Dengan minimal pembelian Rp 1 juta, akan semakin banyak orang mampu membeli surat utang pemerintah ORI dan Sukuk Ritel. Sekitar 10 tahun lalu, instrumen obligasi pemerintah hanya dapat dibeli oleh investor institusi.
Oleh
Joice Tauris Santi
·2 menit baca
Bulan lalu, pemerintah menerbitkan Obligasi Ritel (ORI) yang dapat dibeli dengan harga minimal Rp 1 juta. Akhir pekan lalu, pemerintah kembali menawarkan Sukuk Ritel (SR).
Apa persamaan dan perbedaan kedua instrumen ini? Keduanya adalah surat berharga yang diterbitkan dan dijamin oleh pemerintah. Baik ORI maupun SR dijual secara ritel. Pembelinya adalah pembeli ritel atau perorangan dengan minimal investasi Rp 1 juta dan maksimal Rp 2 miliar atau Rp 3 miliar.
Diharapkan, dengan minimal pembelian Rp 1 juta, akan semakin banyak orang mampu membeli surat utang pemerintah ini. Sekitar 10 tahun lalu, instrumen obligasi pemerintah hanya dapat dibeli oleh investor institusi, seperti perusahaan asuransi, manajer investasi, dana pensiun atau bank, karena minimal pembelian mencapai miliaran rupiah.
Rakyat jelata hanya bisa membeli obligasi pemerintah melalui produk-produk keuangan turunan di institusi tersebut, seperti unit link atau reksa dana berbasis obligasi pemerintah.
Baik ORI maupun SR memberikan imbal hasil yang tetap berupa kupon bunga kepada para investor. Bunga yang sudah ditetapkan tidak berubah hingga obligasi jatuh tempo. Kedua instrumen juga dapat dijual sebelum jatuh tempo di pasar sekunder.
Syariah
Berbeda dengan ORI yang digolongkan sebagai obligasi konvensional, SR merupakan obligasi syariah karena dijalankan seturut dengan prinsip syariah. Segala ketentuan dan kebijakan yang menyangkut pembentukan SR telah disetujui oleh Dewan Syariah. SR juga sudah memenuhi akad prinsip syariah dari Majelis Ulama Indonesia.
ORI merupakan pinjaman modal dari masyarakat kepada pemerintah. Sementara SR merupakan penyertaan modal atas bagian dari aset Sukuk Negara Ritel yang dijadikan obyek transaksi.
Jika ORI memberikan imbal hasil berupa bunga yang dibayarkan setiap bulan, SR memberikan imbal hasil berupa imbalan sewa sesuai akad yang digunakan dalam penerbitan SR tersebut. Adapun akad yang digunakan dalam penerbitan SR013 ini adalah ijarah atau sewa menyewa.
Penawaran SR013 ini sudah dimulai akhir pekan lalu dan akan berakhir pada 23 September mendatang. Tingkat bagi hasil yang ditawarkan sebesar 6,05 persen, lebih tinggi ketimbang rata-rata suku bunga deposito perbankan.
Pajak penghasilan atas bagi hasil sebesar 15 persen, lebih rendah dari pajak penghasilan bunga deposito yang sebesar 20 persen. SR013 ini akan jatuh tempo pada tiga tahun mendatang.
Pemerintah akan menggunakan dana hasil penerbitan SR013 untuk mengisi kekurangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, khususnya pos pengeluaran yang terkait dengan penanganan pandemi Covid-19. SR013 bisa dibeli di 31 mitra distribusi, seperti bank, perusahaan sekuritas, dan perusahaan teknologi finansial.