UBI atau Jalar?
Skema Jaminan Layak Kerja (Jalar) berpotensi menghadirkan kerja layak, upah layak, dan hidup layak. Baik bagi penganggur maupun pekerja yang belum menerima upah minimum, pemerintah menjamin hak untuk bekerja.
Pandemi korona mengakibatkan jutaan pekerja terkena dampak pemutusan hubungan kerja, dirumahkan sementara dengan variasi penerimaan penghasilan mulai dari tanpa gaji sama sekali hingga pengurangan gaji secara proporsional. Skema bantuan sosial seperti Universal Basic Income atau UBI digadang sebagai alternatif solusi jitu. Skema UBI ini dipandang menjamin pemasukan bagi pekerja terdampak Covid-19.
Namun, apakah UBI skema yang tepat? Dan apakah UBI efektif sebagai skema kesejahteraan produktif?
Sekilas UBI
Diskursus tentang Universal Basic Income mulai marak seiring pergantian milenium. Beberapa sarjana seperti Gentilini, Grosh, Rigolini, dan Yemtsov dalam publikasi Bank Dunia tahun 2020 mengatakan, skema ini merupakan fase keempat jaminan sosial. Skema UBI secara sederhana adalah pemberian bantuan tunai tanpa persyaratan dan berlaku semesta.
Baca juga: Mengapa Bantuan Tunai
Skema UBI ini sapu jagat, dalam arti semua orang yang termasuk dalam kelompok usia produktif (20 hingga 65 tahun), bekerja maupun menganggur, kaya maupun miskin, akan diberikan bantuan dengan nominal tertentu.
Dalam kacamata keadilan, skema sapu jagat ini tidak pelak akan mendatangkan kontroversi. Pemberian income kepada konglomerat, atau 100 orang terkaya versi majalah bisnis, terlepas dari sang konglomerat akan mengembalikan bantuan tersebut atau tidak, tentu tak luput dari kritik publik.
Skema UBI secara sederhana adalah pemberian bantuan tunai tanpa persyaratan dan berlaku semesta.
Juga, semua orang yang masuk dalam kategori penerima mendapatkan bantuan tanpa harus mengeluarkan upaya (bekerja). Hal lain adalah tumpang tindih program ini dengan skema perlindungan sosial lainnya, seperti Program Keluarga Harapan (PKH).
Karena kontroversi ini, Nir Eyal, peneliti dari Universitas Harvard, menawarkan modifikasi yang ia sebut sebagai Near UBI (NUBI).
Pada dasarnya NUBI ini adalah UBI, tetapi orang-orang kaya dikeluarkan sebagai penerima manfaat. Ia juga mengklaim NUBI lebih ”terjangkau” secara anggaran karena lebih sedikit penerimanya.
Mengapa Jalar?
Skema Jalar (Jaminan Layak Kerja) merupakan modifikasi dari Employment Guarantee Scheme (EGS) di India. Program EGS berawal dari reaksi tanggap darurat pemerintah Negara Bagian Maharashtra sebagai mitigasi kemarau panjang.
Baca juga: Menghindari Politisasi Bansos
Kemarau panjang sejak tahun 1972 hingga 1975 mengakibatkan sektor pertanian dan perkebunan gagal panen dan kelaparan dahsyat yang melanda wilayah perdesaan India. Dampak turunannya adalah para buruh tani dan petani penggarap kehilangan pemasukan sehingga tidak mampu bertahan hidup.
Program EGS ini awalnya bersifat ad hoc dijalankan dengan pendekatan cash for work harian. Inisiatif pemerintah daerah Maharashtra ini berhasil menghindari penduduknya dari kematian akibat kelaparan. Inisiatif tersebut kemudian dilembagakan dan pada tahun 1976 menjadi program EGS dan diadopsi di beberapa negara bagian lainnya.
Puncaknya pada tahun 2005 program EGS ini ”dinasionalisasi” menjadi MG-NREGA (Mahatma Gandhi National Rural Employment Guarantee Act) semasa Sonia Gandhi memimpin India.
Saat ini MG-NREGA dilaksanakan untuk memberikan jaminan pekerjaan bagi penduduk perdesaan di mana maksimal 100 hari dalam setahun para pekerja tidak tetap dijamin bekerja dan mendapatkan upah minimum. Program MG-NREGA berhasil mengentaskan rakyat dari kemiskinan, memperkecil jurang ketimpangan ekonomi, memberdayakan kelompok miskin, dan memperkuat kesetaraan jender (Jenkins dan Manor 2017).
Kebijakan jaminan kerja (right to work) EGS/MG-NREGA adalah program unik dan India merupakan pelopor dalam hal ini. Dengan menggaransi pekerjaan selama 100 hari dalam setahun, pekerja tidak tetap (informal, manual, paruh waktu, dan sebagainya) dan penganggur setidaknya mendapatkan penghasilan yang layak selama sepertiga tahun.
Kebijakan jaminan kerja (right to work) EGS/MG-NREGA adalah program unik dan India merupakan pelopor dalam hal ini.
Selain mendapatkan upah layak, para precariat tersebut juga akan menjalani kerja layak karena ”bekerja untuk pemerintah” dan di ruang publik sehingga terhindar dari eksploitasi atau bekerja dalam kondisi kerja tidak layak.
Penulis mengadaptasi EGS/MG-NREGA menjadi Jalar dengan beberapa modifikasi. Penyesuaian pertama adalah wilayah pelaksanaan di perkotaan dan perdesaan. Hal ini agar para urban precariat menjadi penerima manfaat program Jalar. Modifikasi kedua dengan menambahkan hari bekerja dari 100 hari menjadi 120 hari atau empat bulan dalam setahun.
Penyesuaian ketiga adalah dengan menjadikan skema ’top-up’ bagi para pekerja yang telah bekerja, tetapi mendapatkan gaji di bawah upah minimum. Acuan yang diusulkan adalah upah minimum sektoral yang berlaku nasional.
Umumnya pekerja nonformal seperti pekerja paruh waktu (kontrak dengan masa tertentu), pekerja dengan upah harian lepas, pekerja rumahan, dan pekerja borongan yang menerima upah, tetapi di bawah upah minimum. Bagi pekerja tersebut akan diberikan tambahan pendapatan agar mendapatkan gaji sesuai upah minimum sektoral selama empat bulan.
Sebagai contoh, pengemudi ojol yang mengalami penurunan pendapatan harian akibat berkurangnya demand, buruh harian lepas, buruh rumahan (industri rumahan), pekerja kreatif/seni, atau asisten rumah tangga yang akumulasi pendapatan bulanan di bawah upah minimum sektoral, maka kekurangannya ditomboki oleh pemerintah. Alhasil, take home pay bulanan akan sesuai dengan upah minimum sektoral.
Baca Juga: Pengangguran dan Kemiskinan Mengancam
Secara perbandingan, Jalar memiliki keunggulan dibandingkan UBI. Pertama, tidak seperti UBI yang memberikan pendapatan pukul rata untuk semua orang dalam angkatan kerja, Jalar hanya memberikan manfaat bagi orang yang tepat. Karena itu, nominal yang diterima melalui program Jalar akan lebih besar dibandingkan UBI karena penerima lebih sedikit, tetapi tepat sasaran.
Secara perbandingan, Jalar memiliki keunggulan dibandingkan UBI
Keunggulan kedua Jalar adalah memastikan orang yang menganggur atau para pekerja tetapi yang tidak mendapatkan upah layak (di bawah upah minimum) akan terpenuhi hak pengupahannya sesuai aturan UU Ketenagakerjaan.
Poin ketiga, Jalar dapat dikategorikan sebagai productive welfare scheme karena mengondisikan orang untuk bekerja agar dapat mengakses skema ini. Dengan kata lain, Jalar menstimulan work for cash.
Keunggulan keempat, Jalar lebih realistis secara anggaran dibandingkan UBI. Jika semua penduduk usia produktif (20-64 tahun) sebanyak 180 juta jiwa (data Supas 2015) diberi bantuan sebesar Rp 4 juta (setara penghasilan tidak kena pajak) selama empat bulan, dibutuhkan Rp 2.880 triliun.
Sementara Jalar fokus menyasar orang usia produktif yang tidak bekerja ataupun bekerja tetapi menerima gaji di bawah upah minimum, dan bukan menerima bantuan PKH, maka anggaran yang diperlukan sebesar Rp 640 triliun. Anggaran ini memberikan manfaat bagi 10 juta penganggur dan 60 juta pekerja precariat.
Manfaat kelima program Jalar ini akan dinikmati pemerintah. Mengapa? Para penganggur maupun pekerja yang belum menerima upah minimum akan secara sukarela mendaftar.
Pemerintah akan mendapatkan informasi individual mengenai status dan kondisi kerja setiap orang. Informasi ini membantu pemerintah untuk menelusuri ”kontrak kerja” para pemberi kerja.
Hak untuk bekerja
Dengan teknologi, jutaan data di atas lebih mudah dikelola baik untuk pendataan profil ketenagakerjaan secara by name by address, per sektor, atau jenis usaha maupun untuk monitoring ketaatan pemberi kerja dalam memberikan upah minimum serta ketaatan membayar pajak.
Dari segi kemanfaatan, baik bagi penganggur maupun pekerja yang belum menerima upah minimum, Jalar berpotensi menghadirkan kerja layak, upah layak, dan hidup layak. Pemerintah juga menjamin hak untuk bekerja (right to work) bagi segenap tumpah darah.
Luky Djani, Peneliti Institute for Strategic Initiatives.