”Omnibus Law”, Iklim Investasi, dan Sektor Transportasi
Peningkatan kemudahan berbisnis/berinvestasi tak selesai hanya pada pengesahan ”omnibus law”, penyelarasan PP terkait, dan penyiapan aturan tindak lanjutnya saja, tetapi memiliki implikasi pada komponen-komponen EoDB.
Oleh
WIHANA KIRANA JAYA
·4 menit baca
Institusi, sebagai aturan formal dan informal, merupakan kendala yang dirancang secara manusiawi (humanly devised constraints) yang membentuk interaksi politik, sosial, dan ekonomi. Demikian penerima Nobel Ekonomi, Douglas C North, dalam artikelnya ”Institutions” (1991). Namun, aturan main juga alat untuk mengekonomisasikan interaksi/transaksi dan mengurangi ketidakpastian, seperti dikemukakan nobelist lain, Oliver Williamson, dalam tulisannya ”Transaction Cost Economics, How It Works, Where It is Headed” (1995).
Akhirnya, di tengah demo dan pandemi Covid-19, RUU Cipta Kerja disetujui untuk disahkan menjadi UU oleh DPR, 5 Oktober lalu. Resistensi yang muncul boleh jadi akibat asimetri informasi pada domain/kluster yang sensitif, khususnya ketenagakerjaan. Namun, UU omnibus atau all in ini dapat dipandang milestone reformasi regulasi dan terobosan untuk meningkatkan kemudahan berbisnis/investasi.
Selain penyederhanaan perizinan, UU ini membawa spirit ”kapak guilotin”, yakni memangkas aturan yang tumpang-tindih/bertentangan/menghambat, dan mempersempit ruang korupsi perizinan. Dengan meningkatnya kemudahan berusaha, investasi akan naik dan, dengan naiknya investasi, penyerapan tenaga kerja juga naik.
Namun, UU omnibus atau all in ini dapat dipandang milestone reformasi regulasi dan terobosan untuk meningkatkan kemudahan berbisnis/investasi.
Peringkat ease of doing business (EoDB) Indonesia yang masih di bawah beberapa negara ASEAN, seperti Singapura, Thailand, dan Vietnam, ikut mendorong reformasi regulasi dalam bentuk omnibus law ini. Beberapa negara lain jauh-jauh hari telah melakukan hal sama, termasuk Thailand dan Korea Selatan. Penyusunan RUU Cipta Kerja disertai penyempurnaan/penyelarasan sejumlah UU dan peraturan pemerintah (PP) terkait. Di sektor transportasi, 4 UU dan 14 peraturan pemerintah (PP) di bidang transportasi darat, laut, udara, dan perkeretaapian diselaraskan.
Dalam pemberian izin usaha, digunakan pendekatan berbasis risiko (risk based approach), menilai risiko dari perspektif keselamatan, kesehatan, dan lingkungan. Dengan demikian, sangat diperlukan PP tentang norma, standar, prosedur, dan kriteria. Hal ini akan berkaitan dengan penyesuaian klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia dan online single submission.
Ada baiknya kita menyimak pengalaman Thailand melakukan reformasi regulasi perizinan bisnis secara sistematik sejak 2016—saat itu EoDB-nya masih di peringkat ke-49—dengan mengeksplorasi informasi dari berbagai sumber. Dengan tujuan memangkas peraturan yang memberatkan iklim bisnis, Pemerintah Thailand membentuk tim reformasi regulasi/lingkungan bisnis yang kemudian di bawah koordinasi Office of Public Sector Development Commission (OPDC) dan melibatkan banyak pihak terkait, termasuk Bank of Thailand, Board of Investment, dan Thailand Development Research Institute.
Reformasi regulasi Thailand dilaksanakan secara bertahap. Fase pertama fokus mengkaji ulang hukum dan regulasi terkait kemudahan berbisnis. Fase kedua fokus mengkaji ulang hukum dan regulasi terkait perizinan tak perlu (redundant) yang merugikan bisnis. Fase ketiga fokus kaji ulang pada hukum dan regulasi terkait investasi dan perdagangan, serta isu-isu sosial penting.
Pemerintah Thailand membuka kanal umpan balik/konsultasi publik secara luas. Semua dokumen terkait dipublikasikan, termasuk hasil kajian efisiensi biaya menggunakan standard cost model (SCM) yang mengalkulasi biaya perizinan dengan variabel biaya per prosedur, waktu, jumlah prosedur.
Pemerintah Thailand membuka kanal umpan balik/konsultasi publik secara luas.
Program Regulatory Guillotine dilaksanakan untuk mendukung fase pertama dengan melibatkan konsultan asing, Jacobs, Cordova and Associates. Sebanyak 5.000 peraturan perundangan terdampak oleh reformasi ini. Memasuki fase kedua, program berikutnya adalah pengembangan sistem Simple and Smart Licence (SSL) sejak 2018 dan operasional mulai 2019. Program SSL bertujuan menyelaraskan proses administrasi dan mempersingkat waktu pengurusan perizinan.
Hasilnya, peringkat EoDB membaik sangat signifikan, dari 49 (2015) ke 21 (2020). Tahun lalu, ketika terjadi relokasi 33 pabrik dari China, sebagian direlokasi ke Thailand, sedangkan ke Indonesia satu pun tidak.
Infrastruktur transportasi
Investasi infrastruktur dan sistem transportasi yang melibatkan investor adalah pada bidang usaha yang bersifat directly cost recovery, seperti bandara, jalan tol, penerbangan, pelabuhan, pelayaran, bahkan aerocity. Bisa saja investor terlibat dalam operasionalisasi/pengelolaannya saja kendati mungkin tak terlibat dalam pembangunan infrastruktur.
Beberapa tahun terakhir, transportasi menjadi salah satu sektor favorit bagi investor asing. Berdasarkan data BKPM, transportasi, pergudangan, dan telekomunikasi mencatat investasi infrastruktur tertinggi pada triwulan I-2020, yakni Rp 49,3 triliun atau 23,4 persen dari total realisasi PMA dan PMDN. Tahun sebelumnya, sektor ini juga menduduki posisi pertama dengan total investasi Rp 139 triliun atau 17,2 persen dari total realisasi investasi pada 2019.
Pasca-pengesahan UU Cipta Kerja, sejumlah proyek infrastruktur strategis menunggu investor dengan iklim lebih kondusif, antara lain pembangunan ibu kota baru negara (IKN), pengembangan bandara IKN, pengelolaan Pelabuhan Patimban, pembangunan aerocity (BIJB Kertajati dan YIA), pengembangan bandara Lombok, dan lainnya. Bisnis penerbangan yang cenderung downsizing kemungkinan butuh waktu lebih lama menanti pemulihan akibat restriksi pergerakan penumpang domestik/internasional.
Peningkatan kemudahan berbisnis/berinvestasi tak selesai hanya pada pengesahan omnibus law, penyelarasan PP terkait, dan penyiapan aturan tindak lanjutnya saja, tetapi memiliki implikasi pada komponen-komponen EoDB. Listrik, misalnya, ketersediaan yang mencukupi untuk mendukung peningkatan investasi belum merata di seluruh wilayah. Masih cukup banyak pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan untuk meningkatkan iklim bisnis dan melejitkan peringkat EoDB, investasi, dan penyerapan tenaga kerja.
Wihana Kirana Jaya,Staf Khusus Menteri Perhubungan.