan, baik di dalam maupun di luar negeri harus dapat memberikan perlindungan kepada masyarakat melalui praktik yang profesional dan kompeten. Di sinilah letak relevansi program adaptasi untuk dokter/dokter gigi LLN.
Setibanya kembali di tanah air seorang dokter warga negara Indonesia lulusan luar negeri (LLN) tak bisa langsung mengabdikan dirinya pada masyarakat.
Dengan sistem pendidikan kedokteran yang berbeda di beberapa negara dan peringkat universitas dan rumah sakit (RS) pendidikan yang berbeda serta paparan jenis penyakit dan sistem pelayanan kesehatan berbeda pula sangat mungkin akan menghasilkan dokter/dokter gigi yang beragam kompetensi dan performa profesionalnya.
Pendidikan dokter spesialis di Filipina, misalnya, sebagian besar dilaksanakan di sakit RS Pendidikan (hospital based) yang diakreditasi organisasi profesi setempat dengan peringkat yang berbeda mulai dari yang rendah sampai tertinggi dengan masa pendidikan tiga tahun, tanpa afiliasi dengan universitas.
Baca juga: Moratorium Izin Fakultas Kedokteran
Sedangkan di Indonesia umumnya pendidikan spesialis ditempuh selama minimal empat tahun, dilaksanakan oleh universitas/fakultas kedokteran (FK) dan RS Pendidikan yang terakreditasi (university based), sehingga terdapat beberapa perbedaan pencapaian kompetensi dan keterampilan klinis tertentu. Hal yang sama dengan Filipina juga terjadi di negara lain seperti China, Rusia dan beberapa negara Timur Tengah, meskipun pendidikan kedokteran di Filipina lebih banyak berkiblat pada sistem Amerika.
Inilah pertimbangan utama mengapa dokter LLN perlu mengikuti program penyetaraan kompetensi setelah kembali ke Tanah Air, yang selama ini dikenal sebagai “adaptasi”. Namun sangat disayangkan tujuan baik dari program adaptasi itu sering tertutupi atau sirna akibat pelaksanaan program adaptasi dokter yang melibatkan beberapa pemangku kepentingan (stakeholder) itu harus melalui proses birokrasi administrasi berbelit-belit dan serangkaian jalan panjang dan lama.
Baca juga: Kecakapan Dokter Dibutuhkan untuk Menopang Jaminan Kesehatan Nasional
“Saya banyak mendapat tambahan pengalaman dan keterampilan klinis yang penting waktu mengikuti adaptasi selama dua tahun”, ucap seorang dokter spesialis anak, lulusan dari Filipina ketika diwawancarai singkat oleh penulis.
Diawali dengan penyetaraan ijazah dokter di Kemendikbud, sama seperti dilakukan terhadap LLN dari berbagai disiplin ilmu lain. Kemudian dokumen dikirim ke KKI untuk penilaian kompetensi dan kualifikasi dokter. Setelah itu KKI menyampaikan ke Kolegium dokter terkait melalui Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI) guna dilakukan uji penempatan (placement test) terhadap calon peserta adaptasi sesuai regulasi yang ada. Belum selesai di sana! Langkah berikutnya Kolegium harus mengirim keputusan itu ke KKI agar yang bersangkutan dapat memperoleh surat pengantar ke FK yang dituju.
Akibatnya tak jarang calon peserta adaptasi harus menunggu giliran cukup lama bahkan bisa 1-2 tahun.
Di tahap inilah persoalan sering muncul karena tak semua universitas/FK langsung dapat menerima peserta adaptasi dengan alasan tempat penuh karena terbatas, sementara KKI tak punya kewenangan untuk “memaksa” universitas/FK menerima peserta calon adaptasi karena ini adalah ranahnya Kemendikbud. Akibatnya tak jarang calon peserta adaptasi harus menunggu giliran cukup lama bahkan bisa 1-2 tahun.
Sepintas kelihatannya cukup ironis. Ketika kita sedang butuh tenaga dokter untuk bekerja di masyarakat, dokter yang baru lulus dari luar negeri perlu waktu begitu lama untuk bisa praktik di negeri ini. Sehingga, muncul wacana dari beberapa pihak untuk meniadakan aturan adaptasi alias dihapuskan. Padahal bila ditinjau dari beberapa aspek, program adaptasi ini sangat diperlukan dokter LLN yang akan menjalankan praktik di Tanah Air.
Sesuai regulasi di Perkonsil No 41/2016 waktu pelaksanaan adaptasi paling cepat enam bulan dan paling lama satu tahun untuk dokter, paling lama dua tahun untuk dokter spesialis.
Solusi terbaik
Masalah yang dikeluhkan biasanya terkait birokrasi administratif yang panjang dan berbelit-belit, dan ini seakan hal lumrah di negeri ini. Umumnya tak ada keluhan yang menyangkut relevansi, substansi dan konten yang dipelajari atau dilatih dalam proses adaptasi itu sendiri.
Dokter LLN harus menunggu lama karena selama ini masing-masing pemangku kepentingan yang terkait seperti Kemdikbud, KKI, MKKI, Kolegium dan FK bekerja sendiri-sendiri. Dapat dibayangkan ketika ada empat institusi yang sama-sama bekerja secara terpisah untuk dengan fungsi dan kewenangan berbeda-beda pula untuk suatu program adaptasi dokter LLN.
Ada solusi yang dapat dilakukan oleh semua pemangku kepentingan untuk mengatasi panjangnya proses dalam rangka menempuh adaptasi dokter LLN. Cukup bijaksana bila evaluasi dokter WNI LLN dilaksanakan oleh satu tim koordinasi yang menghimpun semua perwakilan pemangku kepentingan dalam satu Komite Evaluasi sehingga dapat dipastikan proses dalam satu atap akan lebih efektif dan efisien serta tidak menyulitkan peserta calon adaptasi.
Dokter LLN harus menunggu lama karena selama ini masing-masing pemangku kepentingan yang terkait seperti Kemdikbud, KKI, MKKI, Kolegium dan FK bekerja sendiri-sendiri.
Komite Evaluasi itu dapat dibentuk dalam suatu Komite Bersama atas kesepakatan dari pemangku kepentingan terkait. Dokter/dokter gigi LLN, begitu kembali ke Tanah Air cukup menyerahkan ijazah dan beberapa dokumen lain yang diperlukan pada Komite Bersama dan semua proses akan dikerjakan di sana. Dapat dipastikan dalam waktu singkat, mungkin sekitar 1-2 bulan saja, akan selesai dan dokter LLN akan cepat menerima keputusan kepastian tempat dan berapa lama ia harus menempuh adaptasi.
Tempat adaptasi dokter LLN tentu saja harus di rumah sakit pendidikan yang berafiliasi dengan universitas, karena selama proses adaptasi yang bersangkutan mengikuti pendidikan bersama-sama dan diperlakukan sama dengan peserta pendidikan reguler yang lain sehingga pencapaian kompetensi dan profesionalisme akan dapat dinilai secara obyektif.
Masalah lain yang tak kalah penting terkait biaya yang tak sedikit harus dikeluarkan peserta adaptasi dengan besaran yang tak sama di masing-masing institusi karena belum adanya aturan yang baku. Harus ada aturan keseragaman dan kewajaran dalam hal biaya adaptasi yang dilaksanakan di berbagai institusi pendidikan kedokteran di Indonesia.
Seyogianya ada regulasi yang dibuat Kemendikbud khususnya Dirjen Pendidikan Tinggi dalam pengaturan penerimaan peserta adaptasi dokter LLN di beberapa universitas di Indonesia karena kita menganut sistem pendidikan university based bukan hospital based.
Akhirnya dengan pemahaman mendalam dari semua pihak dan memikirkan kepentingan serta keselamatan masyarakat luas maka program adaptasi bagi dokter LLN perlu diatur dalam suatu regulasi baru yang efisien dan efektif. Ini langkah penting yang mutlak harus segera dilakukan oleh pengambil kebijakan saat ini. Bukan upaya meniadakan atau menghapuskan program adaptasi itu sendiri. Masih banyak rakyat di negeri ini menunggu dedikasi dokter-dokter Indonesia yang profesional dan kompeten.
Sukman Tulus Putra, Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak FK-UI, Ketua Divisi Pendidikan Profesi KKI 2014-2020, Council member ASEAN Pediatric Federation (APF).