Kepemimpinan saat krisis memerlukan VUCA: visi, pemahaman situasi dan risiko, mengambil keputusan untuk kepentingan masyarakat banyak, serta menyesuaikan kebijakan sesuai dengan kondisi.
Oleh
Hadisudjono Sastrosatomo
·3 menit baca
Menyiasati situasi kedaruratan, saya selalu mengulang pendekatan Bill George: VUCA 2.0. Vision, understanding, courage, adaptability. Kepemimpinan saat krisis memerlukan visi, pemahaman situasi dan risikonya, berani jujur dalam mengambil keputusan yang berpihak pada kepentingan orang banyak, serta menyesuaikan kebijakan sesuai dengan perubahan situasi.
Mendengar di sini adalah menyimak dengan sungguh-sungguh pandangan pakar tentang pandemi Covid-19. Apa yang disampaikan para pakar harus jadi bahan pertimbangan dalam memutuskan kebijakan.
Keberhasilan sejumlah negara dalam menanggulangi pandemi tidak lepas dari pemanfaatan sains. Para pakar epidemiologi menyampaikan kajian mengacu pada data sahih untuk memperkirakan perjalanan penyebaran penyakit. Hal ini terbukti di lapangan.
Peningkatan rasio positif harian pekan terakhir September rerata 16,1 persen lebih tinggi dibandingkan dengan pertengahan September 14,8 persen dan akhir Agustus 13,4 persen. Pada 24 September, penambahan kasus harian tertinggi di Indonesia 4.634 kasus baru. Di sisi lain, tingkat kesembuhan 73,2 persen, di bawah rerata penyembuhan global. Sebaliknya, tingkat kematian 3,9 persen di atas rerata global. Indikator ini layak direnungkan menjelang rangkaian kegiatan pilkada diselenggarakan,
Saat paling rawan penularan adalah munculnya kerumunan manusia yang dalam praktik sulit dikendalikan. Pemerintah bisa saja menyampaikan berbagai peraturan, tetapi hampir dapat dipastikan akan dilanggar semua.
Wakil Ketua DPRD Tegal yang syukuran dengan menyelenggarakan acara dangdutan adalah contoh sikap abai dari seseorang yang diharapkan memberikan keteladanan kepada masyarakat. Jika benar kepentingan kesehatan masyarakat banyak diutamakan, mengapa pilkada tetap dipaksakan dengan berbagai risikonya?
Sekali lagi, kepemimpinan saat krisis sekarang memerlukan VUCA: visi, pemahaman situasi dan risiko, berani jujur mengambil keputusan untuk kepentingan masyarakat banyak, serta menyesuaikan kebijakan sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Semoga nurani luhur masih bersemayam di lubuk hati terdalam para pengambil keputusan negeri ini.
Hadisudjono Sastrosatomo
Jalan Pariaman, Pasar Manggis, Jakarta Selatan 12970
Tanggapan PT KAI
Kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Bapak A Ristanto dalam Surat Kepada Redaksi (Kompas, 1/10/2020) dan mohon maaf atas ketidaknyamanan yang dialami.
Untuk pengembangan prasarana perkeretaapian dan meningkatkan fasilitas stasiun agar dapat mengakomodasi volume penumpang lebih banyak lagi, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (DJKA Kemenhub) merevitalisasi banyak stasiun, termasuk Stasiun Bekasi.
Selama proses konstruksi berlangsung memang terdapat fasilitas yang belum dapat dimaksimalkan. Salah satunya adalah lahan parkir. Meski demikian, kebutuhan lahan parkir tetap diakomodasi dengan menyesuaikan ketersediaan lahan saat konstruksi berjalan, yaitu di sisi utara Stasiun Bekasi.
Terkait kemacetan yang terjadi di sekitar stasiun dan kendaraan yang parkir di badan jalan, kami akan berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan Kota Bekasi. Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan selama pembangunan berlangsung. Meski demikian, dapat kami sampaikan bahwa pembangunan adalah untuk pengembangan perkeretaapian agar mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat pengguna jasa transportasi KA.
Kami akan terus berupaya meminimalkan ketidaknyamanan pengguna di Stasiun Bekasi selama pembangunan berlangsung dengan berkoordinasi bersama Satuan Kerja DJKA Kemenhub dengan mengedepankan aspek keamanan dan keselamatan para pengguna jasa.