Dewas, pimpinan KPK, atau siapa pun yang bekerja di KPK bukan malaikat. Namun, siapa pun yang bekerja di KPK, apalagi pimpinan, semestinya adalah figur yang mampu menjadi teladan. Kredibilitas KPK harus dijaga.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Kredibilitas Komisi Pemberantasan Korupsi tengah diuji. Dewan Pengawas dan pimpinan KPK adalah organ yang tak terpisahkan dari ”Komisi Antirasuah” itu.
Ujian ini berangkat dari penggunaan helikopter mewah oleh Ketua KPK Firli Bahuri, Juni lalu. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan, penggunaan helikopter ke Baturaja, Sumatera Selatan, itu adalah untuk efisiensi waktu karena Firli hanya cuti sehari. Pemakaian helikopter tersebut dibiayai dengan dana pribadi Firli. Dewan Pengawas (Dewas) KPK seharusnya memutuskan kasus dugaan pelanggaran etika oleh Ketua KPK itu pada Selasa (15/9/2020), tetapi ditunda hingga pekan depan (Kompas, 15-16/9/2020).
Meskipun menjadi bagian tak terpisahkan dalam tubuh KPK, sesuai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, Dewas dan pimpinan KPK, khususnya Firli, berhadapan, semestinya tak bisa saling melindungi. Dengan memperhatikan asas praduga tak bersalah, Dewas harus menunjukkan kesalahan Ketua KPK dan menjatuhkan sanksi. Firli harus menunjukkan, ia tak melakukan kesalahan atau pelanggaran aturan apa pun terkait KPK, termasuk kode etik.
Penundaan pembacaan putusan oleh Dewas KPK, terkait kasus Firli, apalagi hingga sepekan, menimbulkan kecurigaan di masyarakat. Apalagi, dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), bukan hanya kali ini Firli dinilai melanggar kode etik, baik sewaktu menjabat Ketua KPK maupun menjadi Deputi Penindakan KPK. Selama ini belum ada sanksi yang pernah dijatuhkan kepada Firli oleh lembaga mana pun.
Sebenarnya melihat komposisi Dewas KPK saat ini, harapan adanya putusan yang sesuai dengan rasa keadilan masyarakat cukup tinggi. Dewas KPK, yang terdiri dari Tumpak Hatorangan Panggabean, Harjono, Artidjo Alkostar, Albertina Ho, dan Syamsuddin Haris, adalah sosok yang mumpuni dalam bidang penegakan hukum dan etika, pemberantasan korupsi, serta dipercaya publik. Namun, kepercayaan publik kepada KPK, sejak UU No 19/2019 diundangkan, tengah menurun.
Jajak Pendapat Litbang Kompas, yang dirilis 23 Juni 2020, menunjukkan tinggal 54,9 persen responden yang yakin dan memiliki persepsi positif kepada KPK. Hanya 35,9 persen responden yang puas pada kinerja KPK dalam memberantas korupsi. Padahal, pada jajak pendapat sebelumnya, yang dimuat Januari 2020, 76,8 persen responden yakin dan memiliki persepsi positif kepada KPK, serta 56,9 responden puas akan kinerja KPK dalam memberantas korupsi. Kini tugas Dewas, pimpinan, dan karyawan KPK, serta pemerintah untuk menumbuhkan kembali kepercayaan publik itu.
Dewas, pimpinan KPK, atau siapa pun yang bekerja di KPK bukan malaikat. Mereka manusia, yang bisa berbuat salah. Staf dan penyidik KPK pernah ada yang ditindak. Pimpinan KPK pun tidak lepas dari jeratan hukum. Namun, sebagai lembaga yang menangani kejahatan luar biasa, siapa pun yang bekerja di KPK, apalagi pimpinan, semestinya adalah figur yang sembada. Sudah selesai dengan diri sendiri, mampu menjadi teladan dalam bertutur kata dan bersikap, serta tahu diri. Kredibilitas KPK harus dijaga dan menjadi yang utama.