Trump tidak berhenti memunculkan kontroversi, termasuk menolak debat kedua lewat daring pada 15 Oktober karena kesehatan Trump yang sempat positif Covid-19.
Oleh
REDAKSI
·3 menit baca
Situasi memanas jelang pemilu Amerika Serikat 3 November 2020 dan mungkin setelahnya. Ini terkait pertanyaan apakah Presiden AS Donald Trump bersedia menyerah jika kalah.
Nuansa potensi kekalahan Trump mengkristal. Hal ini membuat Presiden Trump melakukan berbagai cara untuk membalikkan keadaan. Trump mendesak Departemen Kehakiman AS menginvestigasi Presiden AS periode 2009-2017 Barack Obama, pesaingnya dalam pemilu Joe Biden, hingga Hillary Clinton. Bagi Trump, tiga nama ini terlibat kriminal walau tidak ada bukti.
Trump juga sudah menyuarakan sejak dini bahwa pemungutan suara lewat kantor pos akan sarat kecurangan. Televisi Fox News lewat pembawa acara Stuart Varney turut menyuarakan isu kecurangan ini dalam wawancaranya dengan Editor Heartland Institute Executive Justin Haskins, Jumat (9/10/2020). Keduanya tak segan menyebutkan pemilu akan kacau karena penipuan akibat pemungutan suara lewat pos.
Pada tahun 2016, ada 25 persen pemungutan suara lewat kantor pos. Karena pandemi Covid-19, kemungkinan porsi pemungutan suara lewat pos meningkat. Komisioner Komisi Pemilu Federal AS, Ellen Weintraub, menegaskan, ”Tak ada dasar bagi tuduhan penipuan suara lewat pos.” Kepada televisi CNN pada 25 September, Direktur FBI Christopher Wray mengatakan dalam sejarahnya tidak ada penipuan suara lewat kantor pos.
Hal ini tidak menghentikan potensi panas. Trump tidak berhenti memunculkan kontroversi, termasuk menolak debat kedua lewat daring pada 15 Oktober karena kesehatan Trump yang sempat positif Covid-19. Debat kedua dibatalkan. Ahli strategi pemilu dari kelompok progresif Anat Shenker-Osorio, seperti dikutip The USA Today, 25 September, mengatakan, ”Trump paham tak akan menang, jadi mencoba berkilah.”
Trump paham tak akan menang, jadi mencoba berkilah.
Tidak ada yang mengherankan dengan sepak terjang Trump ini dalam upaya mempertahankan jabatan kedua. Sejak terpilih pada 2016, Trump kerap kontroversial.
”Perilaku seperti ini mengagetkan di era kepresidenan yang normal, tetapi Trump telah melakukan hal serupa bertahun-tahun,” kata profesor hukum dari Harvard, Jack Goldsmith. ”Sungguh di luar kewajaran, tetapi tidak mengagetkan,” kata Goldsmith kepada The Washington Post, Jumat, 9 Oktober 2020.
Tetap ada potensi kekacauan jika Trump kalah, tetapi Demokrat tidak akan menyerah. Jika kubu Republikan sekian tahun menuruti saja keinginan Trump, tidak demikian halnya dengan lawan-lawan politiknya. Bahkan, kubu Trump, lewat Ketua Mayoritas di Senat AS Mitch McConnell, sudah menyatakan jaminan akan ada transfer kekuasaan secara damai.
Sebuah kelompok yang terdiri dari 500 jenderal, laksamana veteran, serta pejabat keamanan nasional AS telah menyatakan dukungan terhadap Biden. Di antaranya termasuk pensiunan jenderal Angkatan Udara, Paul Selva, yang tahun lalu menjabat Ketua Staf Gabungan.
Jubir Gedung Putih Kayleigh McEnany kepada pers menyatakan tidak ada masalah dengan transfer kekuasaan. Dan, dunia juga menantikan AS yang jauh dari hiruk pikuk