Pemerintah Intervensi PSSI?
Penundaan Liga 1 dan Liga 2 diapresiasi karena mencegah penyebaran Covid-19. Penundaan sebaiknya dilanjutkan sampai Maret 2021 agar Piala Dunia U-20 lebih mudah digelar karena Liga 1 tidak ikut menyebarkan Covid-19.
Judul di atas pasti membuat pihak pemerintah, terutama Menteri Pemuda dan Olahraga, sontak kaget. Benarkah kami telah mengintervensi PSSI? Pasti pertanyaan itu mengalir dalam pikiran Menpora Zainudin Amali sesaat setelah membaca judul tersebut.
Bagaimana Menpora tidak kaget? Selama ini, bahkan sebelum Zainudin, semua Menpora sangat alergi untuk disebut mengintervensi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Meski, terkadang, secara sengaja ataupun tidak, ada juga kebijakan Menpora yang nyerempet-nyerempet dan berlawanan dengan keputusan PSSI, atau Statuta FIFA.
Di awal kepemimpinannya, tahun lalu, Zainudin secara tegas mengingatkan PSSI dan seluruh stakeholder sepak bola nasional bahwa pihaknya tidak akan mengintervensi PSSI. Dengan kata lain, Menpora mengarahkan PSSI untuk menyelesaikan persoalannya sendiri secara internal. Jika masih tidak selesai juga, pihak eksternal pertama yang harus diajak PSSI untuk duduk bersama adalah KONI Pusat. Jika KONI pun tidak bisa menyelesaikan permasalahan PSSI, baru kemudian Menpora turun tangan. Kira-kira begitu penjelasan Zainudin tentang pihaknya tidak ingin terlibat langsung dengan masalah internal PSSI.
Namun, di awal pekan ini, Zainudin membuat sebuah langkah mengejutkan dengan menggandeng PSSI menggelar jumpa pers dalam menyorot keberlanjutan Kompetisi Liga 1 dan 2. Acara tersebut bahkan dilaksanakan di Kantor Kemenpora. Saya pun banyak mendapat pertanyaan dari insan sepak bola yang mempersoalkan kegiatan tersebut.
”Waduh…! Menpora tidak off-side-kah itu?” Demikian satu dari beberapa pertanyaan yang saya terima dari para pelaku sepak bola di Tanah Air. Bagi mereka, Menpora sejauh ini sudah on the track dalam menjaga hubungan kerja yang bersinergi dengan PSSI. Akan tetapi, acara pada hari Selasa tanggal 29 September siang itu, di Senayan, Menpora yang berdampingan dengan Mochamad Iriawan atau Ibul mengadakan jumpa pers tentang masalah internal PSSI. Acara tersebut langsung melahirkan sebuah pembicaraan hangat di antara komunitas sepak bola nasional.
Keselamatan bersama
Pertanyaan muncul, benarkah Menpora telah off-side dalam ikut mengurus permasalahan PSSI. Atau, keterlibatan Menpora itu karena permintaan PSSI. Atau juga, ada pihak ketiga ikut berperan menyikapi langkah PSSI untuk menggelar Kompetisi Liga 1 dan 2?
Alasan ketiga di atas yang membuat Menpora seolah-olah telah mengintervensi PSSI lewat pernyataan pers bersama dengan Ibul. Bahkan, dalam pernyataannya, Menpora menyampaikan apresiasi yang tinggi terhadap PSSI yang menghentikan kompetisi yang sudah dijadwalkan mulai berputar tanggal 1 Oktober di Yogyakarta. Juga, sebelum jumpa pers, Menpora mengatakan lebih dulu melakukan rapat bersama jajarannya untuk membicarakan persoalan yang tengah dihadapi PSSI.
”Saya kebetulan didatangi Asisten Operasi Kapolri yang meminta untuk turut berpikir mencari jalan keluar terbaik menyelesaikan masalah yang tengah dihadapi PSSI. Dan, karena diminta Kapolri, maka sebagai kepanjangan tangan pemerintah, kami di Kemenpora harus melakukan sesuatu bersama kepolisian dan PSSI,” kata Zainudin.
Jadi, lanjut Zainudin, dalam hal ini, kami tidak mengintervensi PSSI. ”Justru demi kepentingan kesehatan dan keselamatan bersama, kami harus meniadakan kompetisi setelah berunding bersama kepolisian dan PSSI,” tegasnya. Akhirnya, dalam pertemuan segitiga itulah keluar keputusan PSSI menunda Kompetisi Liga 1 dan 2.
Untuk jangka pendek, langkah yang diambil Menpora patut mendapat apresiasi karena bersama kepolisian telah mengambil keputusan yang tepat dalam kondisi yang kurang menguntungkan bagi kesehatan dan keselamatan orang banyak dengan adanya pandemi Covid-19 yang masih tinggi penyebarannya saat ini.
Jikalau tidak ada pimpinan, jatuhlah bangsa, tetapi jikalau penasihat banyak, keselamatan ada.
Hentikan kompetisi
Mungkinkah kompetisi akan dilanjutkan pada bulan November tahun ini, sesuai dengan pernyataan yang dilontarkan Ibul? Kalau terlaksana, hanya dalam hitungan lima bulan—sampai dengan Maret 2021—berakhir kompetisi Liga 1 dan 2. Padahal, normalnya, sebuah kompetisi berjalan delapan bulan. Akan tetapi, dengan adanya pandemi Covid-19, kompetisi musim ini terhambat, bahkan berada di persimpangan jalan. Nasibnya belum jelas, jadi atau tidak diselesaikan.
Pilihan sulit, tetapi tepat harus diambil Ibul dan jajarannya untuk menentukan keberlangsungan kompetisi. Apa pun keputusannya pasti tidak akan menyenangkan dan menguntungkan semua pihak. Namun, sepahit apa pun keputusan itu perlu diambil segera.
Pilihan diundur sampai November baru digelar lagi kompetisi sepertinya menjadi pertaruhan yang sangat mahal ke depan. Mengapa? Melihat penyebaran pandemi Covid-19 yang belum jelas akan berakhir, dan penundaan kompetisi yang sedianya berlangsung pada awal Oktober ini, maka dengan alasan yang sama penundaan akan kembali terjadi dan PSSI harus patuh jika pandemi Covid-19 belum juga mereda di bulan November.
Faktor lain yang perlu dipikirkan juga oleh PSSI ialah secara teknis jika kompetisi dimainkan di bulan November, semua tim akan bermain dengan selisih waktu tiga hari per pertandingan. Jadwal yang sangat padat ini sudah pasti bakal menguras seluruh stamina, fisik, psikis, dan mental pemain. Efeknya, pemain terancam kondisi kesehatannya, serta setiap tim tidak mampu menampilkan permainan terbaik selama berlangsung kompetisi.
Jika demikian, tujuan dari kompetisi itu sendiri menjadi terabaikan, yaitu PSSI tidak mendapatkan apa-apa dari hasil kompetisi, kecuali membayar lunas kewajibannya kepada sponsor karena telah menyelesaikan kompetisi musim ini. Apakah itu yang menjadi prioritas PSSI dalam memaknai arti sebuah kompetisi sepak bola?
Masih banyak lagi faktor nonteknis yang menjadi korban kalau kompetisi ditunda lagi ke bulan November. Akan tetapi, jika perlu, kompetisi periode musim ini dihentikan demi menjaga dan mengamankan keselamatan bersama seperti yang disampaikan Menpora.
Dengan menghentikan kompetisi, PSSI justru bisa lebih berkonsentrasi dalam sisa waktu sampai awal tahun depan untuk menyelesaikan semua persoalan dengan pihak internal ataupun eksternal, sekaligus membenahi dan menata apa saja yang diperlukan sebelum memasuki kompetisi musim depan.
PSSI, pemerintah, dan rakyat Indonesia akan menggelar kegiatan akbar, Piala Dunia U-20, di enam kota. Pesta sepak bola dunia ini bakal berdampak luar biasa bagi perkembangan sepak bola di Tanah Air, dan juga bangsa Indonesia di mata dunia.
Dengan tidak memaksakan Kompetisi Liga 1 dan 2 berlangsung sampai Maret 2021, PSSI telah ikut mengamankan keberlangsungan Piala Dunia U-20 tersebut. Paling tidak, semua rakyat, terutama di kota-kota yang tadinya akan digelar kompetisi, bisa lebih tenang menjaga dan mengamankan ancaman penyebaran Covid-19. Di sisi lain, pemerintah lebih fokus menyiapkan penyelenggaraan kegiatan Piala Dunia itu sendiri.
Federasi Asosiasi Sepak Bola Internasional (FIFA) sampai saat ini masih adem-ayem belum memberikan sinyal apa pun tentang jadi-tidaknya Piala Dunia U-20 tahun 2021. FIFA pasti masih menunggu dan memonitor perkembangan Covid-19 di Indonesia.
Tanpa adanya kompetisi, PSSI juga lebih berkonsentrasi mempersiapkan Timnas U-19 yang kini tengah digodok dalam latihan di luar negeri, di bawah kendali pelatih Shin Tae-yong (Korsel). Bahkan, Menpora sudah menjamin akan memperpanjang masa latihan timnas di luar negeri.
Perpanjangan latihan di luar negeri ini, menurut Menpora, sudah diantisipasi sebelumnya. ”Tentu ini berisiko pada anggaran, tetapi kami sudah siap untuk itu,” kata Zainudin.
Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi TUHAN-lah yang menentukan arah langkahnya.
Semoga Ibul dan jajaran PSSI dapat berpikir jernih dalam menyikapi dan menentukan langkah yang tepat serta bijak bagi kelangsungan kompetisi Liga 1 dan 2 ke depan. Semoga…!
(Yesayas Oktovianus, wartawan Kompas 1983-2016)