”Challenge” di Media Sosial Tak Boleh Sekadar Viral
Tantangan atau ”challenge” di media sosial harus disikapi dengan bijaksana. Tantangan yang berbahaya harus dihindari karena dapat menyebabkan kematian, seperti Benadryl Challenge.
Oleh
Andreas Maryoto
·5 menit baca
Awal pekan ini, sebuah fenomena di dunia maya, yaitu aktivitas tantangan (challenge) bernama Benadryl Challenge, menghebohkan publik. Tantangan ini meminta orang untuk minum obat antihistamin dalam jumlah yang tidak masuk akal hingga mengalami halusinasi. Fatal! Seorang remaja putri di Oklahoma, Amerika Serikat, meninggal dunia. Aktivitas tantangan di media sosial sangat menggoda. Cara tersebut terkadang membuat orang itu terkenal mendadak karena unggahannya viral.
Obat Benadryl dalam takaran yang benar akan berfungsi menyembuhkan. Lebih dari takaran yang dianjurkan akan memunculkan masalah dan bisa fatal. Tantangan ini awalnya muncul di platform TikTok pada bulan Mei. Ada beberapa remaja yang dibawa ke rumah sakit karena oversdosis minum obat ini. Oleh karena membahayakan dan mengancam nyawa manusia, TikTok sebenarnya telah menghapus konten yang berisi tantangan ini. Mereka mendorong para pengguna agar membuat aktivitas yang aman.
Kasus ini merupakan satu dari rangkaian sejarah panjang aktivitas tantangan di media sosial. Sekitar 10 tahun yang lalu, tren tantangan atau yang lebih dikenal dengan challenge mulai muncul di media sosial. Saat itu, foto orang berpose seperti papan (planking) menjadi viral dan ditiru oleh banyak orang. Mereka memasang foto-foto tidur seperti papan di beberapa kanal media sosial. Sebenarnya saat itu sudah ada tindakan ekstrem dari beberapa orang, seperti tidur di tiang penunjuk jalan, tidur di atas logo sebuah restoran cepat saji, dan tidur di atap rumah.
Setelah itu ada beberapa tantangan yang dipelopori beberapa orang, mulai dari membuat tarian, mereplikasi meme, menjatuhkan air bercampur es batu di kepala, hingga mematung layaknya manekin. Salah satu yang heboh karena melibatkan tokoh dan jutaan orang adalah The Ice Bucket Challenge atau ALS Ice Bucket Challenge pada Juli-Agustus 2014. Tantangan ini untuk mengenalkan bahaya penyakit amyotrophic lateral sclerosis (ALS) dan menggalang dana bagi kepentingan riset penyakit itu. Di akhir aktivitas ini, panitia mendapat dana sekitar 200 juta dollar AS dari berbagai kalangan di seluruh dunia. Bahkan tantangan ini berlanjut hingga tahun-tahun berikutnya.
Dunia tantangan-tantangan ini makin menarik dan banyak dikembangkan oleh beberapa orang. Pada tahun ini, ada beberapa tantangan, seperti Pillow Challenge dan Challenge Acepted. Orang selalu ingin membuat konten di media sosial sehingga menjadi perhatian banyak kalangan. Entah mengapa, tindakan mereka harus aneh, ekstrem, dan kadang membahayakan. Meskipun demikian, ada beberapa hal prinsip yang sering dilupakan pembuat konten sehingga kadang hanya sekadar viral.
Tantangan di media sosial sesungguhnya bisa menjadi aktivitas yang positif dan menarik. Mereka tidak cukup sekadar mengunggah konten dengan foto menarik, video yang unik, dan kata-kata sensasi. Mereka juga tidak boleh sekadar menyebarkan nilai positif semata. Dari namanya, yaitu tantangan, maka gerakan ini harus menjadikan semua pihak tertantang untuk bertindak seperti dalam The Ice Bucket Challenge yang menggerakkan orang untuk menyumbangkan dana bagi riset penyakit ALS. Semisal gerakan #WomenSupportWomen, maka gerakan ini harus mendorong orang untuk melakukan tindakan tertentu mendukung peran perempuan. Tak cukup hanya sekadar mengunggah konten yang bersimpati kepada kaum perempuan di media sosial.
Publik atau warganet sebenarnya tidak bisa disalahkan karena kadang pembuat gerakan juga tidak memberikan arahan untuk melakukan suatu tindakan secara jelas. Oleh karena itu, warganet kadang berpikiran, dengan ikut mengunggah konten, sudah cukup bagi mereka berpartisipasi. Bahaya dari tantangan yang tidak komplet adalah publik akan kehilangan makna dari aktivitas itu karena warganet yang terlibat dan masuk dalam iring-iringan gerakan itu tiak menemukan maksud dan tujuan gerakan secara jelas. Sejak awal, pengagas gerakan harus memastikan tujuan akhir dari tantangan itu ialah melakukan tindakan dan memastikan warganet mengetahuinya.
Beberapa laman di internet membuat panduan membuat tantangan di media sosial. Beberapa langkah yang perlu dilakukan adalah membuat topik tantangan yang menarik, menjalin berbagai pertanyaan yang muncul dari calon partisipan yang akan terlibat, emosi ialah segalanya sehingga tantangan harus menyentuh ke sisi emosional peserta, dan menyertakan selebritas dalam tantangan. Tak sampai di sini, pembuat tantangan harus secara jelas membuat panduan langkah-langkah yang jelas agar publik mudah berpartisipasi, meniru, dan beraksi.
Kadang ,tantangan seperti itu digagas oleh perusahaan untuk menaikkan merek mereka. Mereka harus berpikiran bahwa tujuan tantangan ini bukan sekadar menghadirkan merek ke publik, tetapi melibatkan mereka dengan memberi insentif lebih agar mereka bisa berinteraksi dengan merek. Perusahaan juga perlu bertujuan agar mereka mempunyai komunitas yang kuat. Beberapa merek yang sukses dalam aksi tantangan di media sosial itu bisa bertahan hingga tiga minggu. Belakangan, tantangan oleh beberapa merek banyak dilakukan di Instagram karena penampilan visual di platform ini lebih menarik. Sejauh ini, manfaat yang didapat perusahaan, antara lain, jumlah pengikut di kanal itu semakin bertambah, relasi warganet dan merek makin dekat, hingga beberapa warganet membeli produk dari merek itu.
Beberapa tips dari mereka yang sukses, antara lain, merek harus memiliki tujuan yang jelas ketika membuat tantangan, membuat perencanaan waktu, tagar yang diperlukan, pemantauan, strategi keterlibatan, dan tindak lanjut. Tantangan seharusnya berisi aktifitas yang positif, tetapi entah mengapa kadang dibajak orang menjadi kegaiatan yang hanya mencari sensasi dan bahkan membahayakan nyawa manusia, seperti Benadryl Challenge. Pada saat pandemi seperti sekarang ini, kita perlu mengkreasi tantangan yang membuat orang bahagia, tetapi aman dilakukan di rumah.