Saatnya Mengubah Struktur Perdamaian di Timur Tengah
UEA memandang bahwa perjanjian damai dengan Israel merupakan bagian dari kepentingan kedaulatannya sekaligus kepentingan kawasan dalam skala yang lebih besar.
Oleh
Abdulla Salem Salem Al Dhaheri
·4 menit baca
AFP/ODED BALILTY
Balai kota di kota pesisir Israel Tel Aviv diterangi dengan warna bendera nasional Uni Emirat Arab (UAE), Kamis (13/8/2020). Israel dan UAE setuju untuk menormalisasi hubungan mereka dalam kesepakatan penting yang ditengahi Amerika Serikat (AS). Menurut UEA, kesepakatan ini akan membuat Israel menghentikan rencananya mencaplok sebagian besar Tepi Barat yang diduduki Israel.
Pekan lalu, Uni Emirat Arab atau UEA dan Israel mengumumkan penandatanganan perjanjian perdamaian yang bersejarah. Perjanjian ini menandai dimulainya hubungan bilateral antara kedua negara setelah UEA secara teknis berada dalam situasi konflik dengan Israel sejak berdirinya UEA pada tahun 1971.
Langkah berani ini tidak mengejutkan. Negara-negara Teluk, dan sejumlah negara Arab dan Islam lainnya, diam-diam memelihara hubungan dengan Israel selama bertahun-tahun. Mereka berharap bahwa penghalang bagi hubungan tersebut pada akhirnya akan sirna.
Ada 29 dari 57 negara, atau lebih dari setengah negara OKI, yang mendahului UEA dalam menjalin hubungan diplomatik secara resmi dengan Israel. Mengapa? Karena manfaat kerja sama negara-negara Arab dengan Israel sangat banyak. Dari mengukuhkan keamanan dan stabilitas kawasan, pembangunan ekonomi, hingga terkait isu-isu pemanasan global dan upaya menemukan obat untuk mengatasi pandemi Covid-19.
Ada ungkapan klasik di Timur Tengah sejak ribuan tahun lalu, ”Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”. Ungkapan ini berlaku sangat tepat pada saat ini bagi masyarakat di kawasan Timur Tengah.
Keputusan berani Yang Mulia Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan, Putra Mahkota Abu Dhabi dan Wakil Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata, mengungkapkan realitas yang sangat kita butuhkan di dunia Arab. Ironisnya, tekanan Israel untuk menganeksasi lebih banyak lagi tanah Palestina telah menciptakan peluang perjanjian damai UEA-Israel.
AFP/GETTY IMAGES/DOUG MILLS-POOL
Presiden Amerika Serikat Donald Trump memimpin pertemuan dengan para pemimpin Israel dan Uni Emirat Arab (UEA) untuk mengumumkan perjanjian damai dan menjalin hubungan diplomatik antara Israel dan UEA, di Gedung Putih, Washington DC, Kamis (13/8/2020).
Solusi dua negara
UEA sejak dulu percaya pada solusi dua negara untuk menyelesaikan konflik Palestina-Israel. Kami sadar, opsi ini akan hilang selamanya jika Israel mencaplok lebih banyak lagi tanah Palestina.
Namun, yang memotivasi terwujudnya perjanjian Palestina-Israel ini lebih dari sekadar masalah aneksasi, yakni adanya kesadaran lebih dalam bahwa format diplomasi tradisional di Timur Tengah telah runtuh dan belum mencapai manfaat yang meyakinkan.
Mengingat perubahan global yang terus terjadi, tak ada keraguan lagi bahwa kita membutuhkan model baru di masa depan, yang memberikan peluang nyata sekaligus menginspirasi harapan.
Tak ada keraguan bahwa UEA, yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai perdamaian dan pada 2019 mendeklarasikan slogan ”Tahun Toleransi”, 20 bulan lalu telah meluncurkan ”Dokumen Persaudaraan Kemanusiaan”. Dokumen ini mengandung prinsip-prinsip kukuh: menjunjung tinggi nilai-nilai hidup berdampingan dan toleransi, yang dibangun di atas konsep perdamaian strategis. UEA akan bekerja mengonsolidasikan unsur-unsur pendukung untuk kepentingan keamanan dan masa depan kawasan.
UEA akan bekerja mengonsolidasikan unsur-unsur pendukung untuk kepentingan keamanan dan masa depan kawasan.
UEA percaya bahwa salah satu keuntungan dari perjanjian ini adalah memberikan Palestina dan Israel kesempatan untuk mencapai solusi yang langgeng dan adil. Dialog adalah satu-satunya cara mencapai perdamaian. Apalagi, sikap pemutusan hubungan di masa lalu tidak dapat mewujudkan keinginan dan impian bangsa Arab pada umumnya dan bangsa Palestina pada khususnya.
Pada akhirnya tanggung jawab terletak di pundak Palestina dan Israel untuk memanfaatkan sepenuhnya peluang yang ditawarkan perjanjian ini. Komunitas internasional harus memainkan peran mendukung proses ini untuk mewujudkan perdamaian kawasan.
Kita juga tidak boleh lupa bahwa pandemi Covid-19 telah menunjukkan kepada kita lebih dari sebelumnya bahwa manusia harus bisa beradaptasi dan merespons perubahan. Di sini, kita dapat mengutip visi Presiden Joko Widodo, yang dalam beberapa pekan setelah penyebaran pandemi di Indonesia segera menyerukan kepada rakyatnya agar beradaptasi, hidup berdampingan, dan mengubah perilaku dan pola hidup untuk mengatasi berbagai tantangan akibat krisis Covid-19. Berdasarkan visi ini, Indonesia kemudian memasuki masa transisi ”normal baru”.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi saat ditemui mitranya Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab Abdullah bin Zayed, Sabtu (22/8/2020), di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
Hidup berdampingan
Kemajuan yang kami capai di bidang perdagangan dan teknologi selama seabad terakhir bukanlah kebetulan. Kami telah mengambil langkah berani yang membawa ke tempat kami saat ini. Perbedaan dalam pendekatan kami dihargai oleh teman-teman di Asia Timur.
Kami, seperti saudara kami di Indonesia, menghargai moderasi, hidup berdampingan, dan tata kelola yang baik. Kami dipandu oleh keyakinan kami, tetapi kami juga menyambut baik keragaman dan hubungan dengan pihak luar karena kami sadar bahwa perbedaan memberi kami kekuatan untuk berinovasi dan berinteraksi lebih kuat.
UEA juga percaya bahwa budaya hidup berdampingan antara masyarakat dan agama merupakan pintu gerbang menuju kemajuan masyarakat. Keberagaman dan perbedaan merupakan faktor penguat perkembangan bangsa-bangsa.
Karakter lain yang mempersatukan Timur Tengah dan Asia Timur adalah mayoritas penduduk yang didominasi oleh kaum muda yang hidup di era kecepatan dan selalu memandang ke masa depan, serta tidak berkomitmen terhadap langkah dan batasan generasi tua.
Mereka tidak tertarik pada bahasa konflik, perselisihan masa lalu, maupun pikiran-pikiran yang terkungkung. Mereka menginginkan fleksibilitas dari para pemimpin, yang dapat memberikan akses kepada instrumen yang membantu mereka untuk berinovasi dan menciptakan peluang baru. Generasi muda yang berkemampuan dan berpotensi besarlah yang akan membawa kemakmuran dan perdamaian di dunia Arab.
Keberagaman dan perbedaan merupakan faktor penguat perkembangan bangsa-bangsa.
UEA memandang bahwa perjanjian damai dengan Israel merupakan bagian dari kepentingan kedaulatannya sekaligus kepentingan kawasan dalam skala yang lebih besar.
Besar harapan kami bahwa perjanjian ini akan mengarah pada perubahan sikap yang lebih luas dan menghasilkan serangkaian hasil positif yang akan menjadi jelas dalam waktu dekat. Kami juga memandang bahwa merupakan hak negara mana pun untuk mengambil keputusan sesuai dengan kepentingannya sendiri, yang merupakan hak kedaulatan.