Bagi AS, masalah sesungguhnya adalah lonjakan popularitas Tiktok yang mengancam hegemoni AS di pasar global. Tiktok menjadi ancaman eksistensi korporasi AS, terutama dalam menggarap pasar yang berusia lebih muda.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Drama menghebohkan dunia korporasi teknologi berlangsung selama sepekan lalu. Awal pekan, Oracle dikabarkan menjadi pemenang pembelian saham Tiktok.
Saham perusahaan aplikasi berbagi konten video pendek asal China itu dimiliki perusahaan asal Amerika Serikat (AS). Setelah melalui jalan berliku dengan berbagai tekanan, akhir pekan lalu ada kabar lain. Oracle dan Walmart menjadi pembeli saham Tiktok, masing-masing 12,5 persen dan 7,5 persen.
Sabtu (19/9/2020), Presiden AS Donald Trump mengumumkan tidak akan melarang operasi Tiktok di AS, sesuai dengan ancamannya, setelah sejumlah kesepakatan bisnis tercapai. Entitas baru bernama Tiktok Global muncul sebagai bagian dari kesepakatan dan akan ada perubahan susunan pimpinan Tiktok dalam waktu dekat, menyusul masuknya Oracle dan Walmart. Di luar itu, banyak informasi yang masih membutuhkan klarifikasi karena sepertinya banyak klaim Trump yang bertujuan politis menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) AS, November 2020. Sejumlah media di AS terlihat kurang kritis menerima kabar ini, tetapi sebaliknya media di luar AS masih mempertanyakan klaim Trump.
Ia mengklaim Tiktok Global akan memberikan uang 5 miliar dollar AS untuk dana pendidikan anak muda AS. Saat kabar ini dikonfirmasi ke induk perusahaan Tiktok, yaitu Bytedance, mereka mengaku mendengar kabar soal dana itu dari media. Bytedance juga mengatakan tetap mengendalikan data dan algoritma Tiktok, tetapi Trump sesumbar bahwa aplikasi itu bakal aman bagi warga AS serta memakai sistem penyimpanan data yang terpisah. Trump juga menambahkan, pembelian saham itu akan mengkreasi 25.000 pekerjaan baru, terutama untuk daerah kaum Republikan, yaitu Texas. Namun, kembali Bytedance tak mengonfirmasi kabar itu.
Sebuah media menambahkan klaim, ketika dua perusahaan AS bisa menguasai 20 persen saham Tiktok, pada saat yang sama Tiktok menjadi perusahaan AS karena ada 40 persen saham di Tiktok yang dimiliki investor asal AS. Mereka menyatakan, AS menguasai mayoritas saham Tiktok. Namun, media di luar AS masih menambahkan, kepemilikan langsung dan kontrol masih di tangan kelompok usaha asal China itu.
Sejak awal, Trump seperti ingin memanfaatkan isu Tiktok terkait dengan pilpres. Isu Tiktok mudah dibenturkan dengan isu kepentingan AS sehingga membangkitkan semangat para pendukungnya. Isu keamanan nasional menjadi kemasan yang menarik. Padahal, masalah keamanan data sudah usang karena setiap aplikasi akan memanen data dari para pengguna.
Bagi AS, masalah sesungguhnya adalah lonjakan popularitas Tiktok yang mengancam hegemoni AS di pasar global. Tiktok menjadi ancaman eksistensi korporasi AS, terutama dalam menggarap pasar yang berusia lebih muda. Tiktok masih akan melahirkan banyak drama ke depan, apalagi Pemerintah China belum memberikan lampu hijau untuk penjualan saham itu.