Kepemimpinan Global di Era Krisis
Dalam memperingati pendirian PBB ke-75, serta dengan semangat HUT ke-75 RI, diplomasi Indonesia akan terus bergerak dalam memperkuat komitmen dan tekad masyarakat dunia untuk bekerja sama.
Tahun 2020 ini tepat 75 tahun usia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Selama lebih dari tujuh dekade, kita telah melihat rekam jejak dan kontribusi PBB dalam mewujudkan dunia yang damai, stabil, dan sejahtera. PBB juga berkontribusi bagi upaya mencarikan solusi untuk permasalahan global, dari peperangan, kemiskinan, hingga penindasan.
Baca juga: Indonesia Angkat Isu Pemberdayaan Perempuan dalam Sidang HAM PBB
Tantangan global yang dihadapi masyarakat internasional saat ini semakin kompleks dan bersifat multidimensional. Sementara tuntutan masyarakat internasional terhadap efektivitas kerja PBB semakin tinggi. Hal ini terlihat pada saat dunia dihadapkan pada tantangan terbesarnya dalam 75 tahun sejarah PBB, yaitu pandemi Covid-19.
Momentum 75 tahun PBB ini waktunya untuk melakukan refleksi kritis mengenai sejauh mana cita-cita para pendiri PBB telah tercapai. Apakah dunia yang damai, adil, dan makmur didasarkan pada prinsip kesetaraan dan solidaritas global sudah tercapai? Apakah PBB dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat internasional? Dan, apakah masyarakat internasional telah berkontribusi bagi efektivitas kerja PBB?
Tantangan global yang dihadapi masyarakat internasional saat ini semakin kompleks dan bersifat multidimensional.
Minggu ini, pemimpin dunia akan membahas berbagai permasalahan global, termasuk pandemi Covid-19, pada rangkaian Pertemuan Tingkat Tinggi Sidang Majelis Umum (SMU) PBB ke-75. Dalam situasi normal, pemimpin dunia lazimnya akan berkumpul di Markas Besar PBB di New York. Namun, di tengah pandemi ini, pertemuan harus dilakukan secara hibrid, kombinasi pertemuan fisik dan virtual.
Hanya perwakilan negara yang berkedudukan di AS saja yang bertemu di Markas Besar PBB. Delegasi lain, termasuk kepala negara/pemerintahan, akan mengikuti pertemuan secara virtual.
Baca juga: Indonesia dan Dewan Keamanan PBB
Penyelenggaraan pertemuan secara virtual tak menurunkan arti penting SMU PBB kali ini. Masyarakat dunia masih menaruh harapan besar kepada PBB. Meskipun menurut Gallup Poll hanya 43 persen publik AS yang masih percaya pada PBB, penelitian Pew Research menunjukkan, 61 persen publik dunia memiliki perspektif positif terhadap PBB. Harapan dunia masih besar pada kerja PBB.
Pandemi bukan satu-satunya permasalahan global yang akan diangkat para kepala negara/ pemerintahan pada SMU PBB. Konflik masih berkecamuk di berbagai belahan dunia. Rivalitas antar-kekuatan besar kian meruncing. Prinsip-prinsip Piagam PBB dan hukum internasional kerap tak diindahkan.
Pada saat yang sama, kemiskinan dan pelanggaran HAM masih menjadi tantangan banyak negara. Target pencapaian 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) semakin berat. Perubahan iklim terus mengancam bumi kita dan seluruh kehidupan di dalamnya.
Satu hal yang saya yakini akan menjadi benang merah dalam pernyataan sejumlah negara adalah semakin pentingnya peran dan kehadiran PBB dalam penanganan permasalahan global. Di tengah pandemi dan berbagai tantangan global dewasa ini, kepemimpinan kolektif global (collective global leadership) menjadi sebuah keharusan. Peran PBB sangat dinanti.
Pandemi bukan satu-satunya permasalahan global yang akan diangkat para kepala negara/pemerintahan pada SMU PBB.
Benah diri PBB
PBB dan berbagai perangkatnya tentu tak sempurna. Sering kali PBB tak cukup responsif, efektif, dan efisien dalam menyikapi permasalahan global. Ini ikut menyebabkan turunnya kepercayaan masyarakat internasional kepada PBB dan multilateralisme. Banyak yang menyebutkan pandemi ini ujian bagi multilateralisme. Gagal dalam ujian ini, kredibilitas PBB menjadi taruhannya.
Indonesia berkeyakinan penuh terhadap multilateralisme. Tak ada alternatif lain yang lebih baik. Jika sistem multilateral ditinggalkan, negara kecil akan kian terpinggirkan. Tak ada jalan lain untuk membangkitkan rasa percaya masyarakat internasional terhadap PBB, selain memastikan PBB tetap deliver di masa krisis. PBB juga perlu terus berbenah diri agar tetap bisa relevan dengan tantangan dunia saat ini.
Di 75 tahun kelahirannya, semua organ dan sistem PBB harus diperbaiki. Nilai multilateralisme harus ditumbuhkembangkan. Paradigma kolaborasi dan win-win harus dikedepankan. Collective global leadership harus diperkuat.
Baca juga: Indonesia Tawarkan Tiga Poin Upaya Menjaga Perdamaian Saat Pandemi kepada DK PBB
Dalam konteks pandemi, PBB harus memobilisasi kepemimpinan global melawan pandemi. Dalam konteks inilah, pada April 2020, Indonesia menjadi salah satu pengusung Resolusi SMU PBB mengenai Solidaritas Global Melawan Covid-19 yang disahkan secara aklamasi dan disponsori 188 negara.
PBB juga harus memfasilitasi serta menjamin akses obat-obatan dan vaksin yang terjangkau bagi semua orang. PBB juga perlu bersinergi dengan badan internasional lain untuk mempercepat pemulihan global. Global health governance harus dibangun bukan saja sebagai sistem peringatan dini, melainkan juga memastikan sistem kesehatan dunia, kawasan, dan nasional kuat menghadapi tantangan kesehatan di masa datang.
Diplomasi multilateral
Prinsip-prinsip multilateralisme hadir dalam denyut nadi politik luar negeri RI sejak awal terbentuknya Indonesia. Perjuangan kemerdekaan 75 tahun lalu tak hanya diraih di medan pertempuran, tetapi juga di meja perundingan, termasuk PBB.
Prinsip-prinsip multilateralisme hadir dalam denyut nadi politik luar negeri RI sejak awal terbentuknya Indonesia.
Bapak bangsa Indonesia, Bung Karno dan Bung Hatta, telah menekankan bahwa salah satu semangat dasar politik luar negeri Indonesia haruslah mendorong kerja sama. Sebuah semangat yang tumbuh dari budaya gotong royong yang mengakar di Nusantara. Semangat yang menguntungkan semua pihak tanpa meninggalkan satu negara pun. Berangkat dari semangat inilah, diplomasi multilateral RI terus bergerak mendorong kolaborasi dan kerja sama, baik di Dewan Keamanan PBB, Dewan HAM, maupun berbagai forum PBB lain.
Keanggotaan Indonesia yang luas dalam berbagai kelompok, mulai dari ASEAN, Gerakan Non-Blok (GNB), Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), G-77, hingga G-20, memudahkan Indonesia untuk menjadi bridge builder di antara berbagai kelompok, sebagai bagian dari solusi.
Diplomasi multilateral Indonesia selalu dipastikan untuk tidak hanya mengukir langit, tetapi juga memberikan manfaat yang konkret dan langsung bagi masyarakat dunia. Inilah sebabnya Indonesia mengirimkan pasukan Baret Biru ke Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB. Indonesia akan terus memainkan peran sebagai positive force dalam mendorong reformasi PBB, termasuk lewat penguatan peran negara berkembang dalam tatanan global.
Dalam memperingati pendirian PBB ke-75, serta dengan semangat HUT ke-75 RI, diplomasi Indonesia akan terus bergerak dalam komitmen dan tekad masyarakat dunia untuk bekerja sama. Dengan demikian, diplomasi multilateral dapat dirasakan manfaatnya oleh rakyat dan terus bergerak maju bagi terciptanya dunia yang lebih damai, inklusif, adil, dan makmur.
Retno LP Marsudi, Menteri Luar Negeri RI