Menyelamatkan demokrasi adalah penting. Menyelamatkan jiwa manusia menjadi lebih penting lagi.
Oleh
REDAKSI
·3 menit baca
Covid-19 belum bisa dikendalikan. Namun, pemilihan kepala daerah tetap digelar 9 Desember 2020. Warga perlu saling mengingatkan akan risiko yang mungkin terjadi.
Sikap proaktif warga menjadi urgen setelah sejumlah desakan penundaan pilkada seluruhnya atau sebagian di daerah merah tak digubris pengambil kebijakan. DPR dan Komisi Pemilihan Umum kompak menyetujui usulan pemerintah terus menggelar pilkada meski pandemi kian merajalela.
Keputusan menggelar pilkada pada 9 Desember 2020 ini diambil pertama kali dalam Rapat Kerja Komisi II DPR bersama Menteri Dalam Negeri dan penyelenggara pemilu, 27 Mei 2020. Saat itu, angka kasus baru Covid-19 terdata 686 per hari, kesembuhan 180 per hari, dan kematian 55 per hari.
Dalam raker pada 21 September 2020, hal itu ditegaskan lagi. Pemimpin rapat bahkan mengatakan situasi masih terkendali. Padahal, data Covid19.go.id menunjukkan lonjakan. Kasus baru menjadi 4.176 per hari, kesembuhan 3.470 per hari, angka kematian 124 per hari. Usulan penundaan pun menguat, termasuk dari PB Nahdlatul Ulama dan PP Muhammadiyah.
Situasi ini menuntut kelompok masyarakat madani perlu bergerak bersama mengawasi secara ketat penerapan protokol kesehatan agar bisa memperkecil risiko penularan pada warga. Seorang saja terinfeksi, dia bisa menularkan kepada keluarganya yang serumah. Mereka tak bisa bekerja berminggu-minggu, bahkan terancam jiwanya jika mempunyai penyakit bawaan dan jauh dari fasilitas kesehatan memadai.
Seorang saja terinfeksi, dia bisa menularkan kepada keluarganya yang serumah.
Hari pertama kampanye, Sabtu, 26 September 2020, kepatuhan menghindari pengumpulan massa berjalan baik (Kompas, 27/9/2020). Namun, pengawasan harus terus dilakukan hingga desa atau kelurahan. Protokol kesehatan wajib dijalankan di semua tahapan.
Paling tidak ada 106 juta warga di 270 daerah yang memiliki hak memilih di Pilkada 2020. Ada sekitar 3 juta orang yang terlibat dalam penyelenggaraan pilkada. Mereka semua harus disadarkan atas risiko berpesta demokrasi di masa pandemi.
Warga Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah yang akan menyelenggarakan pemilihan gubernur harus menyadari di wilayahnya sedang terjadi kenaikan kasus Covid-19. Tanpa ketaatan protokol, pesta demokrasi bisa berujung menjadi nestapa.
Warga tak boleh lengah, terlebih di provinsi yang masuk dalam sepuluh besar jumlah kasus: Surabaya, Pasuruan, dan Blitar (Jawa Timur); Semarang, Surakarta, Pekalongan, dan Magelang (Jawa Tengah); Depok (Jawa Barat); Banjarbaru dan Banjarmasin (Kalsel); Binjai, Medan, Sibolga, Pematang Siantar, Tanjung Balai, dan Gunungsitoli (Sumatera Utara); Denpasar (Bali); Samarinda, Bontang, dan Balikpapan (Kalimantan Timur); serta Dumai (Riau).
Menyelamatkan demokrasi adalah penting. Menyelamatkan jiwa manusia menjadi lebih penting lagi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun terus mengingatkan jangan membuang-buang waktu dalam memerangi pandemi. Totalitas semua diperlukan. No-one is safe until everyone is safe.